"Dimana aku?"
"Pangeran Mingyu, kau sudah sadar?"
Pangeran Mingyu menatap sekelilingnya, dirinya berada dalam sebuah kamar, tidak terlalu luas dan cenderung sempit namun tertata rapi.
"Wonu, aku dimana?"
"Ah.. ini.. hamba membawa Pangeran keluar dari lingkup Dinasti, karena menurut hamba jika berada dalam ketiga lapisan dinding Istana pasti akan lebih mudah ditemukan.. Hamba mencoba menyewa tempat ini menggunakan uhh.. itu... giok milik Anda, Pangeran.."
Pangeran Mingyu refleks memegang pinggang, giok yang biasanya selalu berada di kantung pinggangnya telah raib, Pangeran Mingyu mendesah—ia tidak dapat menyalahkan Wonu karena memang dirinya tidak melarikan diri dengan rencana sehingga Pangeran Mingyu tidak membawa satupun kepingan emas. Lagipula, mungkin giok itu sudah tidak berarti lagi baginya saat ini.. selain itu di luar Dinasti, giok itu tidak terlalu dikenali dan hanya akan dinilai sebagai sebuah benda antik yang bernilai cukup tinggi.
"Berapa lama aku tidak sadarkan diri?"
Wonu yang melihat sang Putra Mahkota berusaha untuk duduk dengan segera berusaha membantu. Pangeran Mingyu mengernyit ketika merasakan rasa sakit yang samar mendera, tidak begitu kentara walaupun terasa. Ingatan Pangeran Mingyu kembali melayang pada momen dimana dirinya dengan sadar memaksa Pangeran kecil untuk menggugurkan apapun itu yang tumbuh dalam perutnya. Pangeran Mingyu enggan menyebutnya sebagai janin ataupun bayi, dirinya masih belum bisa menerima kenyataan janggal yang menimpa sang adik. Pangeran Mingyu meringis ketika memori Pangeran Donghyuck menusuknya menggunakan belati.
"Wonu... Pangeran Donghyuck... dia.. sungguh mengandung?"
Tatapan Pangeran Mingyu pada Wonu menyiratkan tanda tanya besar namun juga terselip amarah di dalamnya.
"Menurut desas-desus... iya..."
"Aku sungguh tidak memahami ini semua.. bukankah begitu mustahil seorang pria memiliki rahim di dalam tubuhnya?"
"Hamba juga tidak tahu, Pangeran... mungkin Pangeran kecil memang dikaruniai berkat seperti itu..."
"Berkat? Aku melihatnya lebih sebagai kutukan Dewa... aku tidak dapat membayangkan penolakan dari rakyat ataupun orang-orang Istana pada kondisi Pangeran Donghyuck... oleh karena itu aku memintanya untuk menggugurkan janin itu saja, namun kenyataannya adikku itu malah berbalik menyerangku.. ini gila... Aku, akan kembali kelak untuk membawa Pangeran Donghyuck dari Minhyung... aku yakin ia hanya mempermainkan Pangeran Donghyuck..."
Pangeran Mingyu tidak akan pernah lupa.. bisikan pelan namun begitu kuat merasuk dalam ingatan.. ketika Minhyung berkata jika dirinya, sang ibu dan kemudian Pangeran kecil-nya yang akan menjadi sasaran berikutnya... tapi paling tidak, Pangeran Mingyu harus sembuh terlebih dahulu dan mungkin... mencari pasukan baru bersama Wonu.
.
"Pangeran Donghyuck, hati-hati!! Astaga sejak tadi melompat kesana kemari tidak lelah??"
"Tentu tidak, Putri Renchin! Aku sedang mencari Minhyung! Kau melihatnya tidak?"
Putri Renchin menggeleng dan Pangeran Donghyuck mencebik—pasalnya hari ini Donghyuck belum bertemu Minhyung sama sekali dan ia rindu. Sejak Donghyuck tersadar dalam kondisi tidak biasa lainnya—yaitu berperangai seperti anak kecil dan tidak mengingat sekelilingnya selain orang-orang yang memang telah dikenalnya di usia sepuluh tahun—Putri Renchin melakukan pendekatan habis-habisan pada sang Pangeran kecil.
Mulai dengan memperkenalkan diri sebagai sahabat Donghyuck yang sedang menginap di Istana untuk urusan Kerajaan dari Petinggu Huang, hingga mengatakan jika Putri Renchin dan Donghyuck pernah berjanji untuk saling bercerita dan tidak menyimpan rahasia apapun. Donghyuck tentu saja senang, sejak kecil dirinya hanya mengenal Minhyung sebagai teman sebayanya.. jika kini bertambah satu bukankah itu menyenangkan?
KAMU SEDANG MEMBACA
KINGDOM [END]
Historical FictionPangeran kecil Lee Donghyuck, putra ketiga dari Selir pertama sang Raja Dinasti Joseon begitu menyukai putra dari Petinggi Jung, Jung Minhyung. "Kuberikan giok ini untukmu, Minhyung.. di kunjungan berikutnya, kau yang harus memberiku hadiah." Sebua...