The Light

6.9K 465 105
                                    

Langkah Minhyung gontai, jika dahulu Istana adalah tujuan akhirnya demi kehormatan marga Jeong, rasanya kini Minhyung merasa kosong. Netra Minhyung naik, melihat dan memindai bangunan besar yang menjulang di depannya—bukankah ini rumah yang memang menjadi miliknya? Milik leluhurnya sejak dahulu kala.. Minhyung menoleh ke arah taman dimana tempat pertama kali dirinya melihat Donghyuck ketika usia mereka sepuluh tahun. Tersenyum simpul karena ternyata ia menyadari seluruh Istana hanya membawa benaknya untuk mengingat kenangan akan Donghyuck di sana.

Minhyung tidak menuju ke ruang Utama Istana, ia membawa diri ke bagian Utara Istana. Taman belakang pavilliun milik mendiang Selir Lee. Minhyung duduk, menyandar pada sebuah pohon besar yang sekelilingnya ditumbuhi oleh bunga kuning besar. Ah, Minhyung ingat jika dahulu ia yang menamai bunga ini bunga matahari. Begitu mencolok diantara mawar dan anggrek.

Sama seperti Donghyuck, dimata Minhyung Donghyuck seperti bunga matahari. Begitu istimewa dan benderang. Minhyung tidak menyadari jika sudut matanya mulai basah, ia terkekeh ketika bulir bening itu jatuh mengaliri pipi dan ketika mengusapnya Minhyung menyadari apakah dirinya sungguh akan kehilangan Donghyuck, matahari dalam hidupnya yang begitu kelam?

"Aku mencarimu, dan ternyata kau sedang termenung di sini.. kau menangis, Hyung?"

Minhyung menggeleng pelan lalu mengangguk, menunduk seraya berdehem kemudian mendongak menatap Jeno.

"Kau... belum membawa Pangeran Donghyuck kembali kemari? Tubuhmu sudah cukup pulih."

Minhyung tidak menjawab, netranya kembali melihat jauh ke depan, pada danau buatan yang menjadi tempat favorit Donghyuck selama ini. Tempat dimana Donghyuck memberikan giok pada Minhyung.

"Jangan katakan, kau tidak membawa Pangeran kecil? Atau..."

"Donghyuck tidak mau..."

Minhyung menjeda, "Donghyuck... tidak ingin kembali ke Istana.. dia..."

Jeno menatap punggung Minhyung yang terlihat lelah. Punggung yang selama ini berada di depan matanya yang Jeno jadikan panutan dalam hidupnya selain Taeyong.

"Bagaimana dengan bayi kalian? Apa sungguh tidak bisa sama sekali? Kau pasti tahu jika cepat atau lambat para Petinggi akan menuntutmu untuk segera menikah, sama seperti yang dilakuman fraksi kanan.. untuk saat ini mereka dapat kukendalikan, tapi kita tidak tahu ke depannya, Hyung..."

"Aku sudah mengatakan pada Donghyuck jika aku akan memberikannya identitas baru jika ja kembali ke Istana, aku akan memastikan tidak satu orangpun menaikkan pandangan pada dirinya jika ia kembali untuk menjadi Ratuku.. tapi ia menolak.."

Jeno mendudukkan tubuh jangkungnya di samping Minhyung, mengikuti arah pandang Minhyung jauh ke hamparan rerumputan. Mungkin Minhyung sedang membayangkan dirinya dan Donghyuck duduk bersisian di tepi danau dengan kaki basah karena terjulur ke dalam danau. Minhyung memimpikan itu.

"Apa langkahmu selanjutnya, Hyung..."

"..."

"Ambil waktumu Hyung.. aku ada di sisimu.."

Minhyung menengadah, berusaha menghalau dan menahan air mata yang semakin menumpuk, benaknya kembali mengingat saat-saat terakhir Taeyong pergi untuk meninggalkan mereka selamanya.

Rematan di jemari Minhyung menguat. Rintihan nyeri terus terdengar, luka di dadanya yang tidak kunjung membaik membuat Taeyong terus terbaring dalam posisi telentang. Nafasnya berat sekali dan netranya sudah nyaris tertutup. Taeyong tidak kuat lagi.

"Samchon...."

Netra Taeyong mengerjap kecil, suara Minhyung menggelitik telinga dan memantik kesadarannya yang sudah di ambang batas.

KINGDOM [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang