Donghyuck merasakan perutnya sungguh tidak nyaman, ada sebuah perasaan tidak enak yang menjalari tubuhnya, namun Donghyuck sendiri tidak dapat menjelaskannya. Hanya merasa, tubuhnya tidak baik-baik saja.
Hingga pada malam hari, suhu tubuh Donghyuck semakin naik. Rona kemerahan menjalari seluruh kulit tan di tubuhnya dari wajah hingga kaki—pertanda jika suhu tubuhnya begitu tinggi. Donghyuck terserang demam. Donghyuck membungkus diri dengan selimut, mengerang tertahan dan merengek. Saat Minha masih ada, Minha pasti akan membawakan semangkuk sup hangat dari dapur Istana untuk disantap dan kemudian mengompres dahi Donghyuck menggunakan air hangat. Namun kini Minha tidak ada lagi di sisinya, Donghyuck melenguh, bahkan netranya yang terpejam pun kini terasa panas. Apalagi deru nafasnya.
Untung saja, pengawal yang ditempatkan untuk berjaga di bagian Utara Istana samar-samar dapat mendengar rintihan sang Pangeran kecil, dengan segera mengucapkan ijin untuk menerobos masuk setelah panggilannya diabaikan oleh sang Pangeran dan kemudian menyampaikannya pada Minhyung, Minhyung memanggil tabib Istana secepat mungkin dan berada di samping Donghyuck selama Donghyuck diperiksa.
"Engg.. nona Min—ha.. aku.. dingin... uh, lidahku.. pahit.. sup..."
Donghyuck meracau sambil sesekali merintih seraya memegang perut. Minhyung yang memang mengamati perilaku Donghyuck selama nyaris dua bulan ini tentu menyadari hal tersebut.
"Tabib, bisakah kau mengecek bagian perutnya juga? Perhatikan obat yang akan kau gunakan untuk menurunkan panasnya.."
"O—oh? Baiklah Tuan.."
Tabib tersebut meminta ijin pada Minhyung untuk sedikit menyingkap jubah tidur Donghyuck guna memerika perutnya. Lengan tabib meraba dan sedikit menekan-nekan bagian perut Donghyuck, membuat Donghyuck meringis dalam titik tertentu. Dahi sang tabib merengut hebat, lalu yang awalnya menggunakan satu tangan untuk memeriksa perut sang Pangeran kecil, kini sang tabib menggunakan kedua telapak tangannya—menangkup perut rata tanpa otot milik Donghyuck dan sesekali memindahkan posisi tangannya.
"Apa yang kau temukan, tabib? Katakan padaku!"
"Uh... maaf Tuan.. hamba.. sedikit tidak yakin dengan ini.. namun.."
"Katakan. Padaku!"
Intonasi penuh tekanan dan ancaman yang Minhyung berikan sukses membuat sang tabib merinding, ia bukannya takut hanya saja rasanya tidak mungkin ini terjadi. Pasti ada yang salah. Diamnya tabib memantik emosi Minhyung, Minhyung menarik kerah pakaian tabib yang kini semakin bergetar karena bingung.
"Tuan.. maaf... namun hamba tidak sepenuhnya yakin.. ta—tapi.."
"Katakan!"
"A—ada janin dalam perut Pangeran kecil..."
Minhyung melepaskan cengkramannya, membuat sang tabib gontai. Minhyung mengerjap beberapa kali.
"Na—namun Tuan.. mengingat jika Pangeran kecil adalah lelaki.. ha—hamba akan mengeceknya ulang dalam beberapa hari ke depan, memastikan jika kemungkinan besar hamba melakukan kesalahan dalam hal ini..."
"Rahasiakan. Aku akan membunuh tidak hanya dirimu namun juga seluruh keluargamu jika hal ini bocor di kalangan Istana. Ada waktunya untuk itu, namun bukan saat ini. Jadi, tutup mulutmu rapat-rapat dan berikan apapun untuk meredakan demam Pangeran Donghyuck tanpa mengganggu janinnya. Berikan ia asupan terbaik dalam masa kehamilannya."
.
Penangkapan Ratu Bae nyaris begitu mulus, dikarenakan sang Ratu selama berbaur menjadi rakyat selalu mengenakan cadar untuk menutupi wajahnya sehingga tidak ada seorangpun yang mengira jika yang kini sedang dibekuk oleh prajurit Istana merupakan Ratu mereka. Lagipula mau ditaruh dimana muka sang Ratu jika rakyatnya mengetahui ia tersingkir dari Istana.

KAMU SEDANG MEMBACA
KINGDOM [END]
Ficțiune istoricăPangeran kecil Lee Donghyuck, yang dilahirkan oleh Selir pertama sang Raja Dinasti Joseon begitu menyukai putra dari Petinggi Jung, Jung Minhyung. "Kuberikan giok ini untukmu, Minhyung.. di kunjungan berikutnya, kau yang harus memberiku hadiah." Se...