-H a P p Y R e A d I n G-
BRAK!
Bahkan Anggun membanting keras pintu kelas membuat mereka kembali terkejut. Apa Anggun semarah itu? Sadewa terdiam, sepertinya dia salah pilih situasi mengganggu cewek itu.
"Assalamualaikum"
Hania melihat guru wanita yang masuk ke kelasnya. Tiba-tiba pikirannya tertuju kepada Anggun. Ia tahu kalo gadis itu sedang tidak baik-baik saja
'gak, gue gak perlu mikirin dia, dia aja gak pernah mikirin gue' batin Hania segera mengusir pikirannya tentang Anggun.
"Anggun Olivia" panggil Bu Firda menatap mereka semua.
"Anggun Olivia ada?" Tanya Bu Firda menatap ketua kelas.
"B-bolos Bu"
Bu Firda mengernyit, tidak biasanya Anggun membolos saat saat jam pelajarannya.
"Hilda Maharani"
Sadewa menatap meja didepannya yang kosong. Ini salahnya, mungkin saja cewek itu sedang ada masalah jadi amarahnya tidak bisa terkendali.
*~*~*
Anggun membuka kasar pintu rooftop, ia berjalan dengan wajah menahan memerah.
"Damn it! Damn it! Damn it!" Umpatnya memegang erat besi pembatas rooftop.
Anggun berusaha meredam emosinya, ia tidak boleh terlihat seperti ini. Ia harus bisa mengendalikan diri.
"Cowok tolol! Cowok brengsek!" Umpatnya lagi mengingat wajah menyebalkan Sadewa.
Anggun menghela napas pelan, berusaha mengontrol emosinya, bahkan wajahnya sudah kembali datar seperti biasa.
Dreet
Dreet
Dreet
Anggun mengernyit, ia meraba sakunya dan mengeluarkan ponselnya yang bergetar. Keningnya mengerut melihat ada panggilan masuk dengan nomor asing tertera di layar ponselnya.
Tut
"H-halo?"
Tubuh Anggun menegang saat mendengar suara berat seseorang di seberang sana, raut wajahnya seketika berubah dingin. Tatapan matanya entah sejak kapan berubah menjadi tidak bersahabat.
"H-halo?"
Sekali lagi suara si penelpon terdengar membuat tangan Anggun terkepal. Sudah lama ia tidak mendengar suara itu.
"What?" Tanya Anggun datar.
Hening, tidak ada jawaban dari seberang membuat Anggun kesal dan hendak memutus panggilan tersebut sebelum suara berat itu kembali terdengar.
"Kamu m-masih ingat s-sama a-ayah kan?"
Anggun menjauhkan ponselnya, ia mendongak ke atas berusaha mencegah air matanya agar tidak keluar. Sejak kapan ia menjadi emosional begini?
"Maaf mungkin anda salah nomor" Ucap Anggun ingin segera memutus panggilan dari orang yang selama ini tidak pernah menemuinya dan bahkan mengabarinya setelah insiden itu terjadi.
"Avi ayah kang ..."
Tut
Anggun memutus penggilan sepihak, ia mematidayakan ponselnya, lalu menggenggamnya erat.
"Setelah empat belas tahun lamanya" lirih Anggun tertawa pahit.
Seseorang yang seharusnya menemani dia di masa-masa tersulit, seseorang yang seharusnya memberinya semangat saat hidup tidak lagi berarti, seseorang yang seharusnya berdiri disisinya ketika dunia tidak berpihak padanya, semua orang tua pasti melakukan semua itu untuk anak mereka tapi Ayahnya?
Setelah insiden yang merenggut nyawa malaikat tak bersayapnya, dengan gampangnya orang itu meninggalkan dirinya dengan luka besar yang sampai sekarang masih meninggalkan bekas yang mendalam. Apakah orang itu masih pantas mendapat panggilan seorang Ayah?
Ayah mana yang tega meninggalkan putrinya bersama seorang pembantu selama empat belas tahun tanpa pernah memberinya kasih sayang seperi seorang ayah pada umumnya? Ayah mana yang tega memberikan luka pada putrinya dan pergi begitu saja? Ayah mana?
tes
tes
Anggun meraba pipinya, ia benci ini. Ia benci melihat dirinya menangis untuk seseorang yang bahkan tidak pernah menangis untuknya.
Dengan kasar ia menghapus air mata di pipinya, lalu berusaha menenangkan dirinya.
'kendalikan diri lo' batinnya menghembuskan napas pelan.
puk
Anggun merasa ada sebuah tepukan pelan di pundaknya, dengan segera ia berbalik untuk melihat siapa pelakunya.
Deg
Anggun terdiam mematung melihat orang didepannya. Mata tajam itu, mata tajam yang selalu membuat ia jatuh terpesona, tapi kenapa mata itu kini menatapnya teduh?
"Kenapa?" Tanya Angga menatap hidung dan mata Anggun yang memerah seperti habis menangis.
Anggun tersadar, ia langsung membalikkan badannya dan menopang tangannya di pagar besi pembatas.
'semoga dia gak liat gue nangis' Batin Anggun merutuki dirinya.
Angga menatap Anggun dalam, ia ikut menopang badannya di pagar besi sambil menatap ke depan. Angin sepoi-sepoi membuat rambutnya yang lumayan panjang bergerak-gerak.
Beberapa menit berlalu hanya keheningan yang menemani kedua orang itu tanpa ada yang niat membuka percakapan.
"Ngapain lo disini?" Tanya Anggun buka suara tanpa melihat lawan bicaranya.
"Gue dari tadi disini" jawab Angga menunjuk sebuah sofa di dekat pintu masuk. Anggun terbelak kaget.
'What? j-jadi?' Anggun menatap terkejut Angga di sebelahnya yang tengah menutup mata menikmati angin yang menerpa wajahnya.
Anggun terdiam, bahkan dari samping saja Angga terlihat sangat tampan, bagaimana ia tidak jatuh cinta coba.
"Anggap yang lo liat tadi gak pernah terjadi" Ucap Anggun menatap Angga yang membuka matanya.
Cowok itu entah tengah menatap apa Anggun juga tidak terlalu peduli, ia memilih pergi dari sana karena bel istirahat sudah berbunyi.
Angga membalikkan badannya, ia menatap punggung gadis itu dengan pandangan yang sulit ditebak?
"return him"
*~*~*
Ayah Anggun? Kenapa Anggun sangat membenci Ayahnya?
Dan juga Angga? Siapa yang harus dikembalikan? Ada apa sebenarnya dibalik sikap Angga yang dingin?
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan cara tekan bintang di bawah ya guys
See you next part
KAMU SEDANG MEMBACA
•|I'm Not Bad|• [ON GOING]
Подростковая литератураWARNING⚠️ BIASAKAN VOTE SEBELUM MEMBACA BIAR AUTHOR NYA MAKIN SEMANGAT! __________________🌺 🌺________________ Anggun Olivia, satu-satunya murid terkenal yang mendapat julukan di SHS. Ia bagaikan iblis berwujud Dewi yang membuat semua murid SHS m...