14 : Box of Secrets

546 113 88
                                    

༺‎☘︎༻

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

༺‎☘︎༻

Mobil SUV hitam milik Haidar, sebuah Toyota Land Cruiser, berhenti di garasi dengan suara rem yang terdengar jelas. Tanpa menunggu lama, Haidar segera melepas seatbeltnya dengan gerakan terburu buru dan membuka pintu. Di belakangnya, Harsa dan Rachel mengikuti dengan cepat, langkah langkah mereka nyaris seiring ketika mereka memasuki rumah.

Begitu mereka muncul, mata Kajesha membulat. Gadis itu meremas baju Belvan yang berdiri di sampingnya. Wajahnya tampak cemas, pandangannya beralih dari Harsa ke Haidar yang baru saja masuk. Haidar mengusap wajahnya dengan tangan, napas panjang keluar dari dadanya yang menegang. Ada kelegaan, tapi juga amarah yang jelas terpendam di balik sorot matanya yang gelap.

Kajesha menggigit bibirnya, pandangannya beralih dari Harsa ke Haidar. "Kakak kenapa pukul kak Harsa? Ini kan murni kesalahan aku," ucap Kajesha pelan.

"Saya gak akan lepas kendali kalau kamu gak tiba tiba hilang, Kajesha," ucap Haidar.

"Tapi bukan berarti kakak harus pukul kak Harsa, lagian juga cuma masalah kecil kak! Gak perlu libatin semua orang," ujar Kajesha.

Haidar menarik napas dalam, mencoba mengendalikan perasaan yang bergolak di dalam dirinya. "Kamu pikir ini cuma masalah kecil? Kamu pikir saya bisa tenang saat adik saya sendiri hilang begitu aja? Gimana kalau sesuatu terjadi sama kamu? Bagaimana kalau-" Suaranya terhenti, seolah olah ada benjolan di tenggorokannya yang sulit dilewati. "Saya gak akan pernah memaafkan diri saya sendiri kalau sesuatu terjadi sama kamu, Sha."

Haidar berhenti sejenak, mencoba menarik napas, tapi kemudian emosinya kembali meluap, "Kamu tahu, Kajesha, saya marah bukan karena kamu bikin masalah. Saya marah karena saya takut! Saya sayang kamu, terlalu sayang untuk melihat kamu terluka, apalagi menghilang tanpa jejak! Apa kamu gak sadar kalau hidup kamu itu jauh lebih penting dari apapun?"

Haidar mengusap wajahnya lagi, kepalanya tertunduk sejenak sebelum dia kembali menatap Kajesha. "Saya cuma ingin kamu aman, itu saja."

Suasana di ruangan itu mendadak tertelan oleh keheningan yang tegang, seakan semua orang menahan napas serempak. Mereka semua tahu, saat Haidar berbicara dengan nada setegas itu, berarti situasinya benar benar serius. Tidak ada yang berani bergerak, bahkan untuk sekadar menelan ludah.

Haidar tetap berdiri di sana, dadanya naik turun dengan napas yang berat, matanya masih tertuju pada Kajesha. Sorot matanya bukan hanya marah-di balik kemarahan itu, ada ketakutan yang begitu mendalam. Ketakutan yang selama ini selalu dia sembunyikan di balik sikap tenangnya. Kajesha bisa merasakannya, bisa melihat bagaimana suara kakaknya sedikit bergetar saat menyebut namanya, dan bagaimana tangannya sedikit gemetar ketika berusaha mengendalikan emosi yang memuncak.

Tidak ada suara lain, kecuali desahan napas yang tertahan dan detak jantung yang seakan bergema di dalam kepala masing masing. Kiara, Belvan dan Rachel saling bertukar pandang, sadar bahwa saat seperti ini, tidak ada yang bisa mereka katakan untuk meredakan suasana.

GAHARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang