Malam semakin mencapai puncaknya. Sebuah taksi berhenti tepat di depan gerbang rumah di salah satu kompleks perumahan elite di Jakarta. Gahar segera membuka pintu dan turun, diikuti oleh Kajesha. Gadis itu melirik jam di pergelangan tangannya, wajahnya sedikit memucat saat melihat angka digital yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Rasa cemas jelas terpancar di wajahnya. Gahar menangkap kegelisahannya dan segera meraih lengannya, menggiringnya masuk ke dalam rumah.
"Don't worry, gue yang bakal jelasin semuanya ke Dokter Haidar," kata Gahar dengan nada tenang.
Kajesha mendadak menghentikan langkahnya, menarik lengannya dari genggaman Gahar. "Gak mau. Kakak pulang aja. Aku bisa kok hadapin kak Haidar sendiri," katanya tegas.
"Jangan keras kepala, Sha," balas Gahar, tak mengendurkan pegangan pada lengannya. Dia terus menarik Kajesha masuk ke dalam rumah, meski gadis itu berusaha memberontak. Mereka akhirnya sampai di ruang tamu. Di sana, Haidar sudah menunggu, duduk di sofa dengan laptop di pangkuannya, tampak sibuk.
Melihat keduanya masuk, Haidar menutup laptopnya, pandangannya bergantian antara Gahar dan adiknya. "Ke kamar sekarang, Kajesha," perintahnya singkat.
Kajesha menatap kakaknya dengan keras kepala. "Tapi, kakak janji harus dengarin penjelasan kak Gahar sampai selesai, tanpa motong ucapannya," desaknya, jelas tak ingin Gahar disalahkan tanpa kesempatan bicara.
Haidar hanya mengangguk, ekspresinya tetap datar. Namun Kajesha tak mau terima begitu saja. "Janji dulu, Kak," katanya lagi, menuntut kepastian.
Haidar mendesah pelan. "Saya janji," ucapnya akhirnya.
Baru setelah itu Kajesha terlihat lebih tenang. Dia melirik Gahar sekilas, seperti memastikan semuanya baik-baik saja, sebelum akhirnya bergegas menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua. Saat Kajesha menghilang dari pandangan, Haidar menoleh ke Gahar dan memberi isyarat untuk duduk.
"Silakan jelaskan, Gahar," katanya, nadanya tetap tenang tapi tegas.
Gahar menghela napas sebelum memulai penjelasannya. Dia menceritakan segala hal yang terjadi dengan detail, dari awal hingga akhir, tanpa menyembunyikan apapun. Haidar mendengarkan dengan seksama, sesuai janjinya, tanpa menyela satu kalipun. Setelah selesai, Haidar hanya mengangguk kecil, menandakan bahwa dia mengerti.
"Saya percaya sama kamu," ujar Haidar akhirnya. "Tapi, gimana soal pelaku yang ngelakuin teror ke Kajesha? Ada kemajuan?"
Gahar menatap Haidar sejenak sebelum menjawab, "Kasih saya waktu beberapa hari lagi, Dok. Tim inti masih bekerja di lapangan. Kita hampir sampai ke titik terang, jadi saya harap Dokter bisa sabar sedikit lagi."
Haidar mengangguk lagi, tanda bahwa dia mengerti. "Baik. Saya serahkan semuanya ke kamu. Saya percaya kamu bisa jaga adik saya."
Setelah itu, Gahar pamit dan berjalan ke luar rumah. Ketika membuka pintu, dia melihat Harsa baru saja sampai di depan teras, lelaki itu tampak lelah. Mereka saling bertatapan sejenak, namun tak ada kata kata yang terucap. Gahar hendak melanjutkan langkahnya, namun urung ketika Harsa tiba tiba memanggilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAHAR
Teen FictionGahar Radjaksa Malik mendapat suara terbanyak atas predikat siswa paling berbahaya di SMA Rajawali karena menyebabkan halusinasi dan kegilaan akut hanya dengan sesederhana menatap sepasang matanya. Menyandang status sebagai El Presidente of Salvador...