“Sebuah pemberian tidak diukur dari nilainya, tapi dari kasih sayang di dalamnya.”
༺☘︎༻
Pukul 10.00 Pagi, langit tampak cerah, namun suasana di sekitar aula besar sekolah justru terasa sedikit berat. Kajesha, dengan langkah yang berat dan raut wajah masam, menyeret sapu besar di tangannya. Di sampingnya, Rachel dan Kiara sudah sibuk mencabut rumput liar di sekitar halaman aula. Sementara itu, suara pembicara di dalam aula mulai terdengar, dengan lantunan suara Kepala Sekolah yang memulai pidatonya kepada para murid baru.
Sembari menyapu lantai aula yang seolah tidak ada habisnya, Kajesha sesekali melirik ke arah dalam aula. Beberapa pasang mata terlihat mencuri pandang ke arahnya, terutama dari barisan murid laki-laki. Ada rasa kesal yang bercampur dengan keangkuhan dalam hatinya—dia seharusnya tidak berada di sini, dihukum di depan murid-murid baru, membersihkan aula seolah dirinya hanya seorang pesuruh. Namun, alih-alih merasa terhina, Kajesha memutuskan untuk menikmati perhatian itu.
Dengan gerakan anggun, Kajesha menyibakkan rambut panjangnya yang berkilau di bawah sinar matahari pagi, membiarkannya terurai bebas. Keringat tipis membasahi pelipisnya, dan dengan sengaja, dia mengusap peluh itu dengan ujung jari, membuat gerakan yang terlihat begitu halus namun penuh maksud. Sekilas, Kajesha bisa melihat salah satu murid laki-laki di barisan belakang tersenyum kecil saat memperhatikannya, dan Kajesha hanya menambahkan sedikit lengkungan di sudut bibirnya.
Rachel, yang sedang berjongkok di sebelahnya, mendesah keras. "Lo serius menikmati hukuman ini, Sha?" tanyanya sambil menatap ke arah rumput yang tak kunjung habis.
Kiara menimpali, "Cepat selesaiin hukumannya, Sha, atau hukuman kita bisa diperpanjang."
Kajesha hanya terkikik pelan. Di dalam aula, ketua OSIS mulai berbicara, memaparkan program-program sekolah dengan semangat. Sementara itu, Kajesha dan kedua sahabatnya terus bekerja di luar, dengan mata yang selalu terjaga untuk memastikan tidak ada yang terlalu mempedulikan mereka, meskipun banyak sekali terutama para siswa.
Saat Kajesha menggerakkan sapunya untuk kesekian kali, tiba-tiba pandangannya terpaku pada sosok yang tampak sibuk di pinggir panggung di dalam aula. Sosok itu tinggi, dengan punggung tegap dan rambut yang sedikit berantakan—sebuah tampilan yang menciptakan keseimbangan sempurna antara ketampanan dan sikap acuh tak acuh. Tangannya mengatur perlengkapan teknis, dan sesekali dia melirik ke arah pembicara di panggung untuk memastikan semuanya berjalan lancar.
Kajesha menghentikan gerakannya sejenak, seolah dunia di sekelilingnya melambat. Pandangannya tertuju penuh pada lelaki itu, dan tanpa sadar, dia menopang pipinya dengan satu tangan, membiarkan sapunya jatuh tergeletak di sampingnya. Ada sesuatu yang begitu memikat tentang cara lelaki itu bergerak—tenang dan penuh percaya diri. Gerakan mata Kajesha mengikuti setiap langkahnya, seolah sosok itu memiliki gravitasi tersendiri yang tak bisa diabaikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAHAR
Teen FictionGahar Radjaksa Malik mendapat suara terbanyak atas predikat siswa paling berbahaya di SMA Rajawali karena menyebabkan halusinasi dan kegilaan akut hanya dengan sesederhana menatap sepasang matanya. Menyandang status sebagai El Presidente of Salvador...