08 : Conflicted Hearts

725 127 75
                                    

“Saat kamu membiarkan pikiranmu mengembara kepada orang lain, kesetiaanmu patut dipertanyakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Saat kamu membiarkan pikiranmu mengembara kepada orang lain, kesetiaanmu patut dipertanyakan.”

༺‎☘︎༻

Suara deru mesin motor yang mendekat terhenti di depan sebuah rumah megah yang menjulang dengan angkuh. Gahar turun dari motornya setelah melepas helm, dia menghela napas panjang yang seakan membawa beban berat bersamanya. Matanya menatap rumah itu sejenak, seolah memaknai setiap lekuk kemewahannya—yang entah kenapa, selalu terasa dingin dan jauh. Tanpa banyak berpikir lagi, dia melangkah masuk ke dalam.

Begitu pintu terbuka, pandangan Gahar langsung tertuju pada sosok pria paruh baya yang sedang duduk di ruang tengah, berhadapan dengan laptop yang menyala. Namun, Gahar tak memedulikannya. Dia melangkah menuju tangga, namun baru satu kaki menjejak di anak tangga pertama, suara berat yang begitu dikenalnya menghentikan gerakannya.

"Kenapa membolos mata pelajaran terakhir?” Suara Gibson, Ayahnya, menggelegar di ruangan yang luas itu. "Gahar, tidak bisakah kamu bersikap sebagaimana mestinya? Saya sudah merancang masa depanmu dengan cermat, dan memastikan semuanya berjalan baik. Kenapa kamu tidak bisa menghargai itu dan menjadi anak yang patuh?"

Gahar menarik napas panjang, kali ini bukan karena kelelahan, melainkan karena muak. Kata-kata itu sudah terlalu sering terdengar di telinganya, membuat segalanya terasa samar, hampir berdengung. Dia memilih diam, hendak melangkah lebih jauh.

"Gahar Radjaksa Malik!" Suara Gibson naik satu oktaf, menggema di ruangan yang begitu luas hingga terdengar menggigit. Napasnya memburu saat melihat putranya sama sekali tak menoleh.

Gahar akhirnya berhenti sejenak, dan memalingkan wajah, menatap ayahnya sekilas—tatapan yang dingin dan penuh jarak—lalu tanpa sepatah kata pun, dia kembali melangkah naik menuju kamarnya.

"Kamu mengabaikan Papa lagi!?" Suara Gibson kembali memecah keheningan, penuh dengan frustrasi yang tak tersalurkan, namun Gahar sudah menghilang dari pandangannya, meninggalkan ruangan yang terasa semakin hampa dan sunyi.

Gibson mengusap wajahnya dengan kedua tangan, seolah mencoba mengusir kepenatan dan frustrasi yang menumpuk. Dia berkacak pinggang, pandangannya kosong menatap ke arah tangga, tempat Gahar tadi menghilang. Pikirannya penuh, dan keheningan yang menyelimuti rumah besar itu hanya memperburuk suasana hatinya.

Tak lama, suara pintu terbuka memecah keheningan. Seorang perempuan masuk, melangkah perlahan setelah melepas sepatu tingginya. Rambutnya tergerai lembut di pundak, dan raut wajahnya memancarkan kehangatan yang kontras dengan atmosfer dingin yang menyelimuti rumah.

"Papa, what's goin' on?" tanya Gehlee.

Gibson menoleh, tatapannya masih dipenuhi jejak-jejak emosi yang belum mereda. "Adek kamu pulang," gumamnya dengan nada datar.

GAHARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang