11 : The Dispute Unfolds

798 116 36
                                    

“Kepada Gahar, dia bukan untuk mereka yang takut dengan risiko, karena dirinya adalah risiko itu sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Kepada Gahar, dia bukan untuk mereka yang takut dengan risiko, karena dirinya adalah risiko itu sendiri.”

༺‎☘︎༻

Gahar memarkirkan motornya di depan basecamp, merasakan hembusan angin malam yang menusuk kulit. Suara mesin yang mati seketika menghilang di antara gemuruh tawa dan obrolan dari dalam. Setelah melepas helm, Gahar mengamati sekeliling. Meskipun sudah pukul 22.00 malam, suasana di sekitar masih hidup. Sebagian besar anggota Salvador tampak sibuk dengan urusan mereka, seperti enggan beranjak meski hari semakin larut.

Gahar melangkah masuk. Di dalam, Jayden, Heksa, Naraka, dan beberapa anggota Salvador lain masih bertahan, sementara anggota inti lainnya sudah pulang. Gahar menuju sofa dengan langkah tenang, duduk sambil menghela napas pelan. Kedatangannya menarik perhatian Jayden yang tengah asyik bermain game di ponselnya. Jayden segera mengunci layar dan beranjak menghampiri Gahar.

"Udah ketemu siapa yang pakai motor itu?" tanya Gahar, melepas jaketnya dengan satu gerakan. Terlihat luka panjang di lengannya, merah dan sedikit membengkak.

Jayden mengangguk, wajahnya serius. "Udah, Bos. Tapi itu motor curian. Pemilik aslinya bapak-bapak yang jualan di pasar."

Heksa mendekat, duduk di samping Gahar. "Luka lo diobatin dulu," ujarnya sambil melirik luka yang terlihat cukup dalam.

Gahar mengangguk pelan, lalu menggulung lengan bajunya hingga lukanya terlihat sepenuhnya. Darah yang mengering membuat luka itu tampak lebih mengerikan. Jayden segera bergerak, mengambil kotak P3K yang tergeletak di atas meja, lalu meraih selembar kasa steril dan antiseptik. Dengan hati-hati, dia membersihkan luka di lengan Gahar.

"Darahnya udah mulai kering," komentar Naraka yang memperhatikan dari sudut ruangan. "Om Gibson atau Kak Gehlee nggak ada yang ngeh?"

"Kak Gehlee sadar, tapi gue bilang lukanya nggak parah," jawab Gahar tenang, meski rasa perih masih terasa di lukanya.

Jayden menggeleng pelan. "Lain kali, prioritasin luka dulu," ujarnya sambil membalut luka Gahar dengan perban putih, memastikan agar balutannya cukup erat namun tetap nyaman.

Gahar hanya mengangguk. Setelah lukanya terawat, dia menyandarkan kepalanya ke belakang sofa, membiarkan tubuhnya yang lelah meresapi kenyamanan singkat. Matanya terpejam sejenak, berusaha merilekskan diri.

Naraka mengalihkan pandangannya dari layar ponsel, menatap mereka satu per satu sebelum berbicara. "Bang Nevan ngajak ke klub. Ada Bang Kareel juga di sana," katanya dengan nada santai, namun cukup menarik perhatian.

"Gue ayo aja," sahut Heksa tanpa berpikir panjang.

Jayden menoleh ke arah Gahar. "Bos, gimana? Aman gak kalau ikut?"

Gahar berpikir sejenak, lalu mengangguk. "Ayo, berangkat."

Dengan sigap, Gahar bangkit dari sofa, meraih jaketnya yang tergantung di sisi kursi, dan memakainya. Gerakannya segera diikuti oleh yang lain. Mereka bergegas meninggalkan basecamp, keluar ke halaman yang masih basah oleh sisa hujan tadi sore.

GAHARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang