“Hati yang terikat pada yang tak bisa dimiliki hanya akan merasakan sakit yang mendalam.”
༺☘︎༻
Kantin dipenuhi suara riuh, di mana para siswa siswi sibuk berbincang sambil menikmati makanan siang mereka. Meja-meja penuh sesak, beberapa di antaranya dipenuhi nampan berisi sisa makanan dan botol-botol air mineral. Bau gurih dari gorengan dan aroma pedas dari mie instan menguar, bercampur dengan suara langkah kaki yang bergema di lantai.
Di sisi kanan kantin, antrean panjang terbentuk di depan kios makanan, mereka sabar menunggu giliran mereka dengan sesekali mengintip ke arah menu yang terpampang di dinding. Beberapa lainnya memilih duduk di bawah pepohonan di luar kantin, mencari tempat yang lebih tenang untuk makan sambil menikmati semilir angin.
Terdengar percakapan riang dari beberapa sekelompok orang yang sedang bersenda gurau, sementara yang lain asyik mengerjakan tugas di sela waktu makan mereka. Kantin terasa hidup, menjadi pusat keramaian di tengah kesibukan sekolah yang penuh dengan energi remaja.
Di bawah salah satu pohon besar yang rindang, terlihat inti SALVADOR yang sedang berkumpul dan duduk santai di bawah sana. Javian, Sastra, dan Heksa duduk di kursi panjang yang terbuat dari kayu, sementara Jayden dan Naraka bersantai di rerumputan hijau yang terhampar di bawah. Mereka tampak menikmati obrolan sambil sesekali menyuapkan makanan ke mulut. Suasana penuh dengan tawa kecil yang sesekali pecah di antara mereka.
Naraka mengangkat cangkir kopinya, matanya menyapu ke arah Javian. "Lo rajin banget baca sejarah. Seru di mananya sih? Gue bacanya malah bikin ngantuk."
Javian tersenyum kecil, menyandarkan tubuhnya di kursi. "Gue justru menikmati. Baca soal perjuangan bangsa kita bikin gue mikir, gimana rasanya hidup di zaman penjajahan."
Sastra, yang sejak tadi asyik mengunyah bakwan, mengangguk setuju. "Gue nggak bisa bayangin, Jav. Kalau gue hidup di masa itu, mungkin udah kabur ke hutan. Jadi gerilyawan, muncul tiba-tiba, terus serang musuh dari belakang."
Naraka terkekeh. "Halah, paling lo baru kena tembak sekali udah merengek minta pulang."
Sastra mendengus, tapi tetap tertawa. "Ya, tapi serius, gue salut sama pejuang zaman dulu. Mereka nggak cuma kuat fisik, tapi iman mereka juga luar biasa. Kayak para nabi, meskipun banyak ujian, mereka tetap teguh sama kepercayaan mereka."
"Bener tuh," timpal Heksa yang sedari tadi hanya mendengarkan. "Kayak Nabi Nuh. Bertahun-tahun bikin bahtera meskipun semua orang di sekitarnya ketawain beliau. Kalau lo di posisinya, bisa nggak sabar kayak gitu?"
Sastra terdiam sejenak, berpikir, lalu tertawa lepas. "Nggak lah! Gue mah udah ngamuk duluan kalau diketawain terus. Tapi ya, nabi itu kan emang beda. Mereka ditakdirin buat jadi inspirasi dan nguatin kita yang manusia biasa."
Percakapan mengalir dengan santai, diwarnai tawa ceria dan candaan yang mencairkan suasana. Di tengah tengah keasyikan mereka, Jayden duduk bersandar di bawah pohon, jari jarinya dengan lincah memetik senar gitar. Melodi indah yang dia ciptakan menambah kedamaian siang itu dengan harmoni yang menenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAHAR
Teen FictionGahar Radjaksa Malik mendapat suara terbanyak atas predikat siswa paling berbahaya di SMA Rajawali karena menyebabkan halusinasi dan kegilaan akut hanya dengan sesederhana menatap sepasang matanya. Menyandang status sebagai El Presidente of Salvador...