France Rugby 7

122 14 2
                                    

Tiga hari kemudian, Sunoo akhirnya mengakui dirinya benar-benar tak punya pilihan. Bukan berarti hal itu membuatnya merasa lebih baik. Apa yang bisa ia perbuat? Keluarganya masih terguncang atas pengungkapan itu. Seantero negeri masih terguncang. Para reporter berkemah di depan rumah orangtua Sunoo sampai Heeseung menyewa petugas keamanan untuk melindungi mereka dan mengusir para reporter. Sunoo telah menciptakan pertengkaran yang tidak menyenang-kan. Ia tidak pernah bercerita kepada kakak-kakaknya, sehingga mencari pertolongan sekarang dan dengan demikian membawa serta serombongan sirkus media adalah tindakan tidak termaafkan. Hal terbaik yang bisa ia lakukan adalah menghilang. Tapi sayang-nya hal itu hanya bisa terjadi dengan satu orang yang sungguh tidak ingin untuk ia hadapi: Heeseung. Dengan datang ke Paris, Sunoo tahu dirinya diam-diam setuju untuk tinggal dalam waktu yang tidak ditentukan- sampai situasi di rumahnya tenang, atau sampai ia bisa mendapatkan pekerjaan lain. Yang mana pun, ia tidak berada dalam posisi untuk mengambil inisiatif saat ini.

Namun Sunoo berbicara berbelit-belit, menyangkal, dan menyaksikan dengan ngeri ketika kisahnya menarik minat pers, menyaksikan rumah kecil dan taman-nya dikepung. Heeseung berjuang melewati para reporter itu pada hari sebelumnya, wajahnya kaku oleh amarah ketika dia memarahi Sunoo begitu masuk ke rumah kecil itu.

"Ini menggelikan. Kalau kau tidak pergi dan datang bersamaku sekarang, hari ini, kau akan menciptakan masalah yang lebih besar lagi. Mereka tahu rumahmu, rumah keluargamu. Pada titik tertentu kau harus meninggalkan rumah, atau apakah kau berencana bertahan hidup hanya dengan udara dan air?" Sorot mata Heeseung yang tajam dialihkan ke rak-rak kosong di dapur Sunoo.

Sunoo tidak pernah merasa begitu hancur, begitu terancam, sepanjang hidupnya. Bahkan ketika Ryan dalam keadaan paling buruk, ia masih memiliki kebebasan, ruang. Heeseung belum menyentuh bagian terdalam dirinya yang habis terinjak-injak. Sunoo menggeleng-geleng sekuat mungkin untuk mengingkarinya. "Tolong. Jangan memaksaku; aku tidak bisa pergi. Entah bagaimana aku akan bertahan."

"Bagaimana?" tanya Heeseung kasar. "Bulan depan, rumahmu akan disita. Kau tidak dalam posisi untuk keluar dan mencari pekerjaan dalam radius 320 kilometer di negara ini. Aku tinggal di sini karena mengkhawatirkanmu dan keluargamu, tapi aku harus kembali ke Prancis." Heeseung menunjuk tirai jendela Sunoo yang ditutup. Sunoo bisa mendengar orang-orang berdesakan di luar. "Apa kau siap menghadapi mereka sendirian?"

Sunoo menatap Heeseung dan membiarkan amarahnya bangkit. Sunoo tahu dirinya sama bersalahnya dengan Heeseung, tapi ia tetap melampiaskannya kepada pria itu. "Ini semua salahmu. Kalau kau tidak mengejarku, kalau kau tidak menginginkanku-"

Kata-katanya terpotong ketika Heeseung mengikis jarak di antara mereka dan mencengkeram lengan atasnya, menariknya mendekat. Kata-kata Sunoo tertahan di tenggorokan ketika tubuhnya menempel ke tubuh Heeseung. Baru kali ini ia melihat pria itu begitu marah.

Mulut Heeseung membentuk segaris tipis, menandakan ketidaksenangannya. "Aku menginginkanmu, ya, tapi kau menyetujuinya tanpa membantah, Sunoo. Bukan aku alasan pernikahanmu gagal, dan bukan aku alasan kau tidak pernah menyatakan kebenaran sebelumnya, dan pastinya bukan aku alasan kau terdorong untuk menumpahkan kemarahanmu beberapa hari lalu."

Sunoo menelan ludah ketika mendongak, tertahan dalam cengkeraman Heeseung, tubuhnya respons tubuh Heeseung. Masalahnya, Heeseung adalah alasannya, tapi ia tahu ia tidak bisa menyalahkan pria itu. Heeseung mengubahnya; sejak momen pertama mata mereka saling tatap, sesuatu dalam diri Sunoo mulai meleleh dan bernapas lagi. "Maafkan aku," katanya pelan, muram. "Kau benar. Itu bukan salahmu."

"Tentu saja bukan salahku. Kalau ada yang berhak disalahkan, kaulah orangnya. Karena ini, dampak diri-mu padaku, murni kesalahanmu."

Heeseung menatap Sunoo dalam waktu lama, sebelum menariknya semakin dekat ke dada, dan memagut bibirnya. Ciuman pria itu bergairah, membuat bibir Sunoo bengkak, begitu menyeluruh. Tangan Heeseung menahannya dengan mudah, menekannya erat ke pusat gairah pria itu yang membesar dengan cepat. Dan Sunoo tidak berbuat apa-apa untuk menghentikan Heeseung karena ia tidak bisa. Tidak mau. Heeseung belum menyentuh dirinya sejak peristiwa itu. Dan Sunoo membutuh-kannya, sangat menginginkan Heeseung sampai-sampai tidak ada hal lebih penting selain Heeseung ada di sini, sekarang. Heeseung mundur setelah saat-saat membakar yang lama. Mereka berdua tersengal-sengal, jantung berdetak serempak.

Kim.Sunoo Harem (Gs)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang