ִֶָ𓂃 ࣪ ִֶָ5 41 HARI་༘࿐

774 76 47
                                    

"Malem pertama di desa deket pantai sesejuk ini ya hawanya, bisa denger suara laut berombak." kata Maya disisi Jaluh yang tengah memangku Ayesha.

"Baaaaa~" sela Ayesha merasa wajah dan rambutnya tertiup angin kencang.

Jaluh menganggukkan kepalanya, "Makanya gue sama Ken milih disini, soalnya kkn deket gunung udah biasa."

"Tapi disini sayang minim air bersih sama jarang orang jualan jajan," celetuk Calista dari belakang bersama Erik dan Judika yang membawa gitar.

"Namanya juga desa pelosok, jauh dari kota. Jadi minim suplier perjajanan." jawab Jaluh.

Erik mendekati Ayesha yang menggemaskan, "Gue pengen gendong Ja."

Jaluh memberikan Ayesha kepadanya. "Bentar lagi tidur kena angin sepoi-sepoi tuh."

"Beneran adeknya Ken?" tanya Calista sekali lagi.

"Iya," jawab Jaluh.

"Gak percaya gue."

"Ken kemana emang?" tanya Judika.

"Tadi pamitan muter-muter desa sama Laras sih soalnya Laras ngidam sari roti."

Judika lalu menggenjreng senar gitarnya, "Ayo nyanyi May." ajaknya pada Maya.

Maya menggelengkan tidak kepalanya. "Nggak bisa nyanyi, suara gue jelek. Malu."

"Juwita aja, dia kan pernah juara satu vocal lomba nyanyi antar kampus." sahut Jaluh.

"Cal, kalo ngevape jangan deket Ayesha." ujar Yohanes tiba-tiba datang sambil membawa sepiring gorengan mendatangi mereka yang ada di dekat tepi pantai.

Calista menyengir sambil hormat, "Siap pak guru, salah. Hehehe."

"Bener kata Yohan, sayang." ucap Erik sambil mengajak bercanda Ayesha.

"Juwita mana?" tanya Judika.

"Masih goreng pisang dari Bu Kades barusan sama Mila dan Billy." jawab Yohanes.

Maya merengutkan keningnya, "Billy bisa masak?"

"Bisa, dia malah jago masak. Gue sekost sama dia. Mesti dia jadi juru masak dikostan." kata Judika.

"Wiwin, Kristof, sama Mahen kemana?"

"Mabar game di dapur ngerecokin Juwita goreng-goreng."

"Pwapi...." kata Ayesha menunjuk teras rumah.

Mereka menoleh kearah yang ditunjuk Ayesha, terdapat Kenzo baru saja datang  dengan membonceng istrinya di sepeda motor vespa matic milik Mahen.

Larasati turun dari boncengannya dengan menenteng kresek besar berisi kebutuhan Ayesha seperti popok, marie susu, dan chiki lainnya. "Huh, jauh juga indoremat darisini, butuh 45 menit." keluhnya.

"Jajan buat kita sai?" tanya Aruna dari teras rumah.

"Yang dikresek merah. Kalo yang di kresek indoremat kebutuhan Ayesha," jawab Kenzo membawa istrinya membawa bbarang belanjaan keduanya masuk ke dalam rumah.

Erik menurunkan Ayesha dari gendongannya karena bocah itu terus menggeliat meminta turun. "Ndak usah lari ya..., pelam-pelan."

Ayesha mengangguk lalu berjalan kearah rumah sewa mereka yang jaraknya 400 meter dari tepi pantai. "Pwapi! Pwapi!" pekiknya keras.

"Gak ditemenin Ja?"

"Biar, udah biasa sendiri si Ayesha."

"Gue masih ragu, Ayesha kek bukan adeknya deh."

"Terserah pendapat kalian. Lagian anak atau adeknya ya sama aja punya hubungan darah."

Larasati masuk ke dalsm kamar pertama, ia menata tempat tidur untuk Ayesha disana supaya Ayesha dapat tidur dengan nyenyak. "Kamu nanti tidur sini aja gapapa, bilang aja Ayesha gak bisa tidur kalau gak sama kamu."

41 HARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang