ִֶָ𓂃 ࣪ ִֶָ28 41 HARI་༘࿐

150 35 23
                                    

Zidane melihat kakaknya sedang belajar di ruang televisi bersama Ayahnya. Ia celingukan mencari sang ibu yang daritadi tidak terlihat di rumah, ia mengucek matanya kemudian mengenyot dot-nya tuk melangkah ke ayahnya.

"Mwami," panggilnya.

"Mwami beli sayur," jawab Kenzo.

"Akak!" panggil Zidane duduk disebelah kakaknya.

Ayesha tersenyum menatap wajah bangun tidur adiknya, lalu ia kengecup dahinya. "Good mwoning adek..."

"Too yuuu...." jawab Zidane disela mengenyot dot-nya.

Kenzo menutup buku membaca putrinya. "Dilanjut sore ya kak, nanti buku mu disobekin adek."

"Iya pwapi," jawab Ayesha kini memeluk adiknya gemas.

"Kakak mau main nggak? Dicariin mbak Cita didepan rumah." tawar Larasati datang dari luar rumah sambil membawa kantong plastik berisi sayuran karena hari minggu hari libur, ia harus menjadi ibu rumah tangga sutuhnya dengan menyetok makanan.

Ayesha menganggukkan kepalanya, ia melepaskan pelukan adiknya. "Pwapi minta uwang beli jajan."

"Nggak boleh jajan jelly," peringat Larasati melihat outrinya diberi uang oleh Kenzo.

Kenzo mengusap pucuk kepala putrinya. "Mainnya di depan rumah atau di teras. Gak boleh ke rumah kosong."

"Otey, bye..." Ayesha berpamitan kemudian keluar rumah tuk menghampiri teman-temannya yang sudah menunggu didepan rumah.

Zidane memeluk ibunya sambil mendusel-duselkan wajahnya dibelahan dada ibunya. "Nenen...." ucapnya.

"Ih belum mandi, belum gosok gigi, nda mau mwami." kata Larasati mendudukkan putranya diatas kursi.

"Mandi sama pwapi ya?" tawar Kenzo merentangkan dua tangannya pada putranya.

"Maw nenen hiks..." tangis Zidane sambil menunjuk payudara ibunya.

Sebelum putranya tantrum besar, kini Larasati langsung menyumpali mulut putranya dengan puting payudaranya yang masih mengeluarkan susu. "Cup, cup, cup, pelan-pelan kalo minum nda ada yang minta kok. Nenenya kan buat adek semua."

"Papi jatah malem." kata Kenzo kemudian merebahkan diri di paha istrinya.

"Kamu nggak ikut kerja bakti bapak-bapak di depan?" tanya Larasati.

"Nggak males, aku bilang nggak enak badan." jawab Kenzo mengeluarkan hp-nya dari sakunya tuk bermain game.

Larasati hanya menghela nafas panjang, ia tahu suaminya itu minder dengan bapak-bapak lain yang memiliki pekerjaan tetap dan berjabat. Sementara suaminya masih menjadi mahasiswa semester akhir, pekerjaannya juga serabutan, hanya owner peternakan sapi dan toko baju thrifthing brand luar.

"Ahhh...." Zidane melepaskan hisapannya dirasa sudah cukup meminum ASI-nya. Ia melihat ayahnya bermain game jadi ikutan tiduran diatas dada sang ayah. "Pwapi adek nah maw capi...."

"Lihat sapi?" tanya Kenzo.

"Eung, capi gemoi ituyoh..." kata Zidane menunjuk ibunya sebagai perumpaman sapi.

"Adek nda mau main di depan rumah aja?" tawar Kenzo digelengi oleh Zidane.

"Semwaaa jingan!!!" seru Zidane sambil memukul wajah ayahnya.

Plak!

"Astagfirullah," terkejut Larasati menahan tangan putranya.

Kenzo terkekeh sambil mengelus pipinya putranya yang tidak memiliki teman sama sekali, baik di rumah maupun di sekolah. "Mandi dulu ya, terus berangkat."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

41 HARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang