Chapter 53 - Congratulation

2.3K 354 78
                                    

Setelah memutuskan untuk pindah rumah dan hidup tanpa berdampingan dengan mertua dan ipar, tampaknya rumah tangga Nabila dan Paul semakin bertambah harmonis. Ternyata kunci bahagia dalam pernikahan hanya satu yaitu, tidak ada campur tangan orang lain dalam hubungan rumah tangga.

Tak hanya itu, kini Nabila pun merasa lebih bebas untuk berekspresi tanpa merasa tak enak dengan mertua.

Support suami juga tentunya menjadi hal yang penting dalam menjaga keutuhan pernikahan, seperti yang dilakukan Paul selama ini, ia selalu ada di pihak Nabila dan menjadi pembela di tengah huru hara masalah dengan keluarganya.

Hari ini merupakan hari weekend, keduanya tampak sengaja berleha-leha di kasur karena tak ada kegiatan yang mengharuskan mereka untuk keluar.

"Mmm jam berapa ini, udah siang kah?" Paul mulai mengerjapkan mata, ia terbangun karena sinar matahari mulai menyelisik masuk ke dalam sela-sela jendela kamar.

"Sayang, belum bangun?" Di lihatnya Nabila masih tidur terlelap di sampingnya.

"Cantiknya aku," kata Paul, sesekali ia mengusap lembut wajah serta membelai rambut panjang istrinya yang sudah tergerai. Pemandangan ini menjadi part yang paling disukainya setelah menikah karena ia bisa melihat rambut indah Nabila dengan bebas.

Beberapa menit kemudian Nabila belum juga bangun, akhirnya Paul memutuskan turun ke lantai dasar menuju dapur untuk membuat sarapan, karena mereka belum mendapatkan Asisten Rumah Tangga yang tepat dari yayasan.

Mungkin saat ini Paul bisa di nobatkan sebagai suami idaman. Bagaimana tidak, selain tampan, berbakat dalam segala bidang, romantis, selalu memuliakan istri, sampai ia mau membuatkan sarapan yang mungkin jarang dilakukan oleh laki-laki diluar sana. Definisi gentleman, karena semua kriteria pria idaman ada dalam dirinya.

Pengalaman kuliah di luar negeri cukup membuatnya menjadi seseorang yang mandiri sampai ia bisa memasak, walaupun hanya masakan simple seperti membuat sandwich. Pengalamannya tersebut ternyata terpakai saat ia sudah berkeluarga, sehingga sekarang ia bisa membuat menu sarapan untuk dirinya dan juga Nabila.

"Menu sarapan yang biasa gue makan pas di US, semoga istri gue suka," ucapnya.

"Jadi deh, tinggal ambil susu," Paul beranjak mengambil dua gelas untuk menuangkan susu sebagai menu pelengkap sarapan.

Setelah berjibaku di dapur selama kurang lebih 20 menit, Paul pun kembali ke kamar dengan membawa nampan berisi sarapan untuk keduanya.

Klek (Suara pintu)

"Sayang udah bangun? Ini aku bawain sandwich sama susu buat kita sarapan," ujar Paul masuk ke dalam kamar.

"Kamu kenapa sayang?" tanya Paul, pada saat melihat Nabila tengah duduk bersandar sambil memegangi bagian perutnya.

"Aku lagi red day, sakit banget," jawab Nabila dengan suara yang lemah karena menahan sakit haid hari pertama.

"Ya ampun, terus kalau udah sakit gitu harus gimana sayang, minum obat apa gimana?" tanya Paul mulai khawatir, meskipun itu sudah menjadi hal yang biasa bagi semua kaum hawa.

"Aku biasanya di redain pakai bantal penghangat gitu," jawab Nabila.

"Oh ada, kamu simpan dimana biar aku ambilin," Nabila pun menunjukan letak dimana ia menyimpan alat tersebut. Tak mau istrinya semakin kesakitan Paul pun gerak cepat untuk mengambilnya di dalam laci meja rias.

"Sekalian tolong colokin ke listrik ya 5-10 menit, baru nanti bisa dipakai di perut," kata Nabila dan Paul pun mengikuti perintahnya.

Melalui kejadian ini pikiran Paul kembali terbuka, ternyata terlahir menjadi seorang perempuan itu tak gampang, setiap bulannya mereka harus merasakan sakit dan perubahan hormonal akibat menstruasi.

GEULISYAWhere stories live. Discover now