40

8.2K 194 66
                                    

Setelah tiba di rumah sakit, Zaya segera masuk ke dalam ruangan yang sudah di beritahukan oleh salah suster.

Tubuhnya tiba-tiba lemas melihat seseorang yang dari dulu selalu nempel padanya kini berbaring tak berdaya di atas brankar rumah sakit.

Zigar yang dia kenal paling menjengkelkan terlihat begitu lemah dengan luka-luka yang menghiasi tubuhnya. Rasa bersalah kembali menyeruak di hatinya melihat keadaan Zigar.

"Zigar...."

Isakan tangis keluar dari mulutnya. Seberusaha apapun ia menutup mulut tapi isakan itu terus keluar. Zaya tidak bisa menahannya. Dia benar-benar merasa bersalah dan kecewa pada dirinya sendiri.

Karena keegoisannya, Zigar jadi seperti ini.

"Zigar... bangun... gue mohon."

Tak ada jawaban membuatnya menangis histeris. Sudah satu minggu Zigar belum juga membuka matanya.

"Aku harap kamu cepat sadar, Zigar...."

"Kita perbaiki sama-sama."

••••

Sudah dua bulan berlalu. Dan selama itu juga, belum ada keajaiban untuk Zigar sadar. Bahkan dokter pun sulit untuk memastikan kapan lelaki itu sadar. Zigar terlalu nyaman sendiri dalam keheningan.

"Zigar, bangun nak. Mama cuma mau Zigar bangun..." Lirih Mariska sambil memeluk tubuh Zigar dari samping. Matanya sampai bengkak gara-gara menangisi anak semata wayangnya.

"Ma, kita doain, Zigar yah. Jangan nangis kayak gini nanti anak kita ikut nangis." Algintara merangkul pundak istrinya lalu mengantar Mariska pergi dari sana. "Tenang, yah."

"Tante sama om kalau mau pulang gapapa kok. Biar saya yang nemenin Zigar disini."

Algintara hanya mengangguk sekali lalu mengajak istrinya keluar dari ruangan. Jujur, dia bingung melihat keberadaan wanita itu disini. Setelah membuat anaknya patah hati gadis itu malah datang tanpa di undang.

Tapi ini belum saatnya bertanya, yang terpenting ia bisa menenangkan Mariska yang terpuruk.

Wanita yang menjadi beban pikiran Algintara itu pun duduk di samping brankar Zigar sambil mengusap-usap poni lelaki itu yang menutupi dahinya.

"Ganteng juga, yah kalau lagi tidur. Makin cinta deh." Ucapnya lalu mengecup singkat pipi Zigar. "You're so handsome."

"Zigar, kamu cepet bangunnya, yah. Aku gak sabar lihat kamu dalam keadaan baik. Kangen banget tau...."

Moza meraih tangan Zigar yang di infus kemudian menuntunnya ke arah perut buncitnya. "Perut aku udah gede. Bentar lagi, kita bakalan punya bayi lucu.

Cukup lama berbincang-bincang sendiri, Moza sedikit terkejut merasakan jemari yang ia genggam bergerak pelan. Moza membungkam mulutnya sambil meneteskan air mata haru melihat lelaki kesayangannya sudah sadar dari koma setelah dua bulan lamanya.

Dengan cepat, Moza menekan tombol yang berada di samping brankar Zigar lalu kembali menggenggam tangan pucat itu dengan erat.

"Akhirnya kamu sadar juga, sayang...."

Tak lama kemudian satu dokter di temani satu suster pun datang ke ruangan tersebut. Setelah memeriksa dokter itu tersenyum haru. "Alhamdulilah. Setelah melewati masa koma-nya, pasien telah kembali sadar. Ini adalah keajaiban."

Dokter ber-name tag Juan itu memegang pundak Zigar. "Bagaimana, Zigar? Apakah ada gejala lain yang kamu rasakan?"

Cukup lama terdiam akhirnya Zigar mengeluarkan suara membuat tiga manusia itu mematung cukup lama.

ZAZIGAR [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang