46

6.3K 218 34
                                    

Zigar pulang dalam keadaan 3L. Lelah, letih, lesu. Kepalan tangannya penuh dengan luka-luka dan terlihat masih belum di obati. Tiap berjalan, darah itu terus saja jatuh, menitik di atas lantai.

Dia benar-benar syok dan belum bisa menerima kenyataan bahwa Gara, sahabatnya ternyata diam-diam menusuknya dari belakang. Bahkan lelaki itu melakukan hal di luar nalar yang membuatnya hampir kehilangan nyawa.

Mariska yang tengah membaca koran di ruang tamu terkejut melihat kehadiran anaknya yang datang dengan kondisi tidak baik-baik saja.

"Zigar! Anak mama kenapa kayak gini? Tangannya kenapa, nak?" Tanyanya dengan wajah panik.

Bukannya menjawab, Zigar malah menangis sambil mencelupkan kepalanya di ceruk leher sang mama. "Ma... baru kali ini Zigar bener-bener kecewa...."

"Z-Zigar gak kuat, hiks...."

Usapan lembut Mariska mulai bergerak di surai rambut sang anak. "Zaya, hmm?"

"Bukan."

"Jadi siapa?"

Terdiam sejenak kemudian Zigar menjawab. "Gara. Sahabat Zigar."

"Gara yang cerewet itu? Dia kenapa? Sakit?"

"Bukan dia yang sakit tapi Zigar yang sakit hati karena tau sifat dia yang asli, Mom...." Zigar menguatkan pelukannya. "Zigar masih gak percaya."

"Kenapa, nak? Gara kenapa? Kalian berantem?"

"Ternyata selama ini, pelaku penabrakan Zigar waktu itu dia."

Usapan tangannya di kepala Zigar berhenti. Mariska terdiam menatap anaknya yang menangis. "Jangan bercanda, nak."

Zigar menggeleng lemah. "Zigar gak bercanda, Ma."

"Gara yang rencanain semua ini. Gara suruh orang buat nabrak Zigar."

Wanita paruh baya itu geleng-geleng kepala sambil menutup mulutnya. "Astaga... Mama syok, Zigar."

Tangisan Zigar berhenti. Laki-laki itu berpamitan dengan Mariska untuk keluar sebentar. Keluar mencari ketenangan agar dirinya tidak terlalu stres memikirkan semuanya walaupun itu sulit.

••••

Ternyata tempat ternyamannya saat ini berada di dekat Zaya dan memeluk erat tubuh gadis itu. Malam-malam begini, ia rela memanjat atas balkon kamar Zaya agar bisa menemui gadis itu.

"Sabar, yah.. Gue tau lo kuat. Mungkin ini ujian buat lo."

"Itu berarti, Gara bukan sahabat terbaik buat lo." Ucap Zaya sambil menatap Zigar yang menatap kosong ke depan.

"Padahal, selama ini dia itu kayak orang stres. Cerewet, banyak bicara, buaya tapi nyatanya juga iblis." Zigar menghela nafas gusar. "Gue benci penghianat...."

"Jadi, selanjutnya tindakan lo apa?"

"Gue mau bawa masalah ini ke jalur hukum. Gue benci penghianat dan penghianat gak bakalan gue biarin berkeliaran kemana-mana. Gue muak."

Zaya terkejut. "Zigar... dia sahabat lo? Lo tega?"

"Dan lo tega gue gak dapat keadilan?"

"Gak gitu...."

"Jadi apa, hah?!"

Bentakan Zigar membuatnya lagi-lagi terkejut. Gadis itu berdiri kemudian berlari menuju toilet kamarnya.

Merasa sadar dengan apa yang dia lakukan barusan, Zigar segera mengejar gadis itu dan menahan pintu toilet yang hampir saja Zaya tutup.

"Sayang, maaf. G-gue kelepasan."

ZAZIGAR [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang