"Disini kau rupanya" senyum sumringan terukir diwajah seorang lelaki berumur sekitar 54 tahun, wajah laki-laki yang sudah menggambarkan sedikit kerutan namun masih terlihat sangat bugar. Laki-laki itu masih terdiam didalam mobil sedan hitamnya, matanya dibalik kacamata hitam tidak lepas dari sosok wanita yang tengah menatap gundukan tanah dan batu nisan bertuliskan Jasmine Zara.
"Tunggu aku Agam sialan" bisik lelaki itu tidak henti memasang senyum licik miliknya, sesekali matanya melihat sekeliling masih menunggu waktu paling tepat. "Ah sial kenapa juga anak laki-laki itu terus berdiri disana, memangnya dia pengawal" gerutunya sambil mengepalkan tangan tidak sabar ingin menumbangkan Gus Hadwan yang setia mengawasi Jasmine sesuai perintah Abi Agam.
Laki-laki didalam mobil itu masih berusaha menahan diri tidak ingin menyebabkan keributan dan memilih menunggu waktu paling tepat. Bagaikan bulan disambut remaja laki-laki yang tidak lain adalah Gus Hadwan terlihat berjalan menjauh menuju bangunan kecil yang merupakan kamar kecil.
Melihat hal tersebut tentu saja laki-laki tua berjas hitam itu kembali mengembangkan senyumnya, "Ternyata Tuhan masih berpihak padaku haha" ucapnya sambil tertawa sendiri. Tanpa ingin membuang waktu segera tangannya hendak mendorong pintu mobil hingga akhirnya gerakan itu terhenti saat sepasang matanya kembali menangkap sosok Jasmine yang kini malah berjalan mendekatinya.
"Ah benar-benar Tuhan memihak padaku, kini kamu malah berjalan mendekatiku gadis kecil" laki-laki itu memilih memberbaiki kembali posisinya sembari menunggu langkah Jasmine semakin mendekat.
Kini Jasmine sosok yang dia pantau sedari tadi benar-benar sudah berdiri di dekat mobilnya, sedangkan sosok laki-laki yang tadinya bagaikan penghalang belum muncul juga seperti memberikan peluang besar bagi laki-laki tua itu.
"Cantik" laki-laki tua itu tersenyum licik memandangi Jasmine, dia bisa melihat kecantikan gadis itu meski sebagian wajahnya tertutup kain putih. Sejenak laki-laki tua menikmati memandang Jasmine dari dekat hingga akhirnya tangan kekarnya bergerak membuka pintu mobil hendak menghampiri Jasmine sebelum Gus Hadwan yang dia anggap pengganggu kembali kesana.
Sebelum benar-benar beranjak dari kursi mobilnya sekali lagi laki-laki tua itu memastikan bahwa sapu tangan yang sedang dipegangnya sudah disemprotkan dengan cairan bius, "Tunggu aku sayang" ucapnya dengan senyum sembari keluar dari mobil.
Laki-laki tua itu berjalan menghampiri Jasmine dari belakang, menyadari kehadiran seseorang Jasmine segera menoleh, matanya sedikit menyipit menyelediki siapa gerangan sosok laki-laki yang tengah berjalan menghampirinya. Jasmine berusaha memutar memori ingatannya mencari tahu siapa kira-kira laki-laki itu namun hasilnya nihil karena memang Jasmine belum pernah bertemu sebelumnya.
"Hay" suara berat laki-laki tua itu menyapa Jasmine, matanya dibalik kaca mata hitam menikmati tubuh Jasmine, senyumnya mengembang seakan mengatakan kemenangannya.
"Kamu siapa?" tanya Jasmine ragu-ragu dan sedikit ngeri, tubuh mungil Jasmine jelas terlihat sedang gemetar berhadapan dengan laki-laki bertubuh kekar. Mata Jasmine mencari jawaban dengan serius menyelidiki laki-laki itu.
"Jasmine?" tanya laki-laki tua itu yang sontak membuat Jasmine semakin takut tidak karuan. "Kamu siapa?" sekali lagi Jasmine bertanya dengan kaki melangkah mundur, berharap Gus Hadwan segera datang dan menolongnya.
"Kau pasti putrinya Jasmine kan?" ucap lelaki itu yang kini mengunci gerakan Jasmine dengan tangan yang memagari tubuh Jasmine antara dirinya dan mobil sedan putih.
"Kamu siapa?, dari mana kamu tahu namaku?" Jasmine mulai panik karena sadar kini dirinya tidak bisa menjauh dari laki-laki tua itu. Mendengar ucapan Jasmine tangan kekar laki-laki tua itu segera meraih kaca mata dan melepasnya hingga memperlihatkan sepasang alisnya yang mengkerut, rautnya terlihat bertanya-tanya.
"Namamu siapa?" tanya laki-laki tua itu sekali lagi dengan wajah yang semakin dekat dengan Jasmine. "Saya Jasmine Om, Ning Jasmine Alleya" dengan suara gemetar Jasmine berusaha menjawab, "Kau anaknya si Agam brengsek itu kan?" laki-laki itu kembali bertanya, membuat Jasmine sedikit membulatkan matanya mendengar ucapan yang menyebutkan Abi si brengsek, sesuatu yang belum pernah Jasmine dengar sebelumnya.
"Hey!, ayo jawab!, punya mulut kan?" bentak laki-laki itu sembari melepas tinju tepat disamping wajah ketakutan Jasmine. "Heh, heh, iyaa Om" jawab Jasmine terbata dan napas terengah.
Mata kiri Jasmine yang indah kini telah meneteskan air mata, tubuhnya semakin gemetar ketakutan, dalam hatinya sangat berharap Gus Hadwan segera muncul dan melayangkan tinju pada laki-laki itu.
"Ah, shit" laki-laki itu membuang muka lalu terdiam sejenak, membuat Jasmine bertanya-tanya apa sebenarnya yang dipikiran laki-laki itu.
Sejenak kemudian sapu tangan yang sudah disiapkan dari mobil tadi dikeluarkan dan dengan cepat laki-laki itu membekam Jasmine, Jasmine yang menerima perlakuan itu sejenak meronta-ronta hingga sekian detik tubuhnya sudah terkulai tak berdaya karena efek dari bius yang dia hirup.
"Waktunya kita bersenang-senang gadis kecil" ucap laki-laki tua itu sembari menompang tubuh Jasmine mneuju mobil hitamnya yang berjarak tidak terlalu jauh, sebuah senyum licik kemenangan terus terukir. "Kini giliranku mengambil Jasminemu Agam sialan" ucap laki-laki itu sembari memandangi tubuh Jasmine yang kini duduk terkulai di samping kursi kemudi.
Dengan lincah laki-laki tua itu berlari kecil kesisi kiri mobil untuk segera masuk dan duduk di kursi kemudi dan menyetir mobilnya menjauh dari makam menuju rumahnya.
Mobil sedan hitam itu melaju dengan kecepatan tinggi meninggalkan mobil sedan putih dan Gus Hadwan yang tadinya hanya ke kamar kecil sejenak. Laki-laki tua itu terus terus mengembangkan senyum liciknya sembari sesekali melirik Jasmine yang bagaikan sedang tertidur di sampingnya.
Tangan kekar laki-laki tua itu pun tidak ingin diam saja, dengan sebelah tangan dia berusaha membuka tali kain yang menutupi sebagian wajah Jasmine. "Wow" mulut laki-laki tua itu membulat bersamaan dengan matanya yang berbinar seperti menemukan sebuah berlian di tengah pasir.
"Kenapa wajah secantik ini ditutupi sih, dasar Agam dia terlalu pelit anaknya cantik gini kok disembunyiin, harusnya dipakai dong buat cari uang seperti istrinya dulu" ucap laki-laki tua itu dengan senyum mengembang, matanya tidak henti melirik wanita cantik di sampingnya.
"Malam ini kita akan bersenang-senang ya cantik" dengan lembut tangan laki-laki tua itu mengusap kepala Jasmine yang tertutup jilbab. Mobil sedan hitam itu kembali melaju dengan kecepatan tinggi, laki-laki tua it uterus tersenyum seakan merayakan kemenangan, terngiang-nginang malam panas yang akan dia nikmati bersama gadis yang terkulai lemah di sampingnya. "Agam sialan, setelah ini kita akan impas" bisiknya sembari melirik Jasmine untuk kesekian kalinya.
Disisi lain Gus Hadwan menangis sesugukan saat didapati Kakak satu-satunya sudah tidak ada, "Kak Jas kamu dimana?" ucap Gus Hadwan kesekian kalinya sembari berjalan dan menoleh ke kanan dan ke kiri mengharap menemukan sosok gadis bergaun putih yang sedari tadi dia pantau.
Gus Hadwan terus berjalan tidak menggubris dering gawai dari saku bajunya, kini pikirannya hanya fokus pada satu hal yaitu menemukan Jasmine dalam keadaan seperti dia lihat tadi.
Dering telepon yang sedari tadi berbunyi kini terjawab, "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Abi maafin Awan" ucap Gus Hadwan setelah menerima telepon itu dengan lutut yang melemah dan tumbang dijalanan, tatapan Gus Hadwan kosong dengan air yang bercucuran.
"Maaf
Aku tak begitu jeli
Maaf
Karenaku ini terjadi
Maaf
Aku tak amanah"
-Gus Hadwan Zaid Hayyan-
KAMU SEDANG MEMBACA
AR-RAHMAN BUKAN UNTUK JASMINE (ON GOING)
RomanceSeorang bergelar Ning namun memiliki kehidupan yang bebas, itulah hidup yang sedang dijalani oleh Ning Jasmine Alleya putri dari Gus Agam Syarif Husein dan Zayna Shafiyyah. Jasmine memilih jalan berbeda dari halayak Ning pada umumnya, Jasmine memil...