PESAN DARI INDONESIA (2)

119 8 0
                                    

Namanya Qabil Uwais Algaffar Putra tunggal dari Furqon Alfarizi dan Heira Fadheela Yara, seorang pemuda berusia 18 tahun, salah satu santri di Pondok Pesantren milih Gus Agam Syarif Husein, Qabil adalah lelaki yang akan dinilai sebagai calon suami yang sempurna, tubuhnya profesional wajahnya tampan persis seperti Abinya Furqon Alfarizi, kulitnya putih dengan wajah manis persis seperti Uminya Heira FadheelaYara, selain memiliki fisik yang menarik perhatian kecerdasan Qabil pun tidak perlu diragukan lagi, dia adalah seorang Hafiz muda, yang menguasai kitab, selain itu dia berhasil menerima tiket beasiswa ke Al-Azhar seperti Abinya sebagai Santri terbaik pada tahun kelulusannya. Qabil dibesarkan dengan kebebasan memilih asal Qabil tetap menjadi manusia yang baik dan mengerti tentang ilmu Agama dari orang tuanya, sekolah dasar dan sekolah menengah pertamanya dia habisnya duduk dibangku sekolah umum.

Hingga ditahun ketiga saat dia masih duduk dibangku SMP tepatnya saat umurnya masih 15 tahun. Sosok wanita yang berpakaian muslimah menarik perhatiannya, wanita itu tidak lain adalah Ning Jasmine Alleya, saat itu Qabil dalam perjalanan pulang dari mengikuti pembelajaran tambahan untuk ujian akhir, tanpa sengaja perhatian Qabil teralihkan dengan sebuah kejadian unik, terlihat seorang anak remaja laki-laki seumuran dengannya tengah berlari sambil berteriak menggunakan bahasa arab "Ukhtun kabiirotun" "Kakak", tidak jauh didepan remaja laki-laki itu terlihat seorang remaja wanita berlari sambil mengangkat gamisnya "What, I don't want to go home" (Apa?, aku tidak mau pulang) balas wanita itu yang tidak lama setelah disusul dengan suara brukk.

"Aduh, sakit" wanita itu seketika mengeluh kesakitan saat tubuh mungilnya sudah tergeletak dijalanan licin yang kebetulan baru saja diguyur hujan, "Kena kan, udah dibilang juga jangan minggat mulu" laki-laki yang terlihat lebih besar dari wanita itu segera memegang tangan wanita bergamis. Qabil yang menyaksikan kejadian itu seketika terlena dan menikmati bahkan sebuah senyum terukir dibibir tipisnya saat melihat tubuh mungil yang berbalut gamis panjang itu berguling diatas aspal basah, Qabil seakan sedang menyaksikan sebuah drama action.

"KaJas mah gini terus tiap hari, minggat terus, kasian loh Abi sama Umi ngurusin anak Pondok bisa tapi ngurusin Putrinya sendiri aja kewalahan" omel laki-laki itu sambil berjalan menarik tangan wanita yang kini hanya berjalan pasrah mengikuti laki-laki didepan yang bisa Qabil pastikan bahwa laki-laki itu adalah adiknya. Entah mangnet apa yang membawa langkah Qabil sehingga terus mengikuti langkah dua bersaudara itu hingga mereka hilang memasuki pagar sebuah bangunan yang di depannya tertera tulisan 'Pondok Pesantren Ar-Rahman' dengan sigap Qabil segera mengeluarkan pulpen dan buku kecil menulis nama Pondok Pesantren Ar-Rahman itu, "Yes sudah" ucap Qabil setelah memasuki pulpen dan bukunya yang diikuti dengan wajah bingungnya, "Loh kok aku sampai ngikutin mereka ya pakai nulis-nulis nama Pondok Pesantrennya lagi?" Qabil berjalan pulang sambil bertanya sendiri tentang apa yang baru saja dia lakukan seakan-akan diluar kendalinya.

"Assalamaualaikum warahmatullahi wabarakatuh" ucap Qabil sambil membuka pintu rumah yang kuncinya selalu dia bawa, "Umi, Umi, Umi" ucap Qabil sambil menjelajah ruang mencari sosok wanita yang pasti akan dicari terlebih dahulu setiap baru memasuki rumah. "Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, eh Putra Umi udah pulang" ucap wanita yang tengah asik di depan potongan sayurnya, sepasang tangannya segera dilap dan menyambut salaman dari Qabil.

"Umi, Qabil mau tanya sesuatu boleh?" tanya Qabil sambil membuka tas dan mengeluarkan buku kecil yang tadi dia pakai untuk menulis nama Pondok Pesantren. "Tanya apa Sayang?" tanya Umi Heira dengan penasaran.

"Umi tahu Pondok Pesantren ini?" tanya Qabil sambil menyodorkan buku yang bertulisan Pondok Pesantren Ar-Rahman, "Hmm, Umi kurang yakin tapi kayaknya Umi tahu deh, entah ya kalau ada Abimu pulang Umi pastiin dulu" jawab Heira seakan tidak asing dengan Pondok Pesantren itu.

"Memangnya ada apa dengan Pondok Pesantren ini Sayang?" tanya Umi Heira, "Tidak apa-apa Umi, Qabil hanya penasaran aja" jawab Qabil singkat. "Ya sudah kalau begitu, sana mandi ganti baju baru kita makan kue buatan Umi ini" ucap Heira sambil memperlihatkan sebuah bolu yang baru keluar dari oven, "Oke Umi" Qabil berlalu menuju kamarnya.

"Nah itu dia anaknya" ucap Umi saat melihat Qabil berjalan menghampiri, Abi Furqon juga terlihat duduk disamping Umi Heira lebih dahulu siap dan duduk santai disana padahal jelas Qabil lebih dulu sampai ke rumah. "Eh Abi cepat banget siapnya" sapa Qabil sambil mengayalami Abi Furqon, "Abi tadi buru-buru enggak sabar mau nyicipin kue buatan Umi" kekeh Abi Furqon seraya melempar senyum menggoda pada Umi Heira.

"Abi udah tua juga masih sok manis, oh iya tadi Qabil nanya soal Pondok apa?" Umi Heira mengingatkan pertanyaan Qabil yang jawabannya tertunda, "Oh itu Bi, Abi tahu enggak Pondok Pesantren Ar-Rahman?" tanya Qabil.

"Loh Umi benar-benar udah pikun apa gimana sayang?" Abi Furqon segera mengusap lembut pucuk kepala Umi Heira, "Kenapa Bi?" tanya Umi Heira keheranan dengan jawaban Abi Furqon.

"Umi beneran lupa itu kan pondok kita dulu sayang, sekarang kan diasuh sama Gus Agam dan Istrinya Zayna sahabatmu" jelas Abi Furqon yang sontak membuat mata Heira membuat, "Astagfirullah al-azim, oh iya Bi, kita aja masih sering kesana kalau ada acara, Abi juga sesekali masih di undang sekadar sebagai tamu atau bantu ngisi kajian kan ya" Umi Heira menepuk kepalanya.

"Tuh, Umi udah pelupa sekarang Pondok yang diasuh sahabat sendiri aja sampai lupa" Abi Furqon meraih tangan Umi Heira agar berhenti menepuk kepalanya. "Jadi Pondok Pesantren Ar-Rahman pondok Abi sama Umi juga dulunya?" tanya Qabil penasaran, "Iya Bil tapi namanya emang udah dirumah, sejak diasuh oleh Gus Agam diubah jadi Pondok Pesantren Ar-Rahman" jelas Abi Furqon.

"Oh iya ngomong-ngomong kok Qabil bisa tahu Pondok itu?" Abi Furqon balik bertanya, "Qabil kebetulan lewat aja Bi, dan kayaknya Qabil tertarik mau melanjutkan studi ke Pondok Pesantren itu" ucap Qabil tanpa ragu padahal belum tahu apa-apa tentang Pondok Pesantren itu hanya bermodalkan melihat sebuah kejadian dua orang adik beradik yang kejar-kejaran dan pulang ke Pondok itu.

"Alhamdulillah, Putra Umi mau Mondok mana di Pondok yang diasuh sama sahabat Umi sendiri, Umi senang Nak, pokoknya Umi dan Abi bakalan urus semuanya, Umi juga bakalan kenalin Qabil sama Putra mereka yang kebetulan seumuran dengan Qabil" Umi Heira tersenyum bahagia karena keinginan Putranya. Meski selama ini Umi Heira memberikan kebebasan kepada Qabil dalam memilih jalan pendidikan yang mau diambil namun jauh dilubuk hatinya tentu saja dia masih mengharapkan Putranya itu menginginkan duduk di bangku Pondok Pesantren.

Mendengar ucapan Umi Heira, Qabil hanya tersenyum matanya jelas masih menayangkan adegan yang dia lihat dan membuatnya yakin untuk mengikuti gadis bergamis itu, entah bagaimana Qabil yang baru berusia 15 tahun seakan yakin dengan wanita yang baru dia lihat sekilas.

"Kepada gadis mungil berbalut gamis dan jilbab panjang

Izinkan aku mengikutimu masuk kedalam rumah yang telah mendidikmu itu"

-Qabil Uwais Algaffar-

AR-RAHMAN BUKAN UNTUK JASMINE (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang