RENCANA (2)

92 2 0
                                    

Malam itu terasa lebih tegang daripada malam biasanya, Jasmine duduk disamping Umi Zayna di sofa ruang tamu, terlihat Abi Agam masih menunjukkan wajah tenangnya, sedangkan Hadwan sibuk dengan gawai yang sedari tadi sibuk dia tekan.

"Gimana Wan?" tanya Umi Zayna penasaran karena yang menjadi penyambung pembicaraan antara keluarga Jasmine dan Qabil adalah Hadwan, "Bentar lagi Mi, katanya si Qabil mau nelpon masih nunggu Abinya" jawab Hadwan sambil tetap fokus pada layar ponselnya.

Jasmine yang sama tegangnya dengan Umi Zayna hanya bisa mencernah pembicaraan keluarganya. Tidak lama setelah Umi Zayna bertanya seketika benda pipih yang digenggam oleh Hadwan sedari tadi akhirnya mengeluarkan bunyi tanda sebuah panggilan ingin menyambung padanya.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh" ucap Hadwan segera mengangkat panggilan telepon itu. "Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh" jawab Qabil diseberang telepon yang terdengar jelas oleh Abi, Umi dan Jasmine karena panggilan suara itu sudah dikeraskan suaranya.

"Abi Agam mana Wan?, ini Abi mau ngomong" ucap Qabil tanpa basa basi lagi. "Oh iya Bil ini teleponnya aku kasih ke Abi ya" jawab Hadwan yang segera menyerahkan ponselnya pada Abi Agam.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabaratuh Gus" ucap Furqon dengan suara khasnya yang masih belum berubah sejak terakhir kali mereka bertemu. "Waalaikumussalam warahmatullahi wabaratuh Qon" jawab Abi Agam sembari melirik istrinya lalu mengecilkan suara panggilan telepon itu, tentu saja masa lalu Furqon dan Zayna masih terngiang-nginang dalam ingatan Gus Agam, meski itu adalah kisah yang sudah lama berlalu dan tidak pernah dibahas sama sekali, namun Gus Agam sebagai suami tetap saja selalu menghindar hal-hal yang tidak diinginkan.

Melihat tingkah Gus Agam Jasmine dan Hadwan segera melirik Umi Zayna dengan tanda tanya namun tidak menemukan jawaban apa-apa, karena cerita masa lalu itu memang tidak pernah diungkit lagi.

Gus Agam asik berbicara dengan lawan bicaranya ditelepon, sedangkan Umi Zayna, Jasmine dan Hadwan hanya bisa melihat Abinya dan mendengar ucapan Abinya.

Setelah sekitar 30 menit asik mengobrol Gus Agam segera menutup telepon dengan ucapan salam. Melihat tersebut Umi Zayna segera bangkit dari duduknya dan berpindah duduk tepat di samping Gus Agam.

"Gimana Bi?" tanya Umi Zayna lembut sembari menunjukkan wajah penasaran pada suaminya. "Iya jadi Umi sayang, Insya Allah besok mereka berencana langsung ngelamar putri kita Jasmine" ucap Abi Agam dengan lembut dan pelan.

"Terus-terus gimana Bi?" Hadwan menerobos bertanya jauh lebih penasaran daripada Umi dan Kakaknya. "Hehe, enggak sabar banget Wan" Abi Agam terkekeh melihat tingkat putranya yang tidak sabaran.

"Tapi ada permintaan kecil dari keluarga Qabil, mereka ingin lamarannya dilangsungkan di Pondok Pesantren tempat dimana Qabil pertama kali lihat Kakakmu" ucap Abi Agam yang disambut dengan Jasmine yang tertunduk menyembunyikan wajahnya merahnya karena malu mendengar permintaan Qabil.

"Ealah si Qabil bisa aja, cie Kak Jas malu tuh hehe" ejek Hadwan pada Jasmine karena menyadari wajah Kakaknya yang memerah karena malu dan langsung tertunduk. "Hust Wan, Kak Jas jangan diolok-olok ah" Umi Zayna menegur putranya karena bisa merasakan yang dirasakan Jasmine sebagai sesame wanita.

"Selain itu apa lagi Bi?" tanya Umi Zayna yang tahu persis bahwa tadi suaminya berbicara banyak dengan Furqon. "Mereka juga maunya lamaran ini dilaksanakan dengan sederhana dan privat Mi, jadi santri, santriwati dan para pengajar tidak perlu diundang dulu cukup keluarga inti aja" jawab Abi Agam yang tidak mempermasalahkan permintaan keluarga Qabil karena memang masuk akal, lamaran yang sederhana hingga nanti akan baru bisa mengundang orang-orang yang ingin diundang.

"Oh begitu ya Bi, Umi setuju setuju aja sih, emang harusnya kayak gitu kan, sebaiknya lamaran cukup keluarga inti saja yang tahu dan lamaran nanti baru kita umumkan" jawab Umi Zayna mengangguk-angguk setuju dengan keputusan keluarga Qabil.

"Jadi besok kita ke Pondok Pesantren pagi ya Abi?" tanya Hadwan karena malam itu juga dia harus mempersiapkan dan mengkondisikan masjid di Pondok Pesantren agar bisa digunakan besok paginya. "Malam ini Hadwan ikut Abi dulu ke Pondok Pesantren untuk mengondisikan masjid, sedangkan besok pagi Abi akan berangkat dulu dengan Umi untuk persiapan, kalau persiapan udah siap baru Hadwan berangkat sama Kak Jas ya" terang Abi Agam kepada istri dan anaknya.

"Oh iya-iya Abi, besok Kak Jas serahin ke Awan aja, Insya Allah Awan antar dengan selamat" ucap Hadwan percaya diri. "Gimana Umi, Jasmine udah jelas kan?" tanya Abi setelah mendengar kesanggupan Hadwan dengan tugas yang diberikan.

"Umi setuju aja sih, besoknya Umi emang harus pergi duluan untuk nyiapin makanan juga" ucap Umi Zayna dengan isi kepala yang sudah dipenuhi dengan rencana-rencananya dan rasa tidak sabarnya segera menelpon bagian dapur Pondok Pesantren untuk menyiapkan makanan besok.

"Kalau Kak Jas gimana?" tanya Abi Agam kepada Jasmine yang jelas terlihat masih ada yang ingin disampaikan. "Abi, Umi, Jasmine besok pas mau ke Pondok Pesantren boleh mampir ke makam Ummah Jasmine dulu?, Jasmine mau nyampaikan kabar ini ke Ummah" ucap Jasmine ragu-ragu takut permintaannya ditolak oleh Abi Agam dan Umi Zayna.

"Iya boleh sayang, enggak apa-apa kok" ucap Abi Agam lembut berusaha memberikan yang terbaik untuk putrinya. "Dengar tuh Wan, besok antar Kak Jas dulu ke Makam Ummah Jasmine, udah itu baru langsung ke Pondok Pesantren" ucap Umi Zayna menambahkan yang berhasil mengangkat sepasang ujung bibir Jasmine karena permintaan dikabulkan oleh kedua orang tuanya.

"Siap Umi, Hadwan usahain memberikan layanan terbaik untuk Kak Jas besok" jawab Hadwan semangat sambil mengangkat tangannya keatas ujung alis meniru prajurit saat diberikan perintah.

"Hehe kamu bisa aja Wan" kekeh Abi Agam, Umi Zayna dan Jasmine bersamaan saat melihat tingkah Hadwan yang terkadang bisa konyol juga.

"Ya sudah kalau gitu ayo Wan temenin Abi ke Pondok Pesantren untuk mengkondisikan Masjid dan para santri santriwati agar besok enggak sampai lagi acara lamaran mereka malah berkerumun mau menyaksikan" ajak Abi Agam pada Gus Hadwan. "Iya Abi, ayo" Hadwan menjawab singkat sambil berdiri dari duduknya tanda siap untuk segera berangkat.

"Umi, Kak Jas, Abi sama Awan berangkat dulu ya baik-baik di rumah, mungkin kami bakal pulang telat" pamit Abi Agam pada istri dan putrinya. "Iya Abi, Abi hati-hati ya" balas Zayna lembut sambil meraih tangan suaminya dan mencium punggung tangan yang diikuti oleh Jasmine.

Hadwan segera mengikuti dan meraih tangan Umi Zayna dan Kak Jas untuk disalami dan mencium punggung tangan dua wanita terkasih dalam hidupnya. "Hadwan juga hati-hati ya" pesan Umi Zayna pada putranya.

"Ya sudah Umi, Kak Jas, kami berangkat dulu ya, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh" ucap Abi Agam dan Gus Hadwan berbarengan sembari berjalan keluar dari rumah. "Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh" jawab Umi Zayna dan Jasmine berbarengan sembari memandangi punggung dua laki-laki yang menjauh.

"Oh iya Jasmine, istirahat gih, Umi mau nelpon orang dapur Pondok Pesantren dulu untuk menyiapkan makan besok" perintah Umi Zayna pada Jasmine yang memang harus beristirahat mengingat besok akan menjadi hari penting baginya. "Baik Umi, Jasmine masuk kamar dulu ya" jawab Jasmine tanpa banyak bicara kepada Umi Zayna, karena dia merasa memang harus istirahat apalagi dengan perasaan yang dia rasakan sekarang entah kenapa Jasmine measakan gugup yang teramat.

"Hamba punya rencana

Dan Allah punya takdir

Aku hanya berharap rencana ini bagian dari takdir"

-Ning Jasmine Alleya

AR-RAHMAN BUKAN UNTUK JASMINE (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang