BAB 7 : "Misteri yang Tersembunyi"

49 32 3
                                    

Angin hangat menyapa wajah Arga saat ia melangkah keluar dari rumah masa lalunya. Rasanya seperti ada perbedaan yang sangat kontras dari dunia dingin yang baru saja ia tinggalkan. Jalan di depannya tampak lebih terang, meskipun kabut tipis masih menggantung di sekeliling. Pepohonan yang sebelumnya menjulang tinggi dan gelap kini tampak lebih hidup, ranting-rantingnya tidak lagi membekukan, melainkan berdesir lembut bersama angin.

Di tangannya, Arga masih memegang jam saku emas itu. Bentuknya kini terasa lebih ringan, seakan ia telah menyingkap seluruh beban yang sebelumnya terikat pada benda tersebut. Namun, Arga tahu, perjalanannya belum selesai. Pintu yang baru saja ia lewati adalah awal dari babak baru. Tapi untuk maju, ia harus melangkah tanpa ragu, meninggalkan apa yang telah ia hadapi.

"Ke mana selanjutnya?" pikir Arga, sambil memandang lurus ke depan.

Saat ia memandang jauh ke arah jalan setapak yang terbentang, bayangan seorang perempuan perlahan muncul. Arga mengenal sosok itu dari jauh; gaun putihnya melambai lembut di tengah kabut, dan aura yang ia bawa terasa damai, namun penuh misteri. Perempuan bergaun putih yang sebelumnya memandu Arga kini berdiri di ujung jalan, menunggunya.

Arga mendekat dengan hati-hati, rasa penasaran dan sedikit keraguan berkecamuk dalam dirinya. Sesampainya di dekat perempuan itu, ia bertanya dengan nada yang hampir berbisik, "Apa semua ini sudah berakhir?"

Perempuan itu memandangnya dengan tatapan yang hangat namun tegas. "Tidak, Arga. Ini bukanlah akhir, tapi awal. Kau telah melawan ketakutanmu, menghadapinya. Namun, masih ada sesuatu yang harus kau temukan. Sesuatu yang selama ini tersembunyi, bahkan lebih dalam dari kenangan yang kau ingat."

Arga terdiam sejenak, mencoba mencerna kata-katanya. "Apa yang kau maksud? Apa masih ada lagi yang perlu aku hadapi?"

Perempuan itu tersenyum tipis, "Ada satu hal yang belum kau temukan, Arga. Kunci dari semua ini. Kunci yang akan membuka pemahamanmu tentang siapa dirimu sebenarnya."

Sebelum Arga sempat bertanya lebih jauh, perempuan itu mengulurkan tangan ke arahnya. Dari balik gaunnya yang putih, ia menyerahkan sebuah kunci kecil yang tampak biasa saja. "Ini untukmu," katanya sambil meletakkannya di telapak tangan Arga. Kunci itu dingin, terasa berat, namun juga penuh makna yang belum ia pahami.

"Untuk apa kunci ini?" tanya Arga, matanya memperhatikan detail-detail kecil pada kunci tersebut, yang diukir dengan simbol yang aneh namun familiar.

"Kunci itu akan membawamu ke tempat terakhir yang harus kau kunjungi," jawab perempuan itu lembut. "Tempat di mana kau akan menemukan jawaban dari semua pertanyaan yang masih mengganggumu."

Arga terdiam, merasakan gravitasi dari kata-kata perempuan itu. Selama ini, ia sudah melalui begitu banyak hal, dan setiap langkah membawanya lebih dekat ke kebenaran yang selama ini tersembunyi dari pandangannya. Namun, meskipun telah menghadapi masa lalu, masih ada sesuatu yang terasa belum lengkap. Sesuatu yang masih bersembunyi di balik lapisan-lapisan ingatannya.

"Tempat terakhir itu... di mana?" tanya Arga lagi, kali ini dengan suara yang lebih tegas.

"Di dalam dirimu sendiri," jawab perempuan itu, tatapannya lembut namun penuh makna. "Semua jawabannya ada di sana, tetapi kau harus siap untuk menghadapi apa yang kau temukan."

Sebelum Arga sempat merespon, perempuan itu mulai memudar bersama kabut, seperti bayangan yang perlahan menghilang di antara cahaya. Dalam sekejap, dia sudah tidak ada di sana, meninggalkan Arga sendirian di jalan setapak.

Arga memandang kunci di tangannya, merenung dalam keheningan yang kembali melingkupinya. Hanya ada satu jalan ke depan, dan kali ini, ia merasa lebih siap daripada sebelumnya. Dengan langkah mantap, ia mulai melangkah lagi, kunci di tangan dan jam saku emas di saku.

------

Perjalanannya membawa Arga ke sebuah bangunan kuno yang terbuat dari batu hitam, jauh lebih besar dan megah daripada rumah keluarganya. Bangunan ini tampak seperti kuil, dengan pilar-pilar tinggi yang menghadap ke langit. Di depan pintu besar dari besi yang sudah tua, ada sebuah lubang kunci yang seolah-olah sudah menunggu kedatangannya. Arga menelan ludah, lalu mengeluarkan kunci yang diberikan perempuan bergaun putih tadi.

Ia menyelipkan kunci itu ke dalam lubang, dan dengan satu putaran pelan, pintu besar itu terbuka, mengeluarkan suara jeritan yang dalam.

Di dalam kuil itu, Arga melihat ruangan besar dengan dinding-dinding yang dipenuhi dengan cermin. Setiap cermin mencerminkan gambar-gambar masa lalunya, dari kenangan kecil yang hampir ia lupakan, hingga momen-momen penting yang membentuk siapa dirinya hari ini. Arga melangkah masuk, merasa aneh sekaligus nyaman dengan kehadiran cermin-cermin itu.

Di tengah ruangan, ada sebuah altar, dan di atasnya, sebuah benda bersinar lembut. Arga mendekat, matanya terfokus pada benda tersebut dan sebuah buku tua dengan sampul kulit yang tampak rapuh. Di sampul buku itu, terdapat simbol bulan sabit dan bintang yang sama dengan lambang keluarganya.

Perlahan, Arga membuka buku itu. Halaman-halaman di dalamnya penuh dengan tulisan tangan yang indah, namun apa yang ia baca membuatnya tertegun. Buku ini adalah jurnal keluarganya, ditulis oleh generasi-generasi sebelumnya. Setiap halaman berisi kisah, rahasia, dan warisan yang selama ini tersembunyi dari pengetahuan Arga.

Di halaman terakhir, terdapat satu kalimat yang membuatnya terhenti.

"Hanya mereka yang berdamai dengan masa lalunya, dapat menemukan masa depan yang sesungguhnya."

Arga menutup buku itu, menyadari sesuatu yang mendalam. Kunci yang ia cari selama ini bukanlah sebuah benda atau tempat, melainkan pemahaman bahwa dirinya harus menerima sepenuhnya siapa dia dengan segala kekurangan, kesalahan, dan rasa sakit yang pernah ia rasakan.

Dengan hati yang lebih tenang, Arga melangkah keluar dari kuil itu. Cahaya matahari mulai muncul di balik pepohonan, membawa kehangatan yang baru. Kini, ia tahu bahwa perjalanan hidupnya masih panjang, tetapi untuk pertama kalinya, ia merasa siap untuk menghadapi apapun yang datang.

Dengan senyum tipis, Arga melangkah ke depan, meninggalkan kuil di belakangnya, menuju kehidupan yang baru.

SANG BONEKA KERAJAAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang