Setelah melewati jembatan yang telah dibuka oleh Penjaga, Arga dan Nisa melangkah ke dalam hutan yang lebat. Udara terasa segar, namun suasana di sekitar mereka tiba-tiba berubah. Cahaya matahari yang biasanya cerah tampak terhalang oleh dedaunan yang rimbun, menciptakan bayangan yang kelam.
“Di mana kita sekarang?” tanya Nisa, sambil memandang sekeliling dengan waspada. Suara burung dan hewan lain tampak menghilang, meninggalkan kesunyian yang mengganggu.
“Entahlah, tapi kita harus tetap waspada. Hutan ini bisa jadi lebih berbahaya daripada yang kita bayangkan,” jawab Arga, menajamkan pendengarannya.
Setelah berjalan beberapa langkah, mereka mendapati sebuah jalan setapak yang dipenuhi dengan akar pohon dan semak-semak. Di ujung jalan setapak itu, terdapat cahaya samar yang tampak menarik perhatian mereka.
“Apakah kita harus ke sana?” Nisa bertanya, merasa ragu.
“Ya, kita tidak punya pilihan lain. Mari kita periksa,” kata Arga, berusaha menunjukkan keyakinan meski di dalam hatinya, rasa cemas mulai menggerogoti.
Ketika mereka mendekati cahaya tersebut, suasana mulai berubah. Angin berhembus kencang, seakan memperingatkan mereka akan bahaya yang mengintai. Tiba-tiba, bayangan hitam melintas cepat di depan mereka, menghentikan langkah mereka.
“Siapa yang berani memasuki wilayahku?” suara berat dan serak menggema di udara, membuat bulu kuduk Arga dan Nisa meremang.
Dari kegelapan, muncul sosok besar dengan mata merah menyala dan kulit hitam legam. Ia mengenakan armor yang terbuat dari logam berkarat, menambah kesan menakutkan pada penampilannya.
“Aku adalah Kegelapan, penguasa hutan ini. Apa yang kalian cari di sini?” sosok itu bertanya dengan suara yang menggetarkan, seolah bisa meresap ke dalam jiwa.
“Kami tidak mencari masalah, kami hanya ingin melanjutkan perjalanan untuk menyelamatkan Kerajaan Astara,” jawab Arga dengan tegas, berusaha mengendalikan ketakutannya.
Kegelapan itu tertawa, suara gelaknya menggema di antara pepohonan. “Menyelamatkan Kerajaan? Hahaha! Kalian hanya dua anak muda yang naïf. Apa yang kalian ketahui tentang perjuangan dan pengorbanan?”
Nisa menggenggam tangan Arga, merasakan beban yang semakin berat di antara mereka. “Kami mungkin bukan pahlawan, tetapi kami tidak akan menyerah. Kami percaya bahwa setiap usaha, sekecil apa pun, berarti untuk perubahan,” jawabnya dengan penuh keberanian.
Sosok Kegelapan itu terdiam sejenak, seolah terkejut oleh jawaban Nisa. “Hmm, mungkin kalian bukan orang biasa. Namun, untuk membuktikan tekad kalian, kalian harus melalui ujian lain—ujian dari Kegelapan itu sendiri.”
“Apa ujian itu?” tanya Arga, merasakan aliran ketegangan.
“Ujian untuk menaklukkan ketakutan kalian. Kalian akan menghadapi ilusi yang paling menakutkan dalam diri kalian sendiri. Hanya dengan menghadapi ketakutan itu, kalian dapat melanjutkan perjalanan,” jawab Kegelapan, dengan senyum sinis di wajahnya.
Tanpa menunggu jawaban mereka, sosok itu mengangkat tangannya, dan seketika kabut hitam menyelimuti Arga dan Nisa. Mereka merasa terperangkap dalam kegelapan yang pekat, seolah-olah seluruh dunia di sekitar mereka menghilang.
Saat kabut mulai menghilang, Arga dan Nisa mendapati diri mereka berada di tempat yang sama sekali berbeda. Suasana berubah menjadi suram, dan bayangan-bayangan gelap mulai berputar di sekitar mereka. Suara-suara bisikan samar terdengar, merayap ke dalam pikiran mereka, mencoba menggoyahkan keyakinan.
Nisa melihat sosok kecil yang tampak menangis di sudut ruangan. “Itu… itu aku,” bisiknya, mengenali diri sendiri dalam keadaan putus asa.
“Jangan biarkan ketakutan itu menguasai kita, Nisa!” teriak Arga, berusaha mengingatkan. “Kita harus tetap bersatu!”
Ketika mereka mulai bergerak maju, bayangan-bayangan lain muncul, memperlihatkan kegagalan-kegagalan masa lalu dan ketidakberdayaan mereka. Arga melihat wajah orang-orang yang ia cintai menjauh darinya, dan Nisa merasakan kesepian yang menghimpit hatinya.
“Tidak! Kami tidak akan terjebak dalam ini!” Nisa berteriak, berusaha melawan.
Bersama-sama, mereka menggenggam tangan satu sama lain, saling menguatkan. “Kita bisa melakukannya, Nisa. Ingat tujuan kita!” Arga berusaha membangkitkan semangat di tengah kegelapan.
Dengan segenap kekuatan, mereka menghadapi ketakutan mereka. Pelan-pelan, bayangan-bayangan itu mulai memudar, dan cahaya mulai muncul dari kegelapan. Mereka merasa kekuatan dalam diri mereka, dan ketakutan itu perlahan-lahan menghilang.
Ketika semuanya berakhir, mereka berdiri di tempat yang sama, namun sekarang dengan semangat yang lebih kuat. Kegelapan muncul kembali, kali ini dengan ekspresi terkejut. “Kalian telah melewati ujian ini. Kalian lebih kuat dari yang aku duga.”
Arga dan Nisa saling berpandangan, merasakan kemenangan dalam diri mereka. “Kami akan terus berjuang untuk Kerajaan Astara,” kata Nisa, menegaskan tekad mereka.
Kegelapan mengangguk, memberi penghormatan kepada keberanian mereka. “Baiklah, jalan menuju petualangan selanjutnya sudah terbuka. Ingatlah, dalam setiap kegelapan, selalu ada cahaya yang bisa ditemukan.”
Dengan langkah mantap, Arga dan Nisa melanjutkan perjalanan, meninggalkan kegelapan di belakang mereka dan menatap masa depan yang penuh harapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SANG BONEKA KERAJAAN [END]
FantasyDi sebuah lembah yang jauh dari pandangan dunia, berdiri sebuah kastil megah yang tampak begitu indah namun penuh dengan keheningan. Dikelilingi oleh taman-taman yang dulu berwarna-warni, kini berubah menjadi rimbunan tanaman liar yang tak terurus...