Setelah meninggalkan padang bunga yang memukau, Arga dan Nisa melanjutkan langkah mereka, mengikuti jalan setapak yang membentang di antara pepohonan lebat. Suasana hutan semakin terasa hidup dengan kicauan burung yang riang dan desiran angin yang menari di antara dedaunan. Arga merasa seolah alam ikut bersorak atas pilihan barunya.
“Dengan bunga kuning ini, aku merasa lebih kuat,” kata Arga sambil mengamati bunga yang berkilau di tangannya. “Namun, aku penasaran apa yang akan kita hadapi selanjutnya.”
“Kita akan segera menemukan sesuatu yang penting,” jawab Nisa dengan suara bersemangat. “Tetaplah waspada. Kadang, perjalanan ini bisa membawa kita pada kejutan yang tak terduga.”
Beberapa saat kemudian, mereka tiba di sebuah area terbuka yang dipenuhi dengan cahaya lembut. Di tengahnya, terdapat sebuah patung misterius yang menjulang tinggi, terbuat dari bahan yang bersinar dengan warna-warna yang berkilau. Patung itu menggambarkan sosok seorang perempuan dengan sayap yang megah, seolah-olah siap untuk terbang.
“Patung ini terlihat menakjubkan,” ucap Arga, mendekati patung tersebut dengan rasa ingin tahu. “Siapa dia?”
“Dia adalah Perempuan Cahaya, pelindung perjalanan para pencari kebenaran,” jawab Nisa. “Dia memiliki kemampuan untuk memberikan petunjuk kepada mereka yang siap mendengarkan.”
Dengan penuh rasa hormat, Arga menghampiri patung itu dan meletakkan bunga kuning di depan alasnya. “Aku berharap bisa mendapatkan petunjuk untuk melanjutkan perjalanan ini.”
Begitu bunga itu diletakkan, cahaya dari patung Perempuan Cahaya semakin terang, dan suara lembut terlahir dari patung tersebut. “Wahai, pencari kebenaran, apa yang kau cari di ujung perjalanan ini?”
Arga tertegun mendengar suara itu. “Aku mencari jati diriku, untuk memahami makna hidup dan menemukan jalan pulang.”
“Setiap pencarian memiliki jalannya sendiri,” kata patung itu dengan bijak. “Namun, kau akan menghadapi tantangan yang menguji ketulusan hatimu. Bersiaplah, karena jalan ini bukan hanya tentang penemuan, tetapi juga tentang pembelajaran.”
Arga merasakan getaran di sekelilingnya, dan tiba-tiba, tanah di bawah mereka mulai bergetar. Tanpa peringatan, dari balik pepohonan, muncul boneka-boneka kayu yang tinggi dengan wajah-wajah yang tampak mengerikan. Mereka bergerak perlahan, seolah siap menyerang.
“Nisa, apa yang terjadi?” Arga bertanya, ketakutan mulai menggelayuti dirinya.
“Tenang, Arga! Ini adalah boneka penjaga. Mereka muncul untuk menguji keberanianmu,” Nisa menjelaskan, suaranya tenang. “Kau harus menunjukkan keberanianmu untuk melanjutkan perjalanan.”
Boneka-boneka itu bergerak semakin dekat, dan Arga merasa dadanya berdebar kencang. Ia mengambil napas dalam-dalam, mengingat kembali semua pengalaman yang telah membentuk dirinya. “Aku tidak akan mundur,” ia bertekad. “Aku sudah memilih untuk melangkah maju.”
Dengan keberanian yang baru ditemukan, Arga melangkah maju dan mengangkat bunga kuningnya tinggi-tinggi. “Aku percaya pada kekuatan harapan dan cinta!” teriaknya, suaranya menggema di antara pepohonan.
Sinar dari bunga kuning itu menyebar, membentuk perisai pelindung di sekeliling mereka. Boneka-boneka itu berhenti, bingung dengan cahaya yang tiba-tiba muncul. Dalam momen itu, Arga merasa kekuatan mengalir melalui dirinya. Ia tidak merasa sendirian; Nisa ada di sampingnya, memberi dukungan.
“Sekarang, gunakan kekuatanmu untuk melawan rasa takutmu,” Nisa memotivasi. “Pancarkan keyakinanmu!”
Dengan semangat yang membara, Arga maju ke depan dan berteriak lagi, “Aku tidak takut pada apapun, karena aku tahu tujuan dan harapanku!”
Cahaya dari bunga kuning semakin bersinar terang, dan boneka-boneka itu mulai menghilang satu per satu, seolah terhisap oleh cahaya harapan yang dipancarkan Arga. Setiap kali satu boneka menghilang, Arga merasa lebih ringan, seolah beban di hatinya ikut terangkat.
Setelah semua boneka menghilang, hutan kembali tenang. Arga dan Nisa berdiri di tengah keheningan, merasa lega dan penuh energi. “Kau melakukannya, Arga!” kata Nisa, senyumnya lebar. “Kau telah mengalahkan rasa takutmu.”
“Rasa takut memang ada, tetapi aku tahu aku harus menghadapinya,” jawab Arga, penuh percaya diri. “Sekarang, aku siap untuk melanjutkan pencarian ini.”
Mereka berdua melanjutkan perjalanan, menyusuri jalan setapak yang membawa mereka lebih dalam ke dalam hutan, dengan harapan baru di dalam hati. Arga tahu bahwa setiap tantangan yang akan datang adalah bagian dari perjalanan untuk menemukan jati dirinya. Dan dengan bunga kuning di tangannya, ia siap untuk menghadapi apapun yang ada di depan, menyongsong petualangan yang penuh makna dan pelajaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
SANG BONEKA KERAJAAN [End]
FantasyDi sebuah lembah yang jauh dari pandangan dunia, berdiri sebuah kastil megah yang tampak begitu indah namun penuh dengan keheningan. Dikelilingi oleh taman-taman yang dulu berwarna-warni, kini berubah menjadi rimbunan tanaman liar yang tak terurus...