Langkah Arga terasa berat ketika ia melangkah menjauh dari rumah tua itu. Meskipun sinar matahari menyelimuti tubuhnya, dingin dari dalam dirinya masih terasa. Udara segar di luar tidak serta merta menghapus bayang-bayang yang baru saja ia hadapi. Jalanan tanah di depan rumah itu dipenuhi dengan daun-daun kering yang terinjak di bawah sepatunya, mengeluarkan suara berisik yang kencang.
Pikirannya masih dipenuhi oleh bayangan Nisa, wajahnya, boneka-boneka itu, dan suara-suara yang berbisik di benaknya. Meskipun semuanya telah memudar di dalam rumah itu, ada perasaan aneh yang terus menempel di dalam pikirannya. Sebuah bisikan yang lebih halus namun tak bisa diabaikan: "Apakah semuanya benar-benar sudah berakhir?"
Ia menggelengkan kepala, mencoba menepis keraguan yang berusaha kembali menyelimutinya. Tidak, ia tidak boleh terjebak dalam lingkaran itu lagi. Arga tahu, perjalanan ini belum sepenuhnya selesai. Ada sesuatu di dalam dirinya yang masih tertinggal. Sebuah janji yang belum ia tepati.
Tanpa sadar, langkahnya membawanya menuju hutan di belakang rumah. Pohon-pohon besar menjulang tinggi di sekelilingnya, menciptakan bayangan panjang yang menutupi jalannya. Di kejauhan, burung-burung berkicau, namun suaranya terdengar jauh dan asing bagi Arga. Di tengah kehijauan yang tenang itu, ada sebuah tempat yang sudah lama ia hindari. Tempat di mana semua ini bermula.
Langkahnya terhenti di depan sebuah batu besar yang tertutupi lumut. Batu itu tampak biasa saja, seperti bagian lain dari alam yang tak menarik perhatian. Namun, bagi Arga, batu itu adalah saksi bisu dari sebuah tragedi yang tak pernah bisa ia lupakan. Di balik batu itu, di sinilah ia dan Nisa dulu sering bermain. Di sinilah, tawa terakhir mereka terdengar sebelum semua berubah.
Arga berlutut di hadapan batu tersebut, tangannya menyentuh permukaan kasar yang terasa dingin di kulitnya. Ingatannya kembali ke hari itu, ketika ia dan Nisa berlari di hutan, tertawa tanpa beban. Namun tawa itu berubah menjadi jeritan ketika Nisa terjatuh dan menghilang dalam hitungan detik, meninggalkan luka yang tak pernah sembuh.
"Aku harus menghadapi ini," gumamnya, suaranya hampir tak terdengar di antara desiran angin.
Tangannya mengepal, merasakan setiap goresan kecil di permukaan batu. Dalam keheningan itu, Arga merasakan kehadiran Nisa, bukan sebagai sosok yang menghantuinya, tapi sebagai memori yang pernah begitu hidup. Perlahan, air matanya menetes, jatuh ke tanah di bawahnya. Ia membiarkan dirinya menangis kali ini, tanpa rasa takut atau malu.
"Nisa... Maafkan aku," ucapnya dengan nada yang lebih tegas. "Maaf karena aku gagal melindungimu. Maaf karena aku terlalu lama lari dari kenyataan."
Saat air mata terus mengalir, ia merasakan beban di dadanya perlahan terangkat. Selama bertahun-tahun, ia menahan semua rasa sakit itu, mencoba menyembunyikannya di balik dinding-dinding yang ia bangun sendiri. Namun sekarang, di tempat ini, Arga akhirnya mengizinkan dirinya untuk merasakan apa yang selama ini ia hindari.Angin berhembus lembut, membawa aroma tanah dan dedaunan basah. Ada kedamaian yang baru di dalam hatinya, meskipun masih ada luka yang belum sepenuhnya sembuh. Namun, kali ini Arga tahu bahwa ia tidak lagi sendiri dalam menghadapi itu semua. Nisa selalu ada, bukan sebagai bayangan kelam, tapi sebagai bagian dari hidupnya yang tak pernah hilang.
Arga berdiri, membiarkan cahaya matahari menembus ranting-ranting pohon dan menyentuh kulitnya. Ia tersenyum, meskipun air mata masih mengalir di wajahnya. Ini bukan akhir dari perjalanannya, tapi sebuah awal baru. Awal di mana ia bisa melangkah tanpa rasa bersalah, tanpa dihantui oleh masa lalu.
Dengan nafas panjang, Arga melangkah pergi dari batu itu, meninggalkan hutan dan kenangan yang selama ini ia simpan rapat-rapat. Dunia di sekitarnya kini terasa lebih terang, lebih hidup, dan ia siap untuk melanjutkan hidupnya dengan hati yang lebih ringan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SANG BONEKA KERAJAAN [End]
Viễn tưởngDi sebuah lembah yang jauh dari pandangan dunia, berdiri sebuah kastil megah yang tampak begitu indah namun penuh dengan keheningan. Dikelilingi oleh taman-taman yang dulu berwarna-warni, kini berubah menjadi rimbunan tanaman liar yang tak terurus...