Setelah keluar dari gua, Arga dan Nisa melanjutkan perjalanan mereka dengan hati yang lebih tenang. Udara terasa segar, namun ada sesuatu yang menggantung di antara pepohonan, seolah-olah bayangan gelap sedang mengintai mereka.
“Kita sudah melewati satu rintangan besar, tapi rasanya perjalanan ini belum benar-benar selesai,” ucap Arga, mencoba memahami firasat yang mengganggunya sejak mereka keluar dari gua.
Nisa mengangguk, pandangannya waspada. “Penjaga Cahaya mengatakan bahwa masih banyak yang harus kita pelajari. Tapi aku merasa, tantangan terberat belum datang.”
Mereka melangkah lebih dalam ke hutan, mengikuti jalur samar yang tertutup daun-daun basah. Setiap langkah terasa semakin berat, seperti ada sesuatu yang menarik mereka mundur. Arga merasakan kekuatan yang aneh—seolah ada bayangan yang tak terlihat yang mencoba menghentikan mereka.
Tiba-tiba, terdengar suara geraman rendah dari dalam kegelapan hutan. Arga dan Nisa langsung berhenti, saling memandang dengan cemas. Dari balik pepohonan, muncul sesosok makhluk besar berwarna hitam pekat dengan mata merah menyala. Makhluk itu tampak seperti bayangan hidup yang merayap di antara pepohonan, tubuhnya bergerak tanpa suara, hanya meninggalkan jejak kegelapan di belakangnya.
“Apa itu?” bisik Arga, tubuhnya menegang.
Nisa menarik napas panjang. “Itu adalah Penjaga Bayangan, makhluk yang diciptakan untuk menguji keberanian dan tekad para pencari kebenaran. Kita harus siap menghadapi dia.”
Penjaga Bayangan melangkah maju, suaranya bergema di antara pepohonan. “Kalian telah melangkah terlalu jauh,” suara itu rendah dan penuh ancaman. “Tidak semua yang berani mencari kebenaran diizinkan untuk menemukannya. Hanya mereka yang benar-benar siap menghadapi kegelapan dalam diri mereka yang bisa melanjutkan perjalanan.”
Arga merasa ketegangan di dadanya semakin besar. Dia tahu ini adalah ujian lain, lebih berat dari sebelumnya. “Kita harus menghadapinya, bukan?” tanyanya pada Nisa, mencoba menahan rasa takutnya.
Nisa mengangguk. “Tidak ada jalan lain. Ini adalah langkah berikutnya.”
Makhluk itu mendekat, kegelapan yang mengikutinya mulai menelan cahaya di sekitar mereka. Arga merasakan tubuhnya bergetar. Ia harus melawan ketakutan yang kini lebih besar, lebih nyata.
“Tapi... bagaimana caranya?” Arga mulai meragukan kemampuannya lagi. “Bagaimana aku bisa mengalahkan sesuatu yang tidak nyata?”
Nisa menatapnya dengan penuh keyakinan. “Kegelapan itu nyata hanya jika kau mengizinkannya untuk menguasaimu. Kau sudah mengalahkan ketakutanmu sendiri di dalam gua. Sekarang, kau harus percaya pada kekuatan yang ada di dalam dirimu.”
Arga menarik napas panjang. Dia ingat pengalaman di dalam cermin, di mana dia harus menghadapi bayangan dirinya sendiri. Saat itu, ia menemukan kekuatan dari harapan dan penerimaan diri. Kini, ia harus menghadapi ketakutan yang lebih besar: ketakutan akan kegagalan, kehilangan, dan ketidakpastian masa depan.
Dengan hati-hati, Arga melangkah maju. “Aku tidak akan membiarkan kegelapan mengendalikan hidupku lagi,” ucapnya dengan tegas. Dia merasakan bunga kuning yang ia bawa dari perjalanan sebelumnya bersinar di dalam hatinya, memberikan kekuatan.
Penjaga Bayangan berhenti, menatap Arga dengan mata merah yang memancarkan kejahatan. “Kau tidak bisa mengalahkanku,” suara makhluk itu mengejek. “Kegelapan akan selalu ada di dalam hatimu, menghantui setiap langkahmu.”
Arga menutup matanya sejenak, mengingat kata-kata Nisa. Dia tahu, ketakutan ini adalah bagian dari dirinya, sama seperti harapan dan keberanian. Dia harus menerima semua sisi dirinya, baik yang terang maupun yang gelap. “Aku tahu kegelapan akan selalu ada, tapi itu tidak berarti aku harus takut padanya.”
Ketika Arga membuka matanya lagi, cahaya kuning dari bunga harapan menyala terang di sekitar tubuhnya. Kegelapan yang menyelimuti mereka mulai surut, perlahan-lahan menghilang di bawah cahaya itu.
Penjaga Bayangan menggeram, tampak kesakitan saat terkena cahaya tersebut. “Tidak... ini tidak mungkin!” Makhluk itu mundur, semakin jauh hingga akhirnya lenyap ke dalam kegelapan.
Nisa tersenyum bangga. “Kau berhasil, Arga. Kau telah mengalahkan Penjaga Bayangan.”
Arga tersenyum, merasa lega. “Aku tidak akan membiarkan ketakutan mengendalikan diriku lagi. Aku sekarang tahu bahwa kekuatan sebenarnya ada di dalam diriku sendiri.”
Nisa menepuk bahu Arga. “Kita sudah melewati ujian penting ini, tapi perjalanan kita masih panjang. Ayo, kita lanjutkan.”
Mereka kembali melangkah, meninggalkan hutan yang kini terasa lebih terang. Meskipun masih ada banyak rahasia yang belum terungkap, Arga merasa lebih siap menghadapi apa pun yang ada di depan. Dia tahu bahwa setiap langkah yang ia ambil adalah bagian dari perjalanan untuk menemukan jati dirinya yang sejati.
KAMU SEDANG MEMBACA
SANG BONEKA KERAJAAN [End]
FantasyDi sebuah lembah yang jauh dari pandangan dunia, berdiri sebuah kastil megah yang tampak begitu indah namun penuh dengan keheningan. Dikelilingi oleh taman-taman yang dulu berwarna-warni, kini berubah menjadi rimbunan tanaman liar yang tak terurus...