Angin dingin menyapu wajah Arga saat ia melangkah keluar dari pondok tua itu, kegelapan di depannya terasa jauh lebih padat daripada sebelumnya. Rasanya seperti melangkah ke dalam kehampaan yang tak terukur. Di luar, suara hutan tampak lenyap tidak ada desiran angin, tidak ada gemerisik dedaunan. Semua bisu, hanya sisa-sisa gemuruh tawa samar yang masih mengintai di balik pikirannya.
Arga berusaha untuk tidak melihat ke belakang, meskipun rasa dingin yang menempel di tengkuknya memohon untuk memastikan bahwa pintu pondok benar-benar tertutup. Tapi ia tahu, apapun yang ada di belakangnya sekarang lebih baik tidak dilihat. Semakin ia berpikir, semakin jelas bahwa boneka itu bukan sekadar barang lusuh biasa. Ada sesuatu yang mengendalikan semuanya, dan pondok tua ini hanya ujung dari misteri yang lebih besar.
Ia mencoba menenangkan napasnya, namun setiap tarikan terasa berat. Sekelilingnya tak lebih dari kegelapan yang seakan menyerap setiap bentuk cahaya. Saat ia melangkah lebih jauh, tanah di bawah kakinya mulai berubah, tidak lagi basah oleh hujan tetapi keras dan kering, seolah-olah ia telah keluar dari hutan itu dan berjalan di tanah asing.
Pikiran Arga mulai kacau. Ke mana ia sebenarnya?
Hutan tadi seakan lenyap begitu saja, menyisakan jalan yang tak berujung. Arga bisa merasakan ada sesuatu yang menatapnya dari dalam kegelapan. Seperti bayangan yang bergerak dalam kehampaan, tidak pernah sepenuhnya terlihat, namun selalu terasa keberadaannya. Ia mempercepat langkah, mencoba keluar dari bayangan yang terus membayanginya, meskipun di dalam hatinya, ia tahu itu mungkin sia-sia.Lalu, dari kegelapan, terdengar suara langkah. Awalnya samar, namun dengan cepat berubah menjadi lebih jelas. Langkah kaki itu terdengar mendekat, bergema di tengah kesunyian. Arga berbalik, tubuhnya gemetar. Ia tidak melihat apapun, hanya kegelapan yang tetap diam. Namun, langkah itu semakin mendekat, seolah datang dari segala arah sekaligus.
Ketakutan semakin menghimpit dada Arga, tapi sebelum ia bisa memikirkan apa yang harus dilakukan, sosok itu muncul dari balik bayangan. Seorang perempuan, wajahnya pucat dan tak bergerak. Nisa, atau lebih tepatnya, sosok yang menyerupai Nisa. Kali ini, ia tampak lebih nyata, lebih menyeramkan. Gaun yang ia kenakan compang-camping, dan kulitnya kini tidak hanya pucat tetapi memucat seperti tulang.
Sosok itu melangkah mendekat dengan gerakan lambat tapi pasti, matanya tetap kosong, tanpa jiwa, namun mengawasi setiap gerakan Arga. Tiba-tiba, Nisa berbicara, tetapi suaranya bukanlah suara Nisa yang dikenal Arga. "Kamu tidak bisa lari," katanya, suaranya rendah dan dingin seperti angin malam. "Semua ini dimulai di sini, dan akan berakhir di sini."
Arga terperangkap dalam kebingungan dan rasa takut. Jantungnya berdebar keras, berusaha mencari akal untuk keluar dari situasi ini. Tapi saat ia hendak mundur, sesuatu menarik perhatiannya dari tanah.
sebuah simbol yang tampak terukir di atas tanah keras. Sebuah lingkaran dengan garis-garis yang rumit di sekelilingnya. Seolah-olah lingkaran itu adalah pusat dari segala hal aneh yang ia alami.Dalam sekejap, ia menyadari sesuatu lingkaran itu bukan sekadar tanda. Itu adalah perangkap, sesuatu yang telah dipersiapkan sejak awal. Seluruh teka-teki ini berputar di sekitarnya, dan boneka itu, Nisa, semua hanya bagian dari permainan yang lebih besar. Arga mencoba melangkah mundur, tapi kakinya tersandung sesuatu. Ia jatuh ke tanah, tepat di atas lingkaran itu.
Segera setelah tubuhnya menyentuh lingkaran, dunia sekitarnya bergetar hebat. Suara ledakan keras bergema di udara, dan tanah di bawahnya mulai berdenyut, seolah-olah hidup. Cahaya merah yang terang tiba-tiba memancar dari simbol itu, membakar matanya dan menyilaukan pandangannya. Arga menjerit, tapi suaranya tenggelam dalam gemuruh yang semakin keras.
Sosok Nisa mendekat lebih cepat dari sebelumnya. Wajahnya tidak lagi hanya sekadar menyeramkan ia kini menunjukkan wajah kebencian yang dalam, dan tangannya yang kaku mengulurkan jari-jarinya yang panjang menuju Arga, seperti hendak mencengkeram jiwanya. "Kamu sudah terlalu lama bersembunyi," suara itu kembali menggema, kini terdengar lebih berat, lebih mengancam. "Ini adalah akhir dari segalanya."
Tiba-tiba, dari lingkaran itu, bayangan hitam pekat mulai muncul, berputar-putar seperti badai yang siap menelan segalanya. Arga berusaha bangkit, tapi kakinya tertahan oleh sesuatu yang tidak terlihat. Bayangan itu semakin mendekat, membentuk sosok-sosok yang lebih menyeramkan daripada apapun yang pernah ia bayangkan. Mereka memelintir udara di sekitar Arga, menyerang pikirannya dengan bisikan yang menakutkan.
Ia tahu bahwa ini adalah akhirnya atau setidaknya, itulah yang ingin mereka percayakan padanya. Namun, di tengah semua kekacauan, Arga merasakan sesuatu di dalam dirinya yang tak terduga. Sebuah dorongan kuat yang mendorongnya untuk bertahan, untuk melawan. Dengan sisa kekuatannya, ia memfokuskan pikirannya pada satu hal—keluar dari lingkaran itu.
Dengan satu hentakan yang kuat, ia berhasil menarik dirinya keluar dari simbol terkutuk itu. Begitu kakinya melangkah keluar dari lingkaran, bayangan itu tiba-tiba berhenti, seolah kehilangan kekuatannya. Sosok Nisa juga berhenti bergerak, tatapannya kosong, seolah kehilangan arah. Cahaya merah dari simbol itu meredup, dan gemuruh yang sebelumnya memenuhi udara mulai mereda.
Namun, Arga tahu bahwa ini belum berakhir. Sesuatu, atau seseorang, masih mengintai di luar sana, menunggu saat yang tepat untuk menyerang kembali. Tapi untuk saat ini, ia berhasil lolos. Dengan napas yang masih tersengal-sengal, ia melangkah lebih jauh dari lingkaran terkutuk itu, meninggalkan pondok dan segala kengerian yang ada di dalamnya. Tapi ia sadar, ini hanyalah awal dari sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih berbahaya. Dan ia belum siap untuk menghadapi kebenaran yang akan segera terungkap.
Tunggu Kelanjutannya ya terimakasih
KAMU SEDANG MEMBACA
SANG BONEKA KERAJAAN [End]
FantasyDi sebuah lembah yang jauh dari pandangan dunia, berdiri sebuah kastil megah yang tampak begitu indah namun penuh dengan keheningan. Dikelilingi oleh taman-taman yang dulu berwarna-warni, kini berubah menjadi rimbunan tanaman liar yang tak terurus...