Setelah melewati tantangan yang menegangkan, Arga dan Nisa melanjutkan langkah mereka dengan semangat yang semakin membara. Suasana hutan kini terasa lebih bersahabat; cahaya matahari yang menembus dedaunan menciptakan pola indah di tanah, dan aroma tanah basah menghangatkan hati mereka.
“Dari sini, kita harus berhati-hati,” Nisa memperingatkan. “Di depan ada sebuah gua yang dipercaya menyimpan rahasia kuno. Konon, gua ini bisa memberikan jawaban bagi mereka yang memiliki niat tulus.”
Arga merasakan ketegangan di dadanya. Meski semangatnya masih menyala, ia tak bisa menampik rasa penasaran yang mendalam. “Apa rahasia yang dimaksud?” tanyanya.
“Rahasia tentang diri kita dan kekuatan yang kita miliki,” jawab Nisa. “Namun, kita harus siap menghadapi bayangan dari diri kita sendiri.”
Ketika mereka mendekati mulut gua, suasana tiba-tiba menjadi dingin. Suara gemericik air terdengar samar, dan cahaya di dalam gua tampak redup. Arga mengambil napas dalam-dalam, mencoba mengusir ketakutan yang merayap dalam dirinya. Dengan langkah mantap, mereka melangkah masuk.
Di dalam gua, dinding-dindingnya dipenuhi dengan ukiran yang menggambarkan berbagai kisah dan legenda. Arga dan Nisa berhenti sejenak untuk mengagumi keindahan ukiran-ukiran tersebut. “Apa yang kau lihat?” tanya Nisa, mengamati ekspresi Arga.
“Aku melihat berbagai cerita yang sepertinya memiliki makna mendalam. Setiap gambar seolah mengisahkan perjalanan seorang pencari kebenaran,” jawab Arga. “Sungguh mengagumkan.”
Nisa mengangguk. “Kau akan segera menyadari bahwa perjalanan ini bukan hanya tentang menemukan tujuan, tetapi juga tentang memahami diri sendiri. Mari kita teruskan.”
Saat mereka melangkah lebih jauh, tiba-tiba sebuah cahaya terang muncul dari ujung gua. Cahaya itu semakin mendekat, dan Arga merasa ada sesuatu yang memanggilnya. Dalam sekejap, sosok samar tampak muncul di hadapan mereka, seorang perempuan dengan gaun putih yang berkilauan. Wajahnya bersinar lembut, dan matanya memancarkan kebijaksanaan yang dalam.
“Selamat datang, para pencari kebenaran,” ucap perempuan itu dengan suara yang tenang. “Aku adalah Penjaga Cahaya. Apa yang kau cari di tempat ini?”
Arga dan Nisa saling bertukar pandang, merasakan kekuatan dari sosok tersebut. “Kami mencari jati diri kami dan jawaban atas perjalanan ini,” jawab Arga, suara bergetar penuh harapan.
“Untuk menemukan jawaban, kau harus menghadapi bayangan dalam dirimu,” kata Penjaga Cahaya. “Masuklah ke dalam cermin ini, dan hadapilah semua ketakutan serta keraguan yang ada di dalam hatimu.”
Di hadapan mereka, sebuah cermin besar muncul, permukaannya berkilau seperti air. Arga merasa bergetar melihat bayangannya yang tercermin di sana. “Apakah kita harus masuk ke dalamnya?” tanyanya dengan ragu.
“Ini adalah langkah penting dalam perjalananmu,” jawab Nisa, menguatkan. “Jangan takut. Ingatlah, kau memiliki kekuatan untuk menghadapi apa pun.”
Dengan tekad bulat, Arga melangkah maju, mengulurkan tangan untuk menyentuh permukaan cermin. Begitu telapak tangannya menyentuh cermin, ia merasakan arus energi yang mengalir melalui dirinya. Dalam sekejap, cermin itu menghisapnya, membawa Arga ke dunia lain.
Arga mendapati dirinya berada di sebuah ruang kosong, dikelilingi oleh bayangan dirinya yang tampak berbeda. Setiap bayangan mewakili ketakutan dan keraguannya—kekhawatiran akan kegagalan, perasaan tidak cukup baik, dan rasa kesepian yang menyertainya.
“Hadapi kami, Arga,” suara bayangan-bayangan itu menggema. “Apa yang kau inginkan?”
Arga merasa terjebak, tetapi di dalam hatinya, bunga kuning berkilau mengingatkannya akan kekuatan harapan yang telah ia pilih. “Aku ingin menemukan jati diriku! Aku tidak akan membiarkan ketakutan mengendalikan hidupku!” teriaknya, suaranya bergetar penuh keyakinan.
Setiap kali Arga menegaskan keinginannya, cahaya dari bunga kuning semakin bersinar terang, menghancurkan bayangan-bayangan tersebut satu per satu. Arga merasa kekuatannya semakin menguat, saat bayangan-bayangan itu menghilang, meninggalkan rasa damai dalam dirinya.
Di saat yang sama, Arga menyadari bahwa perjalanan ini bukan hanya tentang menemukan jawaban, tetapi juga tentang penerimaan diri. Dia telah belajar untuk mencintai setiap bagian dari dirinya, bahkan yang paling rapuh sekalipun.
Ketika bayangan terakhir menghilang, Arga merasa seolah beban berat telah terangkat dari pundaknya. Tiba-tiba, ia kembali ke gua dan melihat Nisa menunggu di dekat cermin, wajahnya penuh harapan.
“Bagaimana rasanya?” Nisa bertanya.
“Aku merasa lebih ringan, seolah telah melepaskan semua beban yang selama ini membelenggu,” jawab Arga dengan penuh keyakinan.
“Kau telah melewati ujian yang penting. Sekarang, saatnya untuk melanjutkan perjalanan ini. Masih ada banyak yang harus kita pelajari dan temukan,” Nisa mengatakan dengan semangat baru.
Mereka melangkah keluar dari gua, Arga tahu bahwa perjalanan mereka masih jauh dari selesai. Dengan langkah yang mantap, mereka menuju ke arah yang tak terduga, siap menghadapi petualangan selanjutnya yang penuh misteri dan pelajaran berharga.
Namun, saat mereka melangkah keluar, Arga merasa ada sesuatu yang mengawasi mereka dari balik bayang-bayang pepohonan. Perasaan itu membuat jantungnya berdebar. “Nisa, apakah kau merasakan sesuatu?” tanyanya, mengawasi sekitar dengan waspada.
“Entahlah,” jawab Nisa, menatap jauh ke dalam hutan. “Tetapi kita harus tetap waspada. Sesuatu yang menarik menanti kita di depan.”
Dengan rasa ingin tahu dan sedikit ketegangan, mereka melanjutkan perjalanan, tak tahu apa yang akan menanti mereka di ujung jalan, namun Arga bertekad untuk menghadapi apapun demi menemukan jati dirinya yang sejati.
Tunggu kelanjutannya ya gaes terimakasih
KAMU SEDANG MEMBACA
SANG BONEKA KERAJAAN [END]
FantasiDi sebuah lembah yang jauh dari pandangan dunia, berdiri sebuah kastil megah yang tampak begitu indah namun penuh dengan keheningan. Dikelilingi oleh taman-taman yang dulu berwarna-warni, kini berubah menjadi rimbunan tanaman liar yang tak terurus...