Kegelapan menyambut Arga begitu pintu besar itu terbuka. Udara di dalam terasa lebih dingin, seperti sedang berada di tempat yang sudah lama terlupakan oleh waktu. Langkah kakinya yang bergema di ruangan besar yang tampak tak berujung. Arga menggenggam boneka di tangannya dengan lebih erat, merasakan kehangatan aneh yang datang darinya, seolah boneka itu menjadi penghubungnya dengan dunia ini.
"Ini dia," gumam Arga pelan, matanya terus menjelajah ke sekeliling. Ruangan itu dipenuhi bayangan-bayangan besar, dan meski tidak ada cahaya yang jelas, ia bisa melihat segala sesuatu dengan samar.
Saat ia melangkah lebih jauh, tiba-tiba ada suara berisik yang terdengar dari sudut ruangan. Arga terdiam, mendengarkan. Suara itu semakin jelas, seperti langkah-langkah seseorang yang mengikutinya. Seketika, ia berbalik dan memandang sekeliling, namun tak ada siapa pun di sana. Hanya ada bayangan-bayangan yang bergerak lembut, seolah-olah mereka hidup, berputar mengelilingi Arga dalam kegelapan.
Boneka di tangannya terasa lebih berat, dan tiba-tiba ia merasakan boneka itu bergerak. Dengan cepat, Arga melepaskannya, membuat boneka itu jatuh ke lantai dengan bunyi lembut. Namun, bukannya berhenti, boneka itu mulai bergerak sendiri, melangkah pelan menuju ke sudut ruangan.
"Bo...bo boneka ituu... hidup?" pikir Arga, rasa takut yang sempat menghilang kini kembali menghantuinya.
Perempuan bergaun putih tiba-tiba muncul di sampingnya, tanpa suara. "Kau tidak perlu takut," ucapnya lembut, "boneka itu hanya menuntunmu menuju kebenaran yang kau cari."
Arga menatap perempuan itu dengan penuh pertanyaan. "Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Mengapa aku merasa seperti boneka ini lebih dari sekadar benda biasa?"
Perempuan itu tersenyum kecil, lalu menoleh ke arah boneka yang kini berhenti bergerak di tengah ruangan. "Boneka itu adalah jiwamu yang tersimpan. Ia membawa setiap kenangan, baik yang kau terima maupun yang kau tolak. Setiap bagian dari hidupmu ada di sana, menunggu untuk ditemukan kembali."
Kata-kata perempuan itu membuat Arga semakin resah. Ia tidak tahu apakah ia siap untuk menghadapi semua kenangan itu. Namun, di dalam hatinya, ia tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk menemukan jawaban yang selama ini ia cari.
Dengan ragu, Arga melangkah mendekati boneka yang kini berdiri tegak di depannya. Ia mengulurkan tangannya, merasakan energi hangat yang memancar dari boneka tersebut. Begitu tangannya menyentuh boneka itu lagi, pandangannya mendadak kabur, dan ia terlempar ke dalam pusaran ingatan yang luar biasa kuat.
Gambaran demi gambaran muncul di hadapannya. Ia melihat dirinya di masa kecil, bermain di taman bersama orang tuanya. Ada tawa dan kebahagiaan yang terpancar dari wajahnya yang polos. Namun, perlahan-lahan, kenangan itu berubah. Ia melihat ayahnya yang pergi, meninggalkan rumah, dan ibunya yang menangis sendirian di sudut ruangan. Arga kecil bersembunyi di balik pintu, memeluk boneka yang sama dengan yang ia pegang sekarang, menahan air mata yang ingin keluar.
"Rasa kehilangan itu," Arga berbisik, merasakan perih yang sama seperti waktu itu. "Aku menguburnya terlalu dalam."
Kenangan itu terus berlanjut, membawa Arga ke momen-momen penting dalam hidupnya yang selama ini ia abaikan. Saat ia tumbuh dewasa, ia selalu membawa perasaan hampa, meskipun ia tidak mengerti dari mana asalnya. Boneka itu selalu ada di dekatnya, namun ia memilih untuk tidak memperhatikannya, seolah boneka itu adalah pengingat dari sesuatu yang ingin ia lupakan.
Kini, di tengah pusaran kenangan itu, Arga menyadari satu hal penting: boneka itu bukan hanya simbol dari masa lalunya, tetapi juga kekuatan untuk menyembuhkan dirinya. Boneka itu menyimpan perasaan-perasaan yang tidak pernah ia ungkapkan, dan sekarang, di tempat ini, ia harus menghadapinya.
Perlahan-lahan, ingatan itu mulai memudar, dan Arga menemukan dirinya kembali di ruangan besar yang gelap. Namun kali ini, ada perubahan. Cahaya lembut mulai memancar dari boneka di tangannya, menerangi ruangan yang sebelumnya diselimuti bayangan. Arga menatap boneka itu, dan untuk pertama kalinya, ia merasakan rasa damai yang aneh.
"Kau telah menghadapi bagian tersulit," suara perempuan bergaun putih terdengar lagi, kali ini lebih dekat. "Dengan menerima masa lalumu, kau telah membuka pintu pertama menuju penemuan dirimu."
Arga mengangguk pelan, meskipun hatinya masih penuh dengan pertanyaan. "Lalu apa yang harus kulakukan sekarang?"
"Jalanmu masih panjang," jawab perempuan itu sambil tersenyum. "Kau telah menemukan kunci pertama, namun masih banyak pintu lain yang harus kau buka. Setiap pintu akan membawamu lebih dekat pada jati dirimu yang sesungguhnya."
Perempuan itu kemudian mulai melangkah ke arah sudut ruangan yang sebelumnya tersembunyi oleh kegelapan. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia menghilang, meninggalkan Arga sendirian.
Namun kali ini, Arga tidak lagi merasa takut. Dengan boneka di tangannya, ia merasa lebih kuat dan siap untuk melanjutkan perjalanannya. Setiap langkah yang ia ambil kini dipenuhi keyakinan bahwa ia berada di jalan yang benar.
Ia menatap pintu lain di ujung ruangan, pintu yang tampaknya lebih besar dan lebih kokoh dari yang sebelumnya. Dengan tekad baru, ia melangkah mendekat, merasakan energi dari boneka yang mengalir melalui dirinya.
"Sekarang, aku siap," kata Arga, sebelum ia membuka pintu berikutnya, menatap masa depannya dengan penuh harapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SANG BONEKA KERAJAAN [End]
FantasyDi sebuah lembah yang jauh dari pandangan dunia, berdiri sebuah kastil megah yang tampak begitu indah namun penuh dengan keheningan. Dikelilingi oleh taman-taman yang dulu berwarna-warni, kini berubah menjadi rimbunan tanaman liar yang tak terurus...