Part 68 - Kembali padamu lagi

103 5 0
                                    




"Kamu hanya perlu mengucapkan satu kata."

Dalam keheningan yang menyesakkan, dia membuka mulutnya.

"Anak itu milikku."

Sebuah suara berat bergema di hatiku. Sepertinya desahan yang tak terhindarkan akan keluar, tapi Jeong-oh tetap menutup mulutnya. Apakah kamu sudah yakin, atau kamu hanya ingin percaya saja? Aku tidak tahu apa yang ada di dalam pikirannya. Jantungku yang selama ini berdebar kencang setiap dia disekitarku, kini pun tetap berdebar-debar saat aku memejamkan mataku, sudut mataku menjadi semakin panas.

"Yena adalah putriku."

Jeong-Oh memperhatikan bahwa matanya juga sedikit gemetar saat memandangnya. Bahkan suaranya terdengar sungguh-sungguh dan putus asa.

"Katakan padaku, Dia adalah Putriku."

Ketika dia tidak menjawab, dia mengulangi suaranya. Aku pasti sedang menahan semacam emosi dibelakang tenggorokanku, tapi meski dengan suara pelan, sarafku naik dan turun dengan keras. Aku terus mengatakan hal yang sama. Seolah-olah hanya ada satu jawaban. Oleh karena itu kau tidak boleh menyangkalnya. Aku akan memberimu segalanya jika kamu menjawabku. Apakah emosiku yang tulus tersampaikan? Tangan kanan Jeong-oh terangkat ke pipiku. Sentuhannya sangat lembut, seolah menggelitik kulit, namun bibirnya masih terkatup rapat. Sepertinya dia tidak akan pernah mendapatkan jawaban yang diinginkannya. Sepertinya dia berusaha menghiburku dan keluar dari situasi ini. Ji-heon menjadi cemas dan meraih tangannya yang sedang menggoda pipinya.

"Katakan."

"..............."

"Tolong.. Katakan."

Kini suaranya menjadi permohonan yang menyedihkan. Jeong-oh yang memandangnya pun terasa patah hati. Perasaan duka terus melekat. Apa yang membuatmu seperti ini? Siapa yang membuat pria ini jadi gila? Siapa yang membuat pria ini begitu putus asa? Jeong-oh mau tidak mau merasa bingung karena dia tidak tahu apa yang terjadi pada Ji-heon pada waktu itu. Entah itu benar atau salah, aku sepertinya tidak peduli lagi. Dia hanya ingin sebuah jawaban. Aku harus membuka mulutku untuknya. Matanya mengembara seperti anak hilang saat dia menunggu jawabanku. Seperti biasa aku harus berpikir rasional. Penilaian realistis atas keadaan ini harus dibuat. Bisa jadi keinginannya agar aku menjadi miliknya sepenuhnya membuat dia mengambil pehaman yang salah. Mungkin merupakan dorongan yang berbahaya hanya untuk membuang segala sesuatu untuk menangkapku. Bolehkah aku memberitahumu? Apakah itu baik-baik saja? Jika dia benar-benar mendapatkan kebenaran, jika dia mengetahui segalanya, tidak ada cara untuk menyangkalnya aku semakin bingung dengan mempertimbangkan ingatannya apakah itu sudah kembali atau belum. Karena aku hanya menunggumu mengatakan alasan yang sebenarnya. Itu juga merupakan sesuatu yang sangat aku inginkan. Aku berusia dua puluh tiga tahun dan kini telah berusia tiga puluh tahun. 7 tahun yang lalu. Aku hanya ingin mengakhiri rasa sakit ini. Aku ingin menjadi seseorang yang tidak akan membohongi diri sendiri dan putriku. Bibir Jeong-oh terjatuh saat dia mengambil keputusan.

"Itu benar.. Itu anakmu."

7 tahun. Aku kembali kepadamu lagi setelah sekian lama. Aku berbicara dengan tenang, tetapi akhir dari kata-kataku segera memudar. Matanya, yang merah bahkan di bawah lampu jalan, semakin melebar. Meskipun aku memberinya jawaban yang dia inginkan. Mulutnya perlahan terbuka dengan ekspresi sangat terkejut, seolah-olah dia sebenarnya tidak mengharapkan apa pun setelah bersikeras menekan hanya pada satu jawaban. Seolah-olah dia kehilangan sesuatu untuk dikatakan, seolah-olah dia bahkan kehilangan suaranya. Bibirnya bergerak naik turun perlahan, tapi tidak ada suara yang sampai ke telingaku. Jeong-oh dengan jelas mengungkapkan kebenarannya sekali lagi.

"Kita.. Anak Kita."

Itu juga merupakan pengakuan yang sulit bagiku. Sebelum aku menyadarinya, mataku dengan pandangan kabur menangkap wajah pria itu yang berubah menjadi sebuah kesakitan. Hah hah hah hah..... Pernahkah aku melihat ekspresi menyedihkan seperti itu? Itu adalah wajah paling menyedihkan yang pernah aku lihat dalam hidupku. Hati Jeong-oh juga terasa pilu. Kesedihan seseorang yang mengetahui kebenaran, yang sudah lama tidak dia ketahui ini sungguh mengerikan. Aku melihatnya untuk pertama kalinya. Pria yang selalu menunjukkan sisi dingin dan sombong, sisi angkuh dan bermartabat, serta sisi rasional dan kuat di hadapanku ini wajahnya hancur seolah-olah telah kehilangan segalanya dalam hidupnya. Seolah-olah seluruh dunia yang dia bangun telah runtuh dalam seketika. Dia sepertinya lupa bernafas. Aku menangkap Ji-heon, yang tersandung seolah kakinya kehilangan kekuatan. Ji-heon juga meraih lengan Jeong-oh, tapi tidak bisa menahan dirinya sendiri. Ji-heon ingin bersandar di bahunya, tetapi dia jatuh seolah-olah dia kehilangan kaki untuk menopang dirinya sendiri. Jeong-oh pun duduk bersamanya. Hahhh... ah... hah.. hah... Suara terengah-engah terdengar dari atas bahuku, seolah-olah dia bisa saja kehilangan nafasnya setiap saat. Tidak ada yang bisa dilakukan oleh Jeong-oh. Aku tetap memeluknya. Nafasnya yang putus asa memberi warna hitam menambah kegelapan malam ini. Tidak, dia terus menangis. Hah. Ugh.. hum.. uhh.. huhhughh..

A Child Who Looks Like Me / Anak yang Mirip DenganKuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang