Part 83 - Ayah tetap berlari!

49 1 0
                                    


Udara di dalam ruang meeting terasa hangat dan damai, tidak seperti di luar ruangan. Tangan besar Ji-heon terasa nyaman dan menenangkan, tapi meski Jeong-oh ingin dibelai dalam waktu lama, dia segera menjaga jarak. Karena akan sulit jika tiba-tiba ada yang datang masuk ke dalam ruang meeting. Ji-heon juga tidak memaksa, mengingat perasaan Jeong-oh. Tapi Ji-heon bahkan tidak sanggup untuk meninggalkan ruang meeting. Aku sudah lama ingin berbicara dengannya.

"Benarkah aku pandai memasak 7 tahun yang lalu?"

"Ngh! Sangat pandai! Bahkan dapur studioku sudah jadi milik Oppa. Oppa selalu bertugas untuk memasak."

Saat Ji-heon memancing, Jeong-oh menjawab dengan penuh semangat, Lalu Jeong-oh memiringkan kepalanya dan bertanya.

"Apakah kamu belum pernah memasak apapun selama 7 tahun ini?"

"Ngh. Karena aku bahkan tidak tahu aku bisa melakukannya."

Dia tidak benar-benar mendengarkan bualanku tentang dia yang pandai memasak sebagai hobi, tapi jawabannya yang tenang entah bagaimana terdengar sangat menyedihkan. Aku ingin memberinya harapan. Harapan bahwa ada kenangan tersembunyi di suatu tempat di alam bawah sadarnya yang belum mampu ia keluarkan.

"Oppa, apakah kamu ingin lihat ini?"

Jeong-oh mengeluarkan ponselnya dan membuka album foto. Saat memilah-milah foto Yena, aku menemukan sebuah foto dan menyimpannya di ponselku. Ji-heon mendekat dan menatap layar ponsel Jeong-oh. Itu adalah foto sebuah ruangan yang tampak kecil dan nyaman. Ruangan itu terasa familiar. Itu sangat mirip dengan ruangan terakhir di apartemen yang Ji-heon dekorasi.

"Ini kamar studioku dulu. Studio tempat Oppa sering datang berkunjung."

Ah... Ji-heon menghela nafas pelan. Sepotong memori yang terisolasi kembali ke tempat asalnya seperti puzzle. Kepala dan hatiku mati rasa bersamaan. Itukah sebabnya aku merasa sangat nyaman saat memasuki ruangan itu? Karena itu rumah Lee Jeong-oh?

"Oppa bilang dia lebih suka berada di kamar studioku daripada rumahmu sendiri, dan alasannya adalah....."

Jeong-oh adalah orang pertama yang berbicara soal itu tapi tiba-tiba dia ragu untuk memberitahu Ji-heon, dan segera menutup mulutnya. Ji-heon mengangkat alisnya dan bertanya.

"Apa alasannya?"

"Ya begitulah."

"Apa itu? Kenapa kamu berhenti bicara?"

"Oppa, ingatlah aku."

"Tidak, kamu ceritakan lagi padaku."

"Cobalah untuk mengingatnya, untuk itu kamu harus berusaha mengingatnya."

Lee Jeong-oh. Apakah kamu tidak memperlakukanku terlalu jahat? Ji-heon yang ingin diperlakukan dengan hormat, mengerutkan alisnya dengan keras, memejamkan mata, dan bersandar di kursinya. Lalu dia mengangkat satu tangan dan menyentuh keningnya.

"Ah. Tiba-tiba kepalaku sakit... rasanya seperti akan pecah."

"Oh, apakah itu sangat sakit?"

"Ya, sepertinya aku sakit karena mencoba mengingatnya."

"Apakah itu sangat menyakitkan?"

"Ngh.."

"Saat kamu berada di kamar studioku, kamu bisa melihat di mana aku berada dan apa yang aku lakukan dengan mudah, itulah mengapa Oppa bilang Oppa suka berada di kamar studioku."

Jeong-oh yang takut dengan kejahilan Ji-heon langsung mengaku. Sungguh menyakitkan bagi Jeong-oh yang hanya bisa melihatnya seperti itu, tapi Ji-heon segera mengangkat tubuh dan bersandar pada kursi dengan wajah ceria dan menjulurkan bibirnya.

A Child Who Looks Like Me / Anak yang Mirip DenganKuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang