Ac 21

6 2 0
                                    

Setelah menempuh perjalanan selama 45 menit, meera sampai di rumah. Memarkirkan motor ke teras, setelah itu ia turun dan menghampiri ilham yang berada di samping jalan rumah meera.

"Terima kasih"ucap meera.

"Kalau begitu saya pamit"jawab ilham di balik kaca mobil dan meera menganggukan kepalanya.

ilham menyalakan mobil, setelah itu ilham lantas menjalankan mobil tersebut meninggalkan perkarangan rumah meera.

Setelah melihat kepergian ilham, meera berjalan masuk ke dalam rumah dengan langkah pelan. Dengan langkah kaki yang berusaha pelan agar tidak menimbulkan suara, tapi tetap saja terdengar ibu dwi, ibunya meera. Yang berada di dapur sambil menunggu kepulangan anak keduanya.

"Dari mana, baru pulang jam segini?"Tanya ibu dwi yang mendengar suara langkah kaki sang putri yang langsung menghampirinya.

Meera yang mendengar suara ibunya, lantas menghentikan langkah kakinya dan membalikan badan menghadapnya.

"Luar"jawab dingin meera.

"Dari pagi sampai malam, kamu baru pulang meera. Kamu itu perempuan!"tegas sang ibu.

"Meera tau. Bukankah kata ibu meera sudah dewasa? Jadi meera tau, mana yang baik dan buruk di luar sana"jawab meera yang pergi meninggalkan sang ibu begitu saja.

"Meera!"panggilnya dengan sedikit berteriak, tapi meera tidak memperdulikan itu dan tetap melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar.

Ia tidak ingin menjadi anak yang durhaka, yang melawan sang ibu dan berakhir akan membentaknya. Meera pergi begitu saja karena tidak ingin memancing keributan dan memilih meninggalkan ibunya.

Masuk ke dalam kamar, membersihkan diri, setelah itu meera bersiap siap untuk tidur. Meera menatap dinding kamar yang masih begitu sama dengan yang dulu, tapi kenangannya sudah berbeda kali ini.

Meera tiba tiba terlintas kembali di pikirannya ketika bertemu dengan gadis kecil itu di taman, gadis itu apa kabarnya? Gumam meera dalam hati. Ketika sedang melamun, meera mendengar suara telepon di ponselnya. Ia lantas membuka ponsel dan menjawab telepon tersebut.

"Halo, siapa ya?"Tanya meera.

"Alo asalamualaikum aca, ini ilwa"ujarnya di seberang sana.

"Waalaikumsalam, hai sayang. Kok belum tidur? udah malam gini di marahin bunda loh nanti"ujar meera yang menakuti gadis itu.

"idak aca, ilwa udah ijin sama bundla mau telepon aca"balasnya.

"oh gitu, terus ini ponsel siapa?"Tanya meera.

"abang, aca gih apain?"Tanya balik gadis itu di seberang sana.

"kakak lagi tiduran. Tadi kakak denger suara telepon, eh ternyata cantik aka ini yang telepon"kekeh meera.

"hilwa ayo tidur nak"ujar seorang wanita di seberang sana yang meera tidak tau siapa.

"aca, ilwa tidur dulu ya. Bundla anggil tadi"ujarnya dan meera beroh ria, ternyata ibunya yang manggil.

"iya sayang"jawab meera.

"adah aka cantik, wassalamualaikum"salam gadis itu yang mematikan ponselnya.

"waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh"jawab meera yang menaruh ponselnya kembali ke meja. Setelah itu ia berbaring dan tak lama kemudian meera tertidur.

Sedangkan di tempat berbeda. Bunda mutia baru saja memanggil putrinya yang menyusul ke kamar sang abang. Gadis kecil itu tidak sendiri ketika menelpon tadi, ada sang abang di sampingnya, yang mana zaki mendengar percakapan mereka berdua.

"Sudah telponnya?"Tanya sang bunda.

"Udah bundla, aca ira dah tidur"ujar gadis kecil itu.

"Yaudah karena aca ira sudah tidur, hilwa juga tidur ya nak. Sudah malam"tegur sang bund dan hilwa mengiyakan perkataannya.

Bunda mutia mengendong anak perempuan kesayangannya, yang mana untuk melahirkan anak perempuannya ini harus menunggu terlebih dahulu. Sang ibu bersyukur karena sang abang tidak keberataan dan tidak malu ketika mendengar ia tengah memiliki seorang adik di usia yang sudah dewasa. Jarak yang cukup jauh tidak membuat mereka terhalang akan kasih sayang.

Tidak ada di antara mereka berbeda kasih sayang, mereka mendapatkan kasih sayang yang sama rata tanpa membedakan bedakan.

"Kamu tidur bang, dah malam"tegur sang bunda kepada anak pertamanya.

"Iya bund, ini juga mau"ujar zaki.

"Yasudah bunda ke kamar"kata sang bunda yang pergi keluar dari kamar zaki, yang mengendong anak perempuannya.

Setelah melihat kepergian sang bunda. Zaki menutup pintu kamar, dan bersiap siap tidur setelah membersihkan diri.

Oh ya, untuk yang tinggal di rumah itu hanya bunda mutia dan pak hakim beserta anak anak mereka. Sedangkan bunda maya, berada di rumah samping pesantren ikhwan/laki laki, yang letaknya tidak jauh dari rumah utama itu.

Untuk pekerjaan ayah Zaki dan ayah Ahmed, ayah mereka bekerja di tempat yang berbeda. Yakni mereka tak lain adalah seorang pemilik sebuah toko besar di salah satu kota tersebut. Mereka jarang terlihat di pesantren karena kesibukan pekerjaan mereka yang di luar, mereka hanya ada di pesantren ketika malam hari. Walaupun begitu, mereka berdua tetap membantu sedikit demi sedikit di pesantren di sela sela kesibukan mereka berdua.

Ayah Zaki memang lahir dari kalangan kiyai dan ayahnya seorang pemilik pondok pesantren juga. Akan tetapi, ia tidak ikut berkecimpung di sana dan memilih membuka usahanya sendiri. Pesantren ayahnya zaki di beri nama"Pondok Pesantren Al Hawaliyin"yang sekarang masih di pegang kakeknya Zaki, yakni ayahnya ayah Zaki. Muhammad Zaki Al Ghifari dan Hilwa Zakiya Al Ghifari merupakan nasab dari sang ayah yang nama belakangnya Muhammad Yusuf Al Ghifari. Yakni Al Ghifari merupakan nasab dari ayahnya ayah Zaki.

Kenapa tidak memakai dari nasab pihak ibu? Karena memang dari keluarga bunda mutia tidak menurunkan nasab itu kepada anak perempuan mereka, yang ada nasab dari ayahnya hanyalah pak hakim, selaku anak laki laki pertama. Sudah jelas bukan asal usul keluarga Zaki?

Almeera ChairunnisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang