Ac 3

10 5 0
                                    

30 menit perjalanan akhirnya mereka berdua sampai. Di resto cukup ramai pengunjung terlihat dari beberapa kendaraan mobil dan motor di halaman restonya. Resto ini adalah milik kedua orang tua Meera, walaupun sang ayah sudah tidak ada, sang ibu masih melanjutkannya. Memang tidak terlalu besar dan mewah, termasuk ke dalam resto cukup sederhana di bandingkan yang lain, tapi soal rasa tidak di perlu ragukan lagi.

Sang abang memparkirkan motornya, setelah itu mereka berdua masuk kedalam menemui sang ibu. Selama mereka berjalan masuk, ada beberapa pelayan yang menyapanya dan di balas ramah mereka berdua.

"Asalamualaikum"salam mereka berdua ketika sudah masuk dan melihat ibunya sedang menyiapkan sajian di dapur lantas berjalan menyalami tangannya.

"Waalaikumsalam, akhirnya kalian kesini juga. Tolong bantuin ibu buat menyiapkan makanan ini"pintanya dan Meera menganggukan kepalanya segera membantu.

"Abang bantuin di kasir, adek bantu anterin makanan ini hidangkan ke meja meja."

Mereka berdua menganggukan kepalanya dan segera berpencar sesuai dengan bagiannya. Meera sedang mengantarkan makanan dari meja ke meja dan pas sampai di meja no 31, Meera kaget. Ternyata mereka adalah....

"Selamat menikmati"ujar ramah Meera sambil menaruh makanannya di meja.

"Loh Meera"panggil seseorang.

"Salsa"jawabnya ketika mendonggakan kepalanya sedikit untuk melihat siapa yang di depannya.

"Kamu kenal nak dengan gadis ini?"Tanya wanita paruh baya yang meera tidak tau siapa.

"Dia Meera nek, teman kuliah Salsa. Salsa lupa ternyata resto ini punya orang tua meera, biasanya meera tidak ada disini, Salsa juga kaget pas lihat tadi"ujar Salsa menjelaskan dan wanita paruh baya itu mengangguk-anggukan kepalanya.

"Kenalin nak, nenek namanya Nek Hafsoh. Neneknya Salsa dan pria yang itu"ujarnya yang sambil menunjuk seorang pria yang Meera kira umurnya tidak jauh berbeda dengan sang abang. Meera hanya menyalami tangan wanita itu dan memperkenalkan dirinya.

"Meera nek"jawabnya dan wanita paruh baya itu tersenyum menganggukan kepalanya.

"Kalau gitu Meera pamit ke dalam dulu ya nek. masih banyak pesanan yang belum Meera selesaikan, mari nek, sal, dan mas yah"pamit Meera yang menundukkan kepalanya dan meninggalkan mereka bertiga. Setelah Meera pergi dari sana, salsa menertawakan dan meledek sepupunya karena perkataan Meera tadi.

"Mas gak tuh nek"ledeknya.

"Wajar aja dia kan umurnya sudah hampir mau 27 tahun, jadi sudah bagus di panggil mas. cuma sayang belum nikah nikah"ledek sang nenek.

"Ck serah kalian deh"kesal pria itu dan memilih memakan makanannya.

Salsa dan sang nenek tertawa puas karena berhasil menjahili pria yang di duga bernama Zaki itu. Yang mana sosok pria ini terkenal dengan sikap dinginnya. tidak hanya ke orang lain saja dia bersikap dingin, terhadap keluarganya pun sama. Ntahlah siapa yang dapat merubah sikapnya nanti, mungkin istrinya kali ya? Karena jodoh mas Zaki belum juga ketemu, mereka bertiga memilih memakan makanannya.

Berbeda di lain tempat, yaitu di dapur. Meera baru saja masuk setelah selesai mengantarkan pesanan para pengunjung. Dia duduk di kursi yang memang di siapkan untuk ibu nya istirahat ketika capek memasak. Untuk di resto itu memang yang memasak makanannya semua adalah Ibu Dwi, ibunya Meera. Ada satu orang lagi di dapur ini yang khusus membantu ibunya ketika membutuhkan yang lain.

"Sudah selesai semua?"Tanya sang ibu yang ikut duduk untuk mengistirahatkan badannya sebentar.

"Sudah, alhamdulilah rame ya bu".

"Alhamdulilah, ini rezeki kalian juga"jawabnya dan meera menganggukan kepalanya.

"Maaf ya bu, kalau Meera belum bisa bantu sesering mungkin di resto."

"Tidak apa-apa. Kamu sama abang pokus aja ke kuliah dan kerja, ibu di sini banyak yang bantu"ujar ibu Meera, lantas bangun memeluk ibunya.

"Jangan peluk. Badan ibu bau masakan"ujarnya.

"Gapapa Meera kangen pelukan ibu"jawab meera yang mengeratkan pelukannya.

Sang ibu hanya tersenyum kecil sambil mengusap kepala putrinya. Sudah lama ia tidak merasakan pelukan anak gadisnya,  setelah kepergian sang suami.

Semenjak kepergian sang ayah, Meera jarang sekali mengobrol berdua bersama sang ibu atau abangnya. Sang ibu paham mungkin karena kehilangan sosok cinta pertamanya, meera tidak bisa merasakan kebahagiaan lagi yang dulu sang suami berikan. Padahal kenyataannya, sang ibu dan sang abang sendirilah yang pelan pelan berubah semenjak ayahnya telah tiada, mereka dulu harmonis dan saling menyayangi.

Walaupun terkadang menurut penglihatan kita mereka harmonis, belum tentu memang seharmonis itu ketika kita masuk berperan di dalamnya. Semua bisa menipu dan berkata seolah mereka baik baik saja dan berackting layaknya seorang putri yang di dalamnya di penuhi dengan kasih sayang.

Almeera ChairunnisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang