Ac 22

8 3 0
                                    

"Ibuku bukan tempatku pulang, dan ayahku tak dapat jadi sandaran hanya untuk berkeluh kesah. Aku sedih? Memang sejak kapan aku punya tempat untuk pulang? Bukankah sejak kecil, aku selalu menyimpannya sendiri dan memeluk lukaku sendiri."

-Salsabila putri

Hidup tanpa seorang ibu, yang nyatanya ada. Bukankah menyakitkan? Bukan salah dirinya ingin di lahirkan di dunia ini.

Sosok yang selama ini mereka kenal dengan ramah, murah senyum, tapi nyatanya banyak beban di pundaknya. Ia ingin di cintai dan merasakan bagaimana selayaknya kasih sayang seorang ibu. Tapi nyatanya itu hanyalah sebuah keinginan.

Bohong dirinya tidak sakit, ketika melihat orang yang di luar sana bisa berbagi kasih sayang dengan ibunya. Ingin rasanya ia di posisi itu. Di lahirkan ke dunia tanpa kasih sayang dari sosok ibu begitu menyakitkan baginya. Keinginannya sedari kecil hanyalah sebuah keinginan yang takkan bisa ia gapai.

Cinta seorang anak perempuan memang seorang ayah. Tapi akankah seimbang, jika kita hanya merasakan cinta darinya, tapi tidak merasakan cinta dari ibu yang telah melahirkan kita. Tidak seimbang bukan? Begitulah yang selama ini Salsa rasakan.

Duduk merenung sambil melihat sekeliling pesantren yang di tambah rintik rintik hujan, membuat ia betah berlama lama dalam khayalannya.

Tatapan kosong yang selama ini tidak orang tau, sekarang tengah memikirkan nasibnya kedepan. Akankah takdir akan terus mempermainkan hidupnya? Ia ingin bahagia, mengapa sulit untuk ia merasakan bahagia yang begitu sepele menurutnya. Kebahagiaan ia tak lain adalah merasakan kasih sayang seorang ibu.

"Salsa"panggil lembut pak hakim yang masuk ke dalam kamar anak perempuannya setelah mengetuk pintu.

Tak ada jawaban dari Salsa yang masih berdiam diri dan merenung di dekat jendela kamar itu. Pak hakim yang melihat anak perempuannya sedang melamun, lantas menghampiri dan memeluknya dari belakang.

"Kenapa hmm?"Tanya pak hakim yang membuat salsa membalikan badan dan menatap mata hazel milik sang ayah.

"Ayah-----Apa takdir akan terus mempermainkan hidup salsa? Mengapa kebahagiaan itu sulit untuk salsa gapai. Salsa ingin merasakan kasih sayang ibu, mengapa sulit ayah. Mengapa? Hiks, Hiks...."tangis pecah salsa

Ia peluk cinta pertamanya dan menangis sejadi jadinya di dalam dekapan itu. Mengapa dunia jahat kepada dirinya. Apa salah dia? Sampai harus merasakan hal menyakitkan seperti ini.

Sang ayah mengusap anak rambut putri satu satunya dan berusaha membuat ia tenang.

"Salsa cape berjuang sendiri, yang nyatanya sampai kapanpun ibu tidak akan pernah sayang sama salsa. Apa karena kelahiran salsa, membuat aib keluarga? Kenapa salsa di lahirkan, jika salsa harus merasakan sakit seperti ini. Apa salah salsa?"ungkap salsa di sela sela isakannya.

"Hustt tidak baik bicara seperti itu nak. Salsa tidak salah apa apa, ayah mohon salsa sabar sebentar. Ayah sedang berusaha mewujudkan keinginan kamu sayang"jawab lembut sang ayah dan salsa melepaskan pelukannya secara tiba tiba.

"Sampai kapan? Sampai kapan salsa harus menunggu! Ketika salsa pergi, baru ibu akan sadar? Salsa cape. Yang nyatanya jawaban ayah hanyalah omong kosong! Salsa benci sama hidup salsa! Salsa benci Arghhhhhh"teriak salsa yang melemparkan barang apa saja yang ada di dekatnya.

"Sayang ayah mohon kendalikan dirimu. Jangan seperti ini nak, ayah mohon sama salsa"ujar sang ayah yang berusaha menenangkan sang putri agar trauma itu tidak kembali datang.

"Pergi----Salsa benci kalian! Salsa tidak ada gunanya hidup, hidupmu sungguh menyedihkan salsa. Hahaha"teriak salsa yang kembali melemparkan barang sambil meracau tidak jelas.

"Salsa ayah mohon, salsa harus tenang oke. Kita bicarakan baik baik ya"ujarnya yang sekali lagi memohon.

"Tidak. Kalian pembohong! Pergi!"marah salsa yang menatap sang ayah dengan tajam.

Tatapan itu sungguh membuat dadanya sesak. Putri satu satunya yang ia miliki, begitu mengenaskan keadaannya sekarang. Ia ingin memeluk putrinya, tapi ia takut ketika dirinya melakukan hal itu akan menjadi masalah besar.

Tak lama setelah itu mereka yang ada di rumah mengerumuni kamar salsa, karena teriakan dan barang barang yang pecah terdengar hingga ke kamar mereka.

Umi nyai menghampiri pak hakim yang sedang tak karuan keadaannya, bahkan dirinya tidak bisa untuk menenangkan putrinya sendiri. Putri satu satunya sangat membenci dirinya, karena sebab itulah ia tidak menghampiri sang anak yang tengah duduk sambil meracau tidak jelas.

"Hakim, kenapa nak. Kenapa bisa jadi seperti ini lagi?"Tanya umi nyai dengan cemas.

"Umi------trauma itu kambuh lagi, setelah sekian lama tidak ada. Putri hakim mi------Hiks, Hiks"tangis pak hakim yang lolos begitu saja.

"Kamu sabar. Salsa sedang di tenangkan zaki"ujar umi nyai, sedangkan pak hakim hanya menganggukan kepalanya lemah.

Di sisi lain, zaki menghampiri salsa yang duduk sambil meracau tidak jelas. Tak jarang ia akan tertawa sendiri dan menjambak rambutnya.

"Kau bodoh salsa! Harusnya sedari dulu kau sudah mati! Salsa benci kalian! Salsa tidak ada gunanya hidup-----Haha"racau salsa sambil tertawa tidak jelas.

"Sudah puas? Sekarang tenangkan diri. Jangan sampai ada celah untuk iblis masuk kedalam diri kamu"nasihat lembut zaki yang menghampiri salsa.

Salsa mendonggakan kepala dan menatap manik mata saudara laki lakinya. Ia tersenyum pedih dan tatapan kosong itu ia tampakkan di hadapan zaki.

"Kita bisa bicarakan dengan kepala dingin, semua akan baik baik saja jika waktunya sudah tiba. Ayok bangun"ajak zaki yang mengulurkan tangannya dan salsa menerima uluran tangan itu dan ikut bersama zaki untuk duduk di kasur.

Trauma berat yang salsa alami kembali kambuh setelah sekian lama trauma itu tidak kembali. Trauma masa kecil yang selalu berharap akan mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu, namun berkali kali di patahkan. Hingga membuat ia memiliki trauma berat seperti itu.

Salah satu orang yang bisa membuat salsa tenang dan bisa mengendalikan diri ketika trauma adalah zaki. Sosok saudara yang selalu jadi garda terdepan untuk dirinya. Tak terhitung perjuangan zaki untuk salsa semasa kecil dulu, sampai sekarang ia dewasa.

Sang ayah yang melihat anaknya kembali tenang dan bisa mengendalikan diri, bernafas lega dan tersenyum bahagia melihatnya. Ia sedang berusaha mengabulkan keinginan salsa, walaupun harus ada rintangan dan ujian yang harus ia alami.

Dimana sosok sang ibu ketika putri satu satunya mengalami trauma? Mengapa tidak ada sosok dirinya di sana. Apa memang setidak peduli itu terhadap anaknya? Sang anak rela berjuang sendiri demi ingin merasakan kasih sayang darinya, akibatnya trauma itu hadir di dalam dirinya.

Almeera ChairunnisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang