•
•
•Sinar matahari yang menusuk mata membuat seorang gadis cantik bernama Rafellia menggeliat pelan dalam tidurnya. Gadis itu merasa terganggu dengan sinar mentari yang seolah menyorot terang ke arah dirinya. Karena tidak nyaman dengan sinar tersebut, Rafellia pun terpaksa membuka mata. Menampakkan manik merah delima yang tampak berkilau karena pantulan cahaya dari jendela besar yang terbuka lebar di sisi kirinya.
Rafellia terdiam, mencoba mengamati lingkungan sekitarnya yang terasa tidak asing. Ia terbangun di suatu kamar yang besarnya hampir dua kali lipat dari kamar pribadinya di mansion. Kamar bernuansa monokrom dengan perabotan yang memiliki warna senada.
"Kamar ini mengingatkanku dengan kamar Ayden ..." gumam Rafellia pelan. Namun seperkian detik setelahnya, kedua mata gadis itu sudah membulat sempurna. "Ini kan memang kamarnya Ayden! Kenapa aku bisa ada di sini?!"
Rafellia menggigit bibir bawahnya sembari memikirkan semua kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi. Awalnya, ia berlari dari rumah Leander Jael untuk menghindari kejaran Kieran. Lalu di pertengahan jalan, ia merasa sesak karena cuaca dingin yang mencekiknya. Di tengah rasa sesak itu, Kieran dan para anggota Jade Rags berhasil mengejarnya, tapi ia juga berhasil melarikan diri dari mereka. Kemudian, ia merasakan pusing yang teramat sangat, dan beberapa bagian tubuhnya mulai mati rasa karena kedinginan.
"Lantas, kenapa aku bisa berada di sini?"
"Aeric yang membawamu kemari."
Fellia tersentak. Gadis itu menoleh cepat ke sumber suara, tepat ke arah pintu kamar yang baru saja terbuka lebar dengan sosok Ayden berdiri di tengah-tengahnya. Fellia mengikuti setiap langkah kaki Ayden yang menuju ke arahnya tanpa berkedip. Mau dilihat dari sisi manapun, Ayden Hoover memang benar-benar tampan!
"K-kau?!"
Ayden berdecih. Lagi-lagi ia mendapati sikap defensif Rafellia terhadap dirinya. Apakah gadis itu sebenarnya takut? Memang apa yang ia lakukan? Ia bahkan-
"Beraninya kau mencuri ciuman pertamaku, sialan!"
Ohh?
Sudut bibir Ayden terangkat ke atas. "Kau masih mengingatnya? Aku kira kau tidak akan ingat." Seringai Ayden semakin melebar saat melihat sedikit rona merah yang muncul di kedua pipi Rafellia.
"Tentu saja aku-"
Rafellia seketika terdiam. Kalimat yang ingin keluar dari mulutnya terpaksa harus ia telan mentah-mentah saat Ayden dengan tiba-tiba sudah membungkuk dan mendekatkan wajah mereka. Rafellia tenggelam pada bola mata hitam pekat yang sangat indah dan dalam milik sang pangeran.
"Aku apa?"
"Ti-tidak. Lupakan saja." Rafellia sedikit memundurkan posisi duduknya dan menundukkan kepala. Ke manapun asalkan tidak menatap sosok laki-laki di sampingnya. Sedikit meremas selimut putih yang menutupi bagian pinggang ke bawah mungkin bisa sedikit mengurangi rasa berdebar-debar yang Fellia rasakan.
"Fellia ... apa kau takut padaku?"
Rafellia spontan mendongak dengan satu alis terangkat. "Apa?" tanyanya tak mengerti. Sedikit bingung dengan maksud pertanyaan sang pangeran. "Aku takut padamu? Tidak. Kenapa kau bisa menyimpulkan seperti itu?"
Ayden tidak menjawab. Laki-laki itu memilih menjauhkan tubuhnya dan menghela napas. "Semua terlihat jelas dari sikapmu. Kau selalu bersikap defensif padaku, Nona. Apa aku salah?"
"Bukankah sudah jelas?"
Ayden mengerutkan kening. Sedikit tidak mengerti, tapi tetap menunggu sang gadis melanjutkan kalimatnya. Setidaknya, ia harus bersabar untuk meluruskan semua kesalahpahaman yang mungkin terjadi di antara mereka.
"Aku bersikap demikian karena dirimu sendiri, Ayden. Sejak awal, kau selalu membuatku bingung. Kau menyelamatkanku seolah aku ini adalah seseorang yang berharga bagimu. Tetapi kemudian, kau mengusirku, bersikap dingin padaku seolah-olah aku adalah sosok yang seharusnya tidak kau tolong saat itu."
"Kau datang di hari ulang tahunku dan mengatakan sesuatu yang tidak kumengerti. Memangnya kenapa aku harus berhati-hati dengan orang sekitarku? Jika aku memang dalam bahaya dan itu disebabkan oleh orang di sekitarku, apa urusannya denganmu?"
"Kau juga mencuri ciuman pertamaku, dan aku benci itu."
Memalukan. Kali ini aku setuju dengan Fellia.
Ayden mendecih. Bukannya membantu, Axel malah membela Rafellia. Tetapi memang benar. Sedari awal, dialah yang salah. Namun Ayden jadi bisa menyimpulkan satu hal ... Rafellia tidak tahu kalau mereka adalah mate.
"Maaf."
Sebenarnya ada banyak kata yang ingin diucapkan oleh Ayden, tapi hanya kata maaf itulah yang keluar dari mulut sang pangeran. Ayden belum bisa mengatakan pada Rafellia tentang status hubungan mereka yang sebenarnya. Ayden ingin kalau Rafellia menyadarinya sendiri nanti, seiring berjalannya waktu, dan untuk saat ini ...
... kesembuhan gadis itu jauh lebih penting.
"Tinggalah dulu di sini. Setidaknya sampai tubuhmu kembali pulih."
Rafellia kembali mendongak menatap Ayden. Gadis itu terkejut, jelas. Kenapa juga Ayden malah membiarkan gadis vampir sepertinya untuk tetap tinggal serta memulihkan diri di mansion mereka? Padahal jelas-jelas ia adalah musuh mereka sekarang.
Akan tetapi, kenapa?
"Kenapa?" Rafellia bertanya dengan napas tercekat. "Kenapa kau menolongku? Aku adalah musuhmu, Ayden. Seharusnya kau mengusirku setelah aku terbangun dari pingsanku. Bukankah itu yang kau lakukan dulu?"
Lagi-lagi, tidak ada respon yang berarti. Ayden Hoover hanya menatap netra merah delima milik Rafellia Reeves tanpa ekspresi. "Kembalilah beristirahat, aku akan membawakanmu sarapan."
Bola mata Rafellia menatap tak percaya pada sosok yang mulai berbalik pergi memunggunginya tersebut. Kedua tangan Rafellia mengepal erat. Sikap Ayden benar-benar membuatnya bingung. Terlebih lagi, apakah tidak apa-apa kalau ia menetap sebentar di sini? Bagaimana jika orang lain di mansion ini tahu kalau ada seorang vampir di wilayah mereka?
"Tidak usah terlalu dipikirkan. Aku akan meminta izin pada Ayah dan Ibuku kalau kau akan menetap di sini untuk beberapa saat. Aku juga akan mengirimkan surat pada keluargamu, Fellia."
"Apa? Bagaimana kau-"
Ayden tersenyum miring. "Kau sangat mudah dibaca, Nona."
Usai berkata demikian, Ayden menutup pintu kamar pribadinya dan meninggalkan Rafellia dalam keterkejutannya. Laki-laki itu, benar-benar membuat sang gadis kebingungan akan sikapnya. Sementara Ayden, lelaki itu juga tidak berniat menjelaskan apapun pada Rafellia tentang sikap yang selama ini dia lakukan pada sang gadis.
Aku benar-benar tidak mengerti tentang dirimu, Ayden.
•
•
•Uwahh! Part ini rasanya berat banget buat aku, huhu T~T
Tapi kalian tahu, 'kan? Kalau Ayden sebenarnya peduli sama Fellia, cuma ketutup sama ego dan rasa bencinya dia aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLUE BLOODLUST
ФэнтезиGenre : Fantasy - Romance Tema : Vampire & Werewolf Hate to Love ⚠ [𝗢𝗡 𝗚𝗢𝗜𝗡𝗚] ⚠ Follow dulu, dong! Hargai penulis dengan memberikan vote dan komentarmu. Selamat membaca❤ ˚☂︎࣪⋅ 。\ | /。˚☂︎࣪ 。\ | / 。˚☂︎࣪࣪⋅ . Ayden Hoover, seorang Alpha dari W...