•
•
•Tidak terasa, sudah lima hari lamanya Rafellia menginap di Revia Castle karena permintaan sang kakak sepupu—Raveena Reverie. Kini saatnya ia pulang, kembali ke Reeves Mansion dan menjalani kehidupannya sebagai seorang gadis bangsawan yang super sibuk.
Bagaimana tidak?
Saat bangun tidur di pagi hari, ia akan langsung disuguhkan oleh pemandangan seorang pelayan yang membawakan semua jadwal yang harus ia lakukan hari ini. Belum lagi tumpukan kertas yang berisi laporan dan keluhan para rakyat di wilayahnya yang harus ia periksa. Setelah diperiksa satu per satu, ia masih harus memilah dan memberikannya pada sang ayah untuk direalisasikan. Mana-mana saja yang sekiranya bisa direalisasikan dengan cepat, maka akan dilakukan di hari itu juga oleh para prajurit. Nantinya semua laporan itu juga akan diserahkan pada paman dan bibinya selaku Raja dan Ratu Revia Kingdom.
Ya, jadi begitulah sistem pemerintahan di Revia Kingdom.
Revia Kingdom memiliki tiga klan utama yang menjadi pilar kerajaan vampir tersebut. Reverie, mereka adalah pilar utamanya, mereka memerintah di wilayah Utara dan Barat. Lalu Ratliff di wilayah Selatan, dan Reeves di wilayah Timur.
Menjadi vampir keturunan bangsawan bagi Rafellia itu adalah kutukan. Karena banyak tuntutan dan kewajiban yang harus ia tanggung sebagai seorang vampir bangsawan. Apalagi ia merupakan anak tunggal, jadi semua tugas itu seolah dilimpahkan begitu saja padanya. Itulah kenapa ia harus belajar berbagai hal demi memenuhi semua tuntutan tersebut.
Memang, rasanya sangat melelahkan. Akan tetapi, ini sudah takdir hidup yang ditentukan Tuhan untuknya. Sudah sepatutnya ia bersyukur untuk itu, bukan? Karena mungkin saja masih banyak orang di luar sana yang ingin berada di posisinya. Toh, ia tidak sendirian. Ada Kak Raveena dan Raven yang memiliki nasib sama dengannya sebagai pewaris utama dari keluarga masing-masing.
"Paman, Bibi, Kak Veena, aku pulang ya!" Rafellia berpamitan pada sang Raja dan Ratu, serta Raveena Reverie yang kini tengah melambaikan tangan padanya.
"Hati-hati di jalan!"
Rafellia mengangguk sebelum menaiki kuda yang akan mengantarnya ke Reeves Mansion. Padahal ia sudah bilang akan pulang sendiri dengan berlari seperti biasa, tapi paman dan bibinya itu terlalu khawatir. Akhirnya ia terpaksa menerima permintaan mereka agar membawa salah satu kuda yang ada di kastil sebagai teman perjalanan.
"Biar kamu ada teman ngobrolnya di jalan."
Begitulah katanya. Ada-ada saja memang, tapi Rafellia bersyukur karena dengan adanya kuda hitam yang kini ia beri nama 'Riley' tersebut, ia jadi tidak sendirian dalam perjalanan pulang. Salah satu kekuatan yang dimiliki oleh Rafellia Reeves adalah ia bisa mengerti dengan bahasa hewan, sama seperti almarhum sang nenek.
Usai berpamitan dan sebagainya, kini Rafellia pun meninggalkan Revia Castle bersama Riley—kuda jantan berwarna hitam yang ditungganginya sekarang. Untuk sampai ke Reeves Mansion, Rafellia masih harus melewati Virfield Grove seperti biasanya. Riley berlari dengan sangat cepat melewati pohon-pohon yang menjulang tinggi dan mengikuti berbagai arahan dari gadis vampir bertudung hitam di atasnya. Saking cepatnya Riley berlari, Rafellia sampai harus memegang tali kekang kuda tersebut dengan kuat agar dirinya tidak terjatuh.
Namun, takdir seolah berkata lain. Karena beberapa detik setelahnya ...
"RILEY, AWAS!"
Bruak!
... tabrakan keras itu pun tak terelakkan.
Rafellia meringis kesakitan saat kepalanya tak sengaja terbentur dahan pohon di depannya. Sementara orang yang ia tabrak juga demikian. Rafellia tidak tahu siapa laki-laki yang telah ditabraknya itu, tapi yang pasti ... dia bukanlah dari bangsa vampir.
"Maafkan aku. Kau tidak apa-apa?" tanya Rafellia setelah bersusah payah berdiri sembari menahan rasa sakit di kepalanya.
"Aku tidak apa-apa. Bukankah pertanyaan itu lebih cocok untukmu?" jawab laki-laki itu sembari memerhatikan Rafellia yang sesekali memegang kepalanya dan meringis sakit. "Aku baik-baik saja, Nona. Khawatirkan keadaanmu terlebih dulu. Lain kali jangan mengendarai kuda dengan kecepatan di atas rata-rata normal seperti itu."
Ekspresi menyesal dan tidak enak terlihat jelas di wajah cantik Rafellia Reeves. "Aku tahu, ini memang salahku. Lalu Riley juga- Eh! Ke mana Riley?!" Rafellia celingukan ke sana-kemari dan tidak mendapati kuda hitam itu di manapun.
"Sepertinya kudamu kabur karena terkejut dengan tabrakan tadi. Perlukah kita mencarinya?"
Rafellia spontan menggeleng cepat. "Tidak! Tidak perlu repot-repot. Aku akan mencarinya sendiri."
"Jangan seperti itu. Aku juga ingin bertanggung jawab dan membantu," kata laki-laki itu berusaha menunjukkan keseriusannya untuk menolong. "Lagipula, tidak mungkin aku membiarkan seorang gadis sepertimu berkeliaran di hutan ini sendirian."
Rafellia tidak tahu siapa laki-laki ramah dan baik hati yang tidak sengaja ditabraknya ini. Akan tetapi, tidak ada salahnya menerima niat baik seseorang, bukan? "Hmm, baiklah. Tolong bantuannya, ya." Seulas senyum tipis terukir di bibir Rafellia sebelum gadis itu memimpin jalan ke arah Barat. Karena ia melihat jejak kaki Riley berlari ke arah sana.
Kedua sejoli itu pun berjalan beriringan mengikuti jejak kaki yang ditinggalkan Riley agar bisa menemukan keberadaan kuda hitam tersebut. Laki-laki yang masih belum Rafellia ketahui namanya itu memang terlihat baik-baik saja. Seolah tabrakan keras yang baru terjadi tidak berefek apa-apa pada laki-laki itu. Padahal Rafellia melihat dengan mata kepalanya sendiri kalau laki-laki tersebut terjatuh sangat keras ke tanah dan punggungnya juga menabrak pohon.
"Jadi, tujuanmu sebenarnya ke mana, Nona? Kenapa pergi sendirian?"
"Ah, itu ... aku ingin pulang ke mansionku. Alasan kenapa aku sendirian saja, karena aku memang sudah terbiasa berjalan-jalan sendiri seperti ini." Rafellia jujur soal itu. Ia memang menyukai saat-saat di mana ia bisa menghabiskan waktu sendirian dengan berkuda, memanah, ataupun membaca buku. "Sekali lagi aku minta maaf karena telah menabrakmu."
"Hahaha, tidak masalah. Aku justru malah merasa bersyukur karena bisa bertemu dengan gadis secantik dirimu, Nona."
Pipi Rafellia spontan bersemu tanpa bisa dicegah. Untung saja ia memakai tudung, jadi pipi merahnya tidak terlalu terlihat. Tanpa bisa dikomando, Rafellia memerhatikan sosok laki-laki yang berjalan tidak jauh darinya itu. Rahang tegas, lesung pipi yang tidak terlalu dalam, netra kecoklatan menenangkan, dan bibir penuh yang menggoda iman.
Nikmat mana lagi yang kau dustakan?
Untuk sesaat, Rafellia dibuat terpesona oleh tampilan fisik dari laki-laki yang berjalan di depannya tersebut.
•
•
•Wahhh! Sebenarnya siapa sih laki-laki itu? Kalian penasaran, nggak? Kalo kalian penasaran, baca part selanjutnya aja, ya!
Ada kejutan menanti di sana ><
KAMU SEDANG MEMBACA
BLUE BLOODLUST
FantasyGenre : Fantasy - Romance Tema : Vampire & Werewolf Hate to Love ⚠ [𝗢𝗡 𝗚𝗢𝗜𝗡𝗚] ⚠ Follow dulu, dong! Hargai penulis dengan memberikan vote dan komentarmu. Selamat membaca❤ ˚☂︎࣪⋅ 。\ | /。˚☂︎࣪ 。\ | / 。˚☂︎࣪࣪⋅ . Ayden Hoover, seorang Alpha dari W...