This morning gave me a feeling of panic
Pagi yang penuh dengan hiruk-pikuk aktivitas manusia telah tiba, menyambut pergantian hari. Tugas sang bulan untuk menerangi malam telah selesai, digantikan oleh sang surya yang mulai memanjat dari cakrawala timur. Sinar keemasan mentari perlahan menyapu langit, menyapa dengan lembut, sekaligus membangkitkan rasa malas dan semangat baru dalam diri siapa saja yang terjaga.
Vanesha sudah bangun jauh sebelum sinar matahari menyentuh bumi. Kedisiplinan yang telah terlatih sejak lama membuat tubuhnya seolah memiliki alarm alami, selalu terjaga tepat waktu. Tanpa terburu-buru, dia menyelesaikan rutinitas pagi yang biasa, termasuk mandi dengan air segar yang menyapu sisa-sisa kantuk di tubuhnya. Setelahnya, aroma khas White Patchouli dari Tom Ford menguar lembut dari kulitnya, menyatu dengan kesegaran pagi yang masih terasa murni. Tubuhnya dibalut dress mini santai berwarna pastel, sederhana, tidak mencolok, namun memancarkan kenyamanan yang sempurna, dan tetap menonjolkan kesan elegan yang alami.
Sebelum memulai aktivitasnya yang penuh kesibukan di kantor FBI, Vanesha meluangkan waktu untuk melakukan peregangan ringan. Ia berdiri di depan jendela, membiarkan sinar mentari perlahan menyusup masuk ke ruangan, menemani setiap gerakannya yang tenang dan teratur. Rambut panjangnya yang terurai seolah bermain-main dengan angin pagi yang lembut, menambah pesona dalam keheningan sekitarnya. Ketenangan yang dipancarkannya membuat suasana terasa seimbang, harmonis antara dirinya dan alam.
Setelah menyelesaikan sesi yoga paginya, yang selalu menjadi ritual penyeimbang sebelum memulai hari, Vanesha merasa siap. Yoga bukan sekadar olahraga baginya, melainkan waktu untuk menenangkan pikiran dan menyelaraskan tubuhnya dengan ritme alami dunia. Setiap gerakan, dari tarikan napas hingga peregangan otot, membuatnya lebih terhubung dengan diri sendiri dan memberikan energi positif yang ia butuhkan untuk menjalani rutinitas panjang sebagai agen FBI.
Setelah selesai Vanesha kemudian melangkah pergi. Langkah anggun Vanesha membawa dirinya ke meja, tempat benda pipih itu terisi daya. Sambil duduk sejenak, ia meraih ponsel, berniat menghubungi sahabatnya, Grace Natalie. Namun, saat layar menyala, perhatian Vanesha langsung tertuju pada sebuah pesan yang masuk. Bukan dari Grace, melainkan dari adiknya, Valda Carlyle.
Pesan itu membuatnya tertegun.
"Kak ... selamatkan aku. Semua menghilang. Juniper dan Asher mati, mungkin setelah ini giliranku ... Gunung Yves."
Tubuh Vanesha tiba-tiba terasa kaku, seolah seluruh dunia di sekitarnya membeku. Matanya tak lepas dari layar, membaca pesan itu berulang kali, berharap bahwa apa yang baru saja ia baca hanyalah kesalahan, sebuah mimpi buruk yang segera sirna saat ia membuka mata. Namun pesan itu nyata, kata-kata yang terpampang di hadapannya membawa gelombang ketakutan yang tak bisa ia tolak. Pagi yang tenang seketika berubah menjadi penuh kecemasan dan ketidakpastian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Death Peak
Mistério / SuspenseValda Carlyle dan teman-temannya berkemah di puncak Gunung Yves, tempat indah yang ternyata menyimpan kengerian. Satu demi satu temannya menghilang, dan Valda mendapati dirinya terjebak dalam permainan mematikan yang dirancang oleh seorang pembunuh...