𝟓. 𝐂𝐥𝐢𝐦𝐛𝐞𝐫'𝐬 𝐋𝐚𝐮𝐠𝐡𝐭𝐞𝐫

474 24 0
                                    

Have you ever heard that don't be too happy if you will end up suffering? Well, that describes this condition.

Have you ever heard that don't be too happy if you will end up suffering? Well, that describes this condition

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebuah jalan setapak membelah hutan yang diselimuti kabut tebal. Atmosfernya misterius dan sedikit menyeramkan, dengan pencahayaan redup yang hanya menerobos di antara kanopi pepohonan tinggi. Kabut yang mengambang menciptakan kesan mendalam, dengan jarak pandang yang terbatas. Pohon-pohon tinggi menjulang di sisi jalan, membentuk kanopi rapat yang menutupi langit. Cabang-cabang berlumut dan dedaunan lebat menambah kesan mistis pada hutan ini, seolah-olah ada sesuatu yang mengintai di balik setiap bayangan.

Delapan orang yang sedang mendaki mulai merasa kelelahan. Langkah mereka perlahan melambat, sesekali berhenti untuk meregangkan kaki yang letih. Nafas berat terdengar di antara keheningan hutan. Meskipun hari masih cerah, semakin jauh mereka melangkah ke dalam hutan di sekitar area Gunung Yves, udara terasa semakin gelap dan berat. Cahaya matahari terhalang oleh pepohonan, memberikan kesan bahwa mereka semakin terisolasi dari dunia luar. Suara-suara aneh dari dalam hutan kadang terdengar, membuat mereka saling bertukar pandang dengan cemas, seolah-olah sesuatu atau seseorang tengah mengawasi setiap gerakan mereka. Perasaan tak nyaman mulai menyelimuti kelompok tersebut, namun mereka terus melangkah, walaupun bayangan gelap hutan semakin pekat.

"Jadi, Asher ... Pak tua itu benar-benar melupakan janji yang sebelumnya kau buat?" Juniper segera angkat suara di antara perjalanan mereka. Asher, yang menjadi pemandu jalan, tampak beberapa kali mengarahkan pandangannya antara jalan dan kompas.

"Dia tidak melupakan, Niper. Dia hanya terlambat. Kita harus memakluminya," jawab Asher, menghentikan langkahnya dan memutar tubuh untuk melihat gadis berambut pirang dengan make-up tebal di belakangnya.

"Ayolah, yang berlalu biarlah berlalu. Lagipula, sekarang kita harus fokus pada tujuan kita. Ingat, teman-teman, menikmati keindahan Gunung Yves dan matahari terbit," ujar Asher mengingatkan, sambil membalikkan badan dan melanjutkan pendakian mereka.

"Aku setuju dengan Asher. Daripada mempermasalahkan keterlambatan Pak Tua tadi, lebih baik kita kembali fokus menikmati tujuan utama kita," kata Valda, membuat yang lain mengangguk setuju. Mereka berdelapan pun melanjutkan pendakian dengan semangat baru.

Angin pegunungan yang sejuk menerpa wajah mereka, membawa aroma dedaunan basah. Meski lelah, semangat dalam kelompok itu terasa jelas. Mereka semua tahu bahwa pemandangan puncak dan matahari terbit akan sepadan dengan setiap langkah berat yang mereka tempuh.

Entah berapa jam telah berlalu, hari yang semula cerah kini perlahan menjadi gelap. Matahari telah menyelesaikan tugasnya menyinari bumi, dan kini giliran bulan yang muncul. Namun, cahayanya terhalang oleh pepohonan pinus yang mengitari mereka. Asher memutuskan untuk mendirikan tenda di tempat yang dirasa cocok, diikuti oleh teman-temannya.

Mereka segera mulai bekerja, mengeluarkan tenda, palu, dan pasak dari ransel. Asher dan Valda bekerja sama memasang kerangka tenda, sementara yang lain menyiapkan alas tidur dan merapikan area sekitarnya. Ava sibuk mengeluarkan lampu portable, menyusunnya di beberapa sudut agar mereka memiliki penerangan yang cukup. Sementara itu, Juniper mulai mengeluarkan peralatan masak dari tas besar yang dibawa, siap untuk menyiapkan makanan sederhana sebelum mereka beristirahat.

Tak lama, suara palu memukul pasak tenda terdengar bersahutan, diiringi obrolan ringan dan canda tawa di antara mereka. Setelah beberapa saat, tenda-tenda sudah berdiri dengan rapi, dan peralatan lain seperti matras, sleeping bag, serta kompor portable telah siap digunakan. Kelelahan mulai terasa, tetapi ada kepuasan tersendiri melihat camp mereka berdiri kokoh di bawah langit yang mulai gelap.

"Sejak tadi, aku perhatikan Zephyr diam saja. Emma juga. Kenapa sekarang aku melihat Juniper dan Valda seperti sahabat, padahal Emma adalah sahabat Valda?" ujar Willow tiba-tiba, saat lelaki bermata biru itu mengambil beberapa kayu yang kebetulan ada tak jauh dari mereka untuk mempersiapkan api unggun.

Emma yang mendengar ucapan itu hanya tersenyum tipis, matanya sesekali melirik ke arah Zephyr yang masih tampak tenggelam dalam pikirannya sendiri. Sebenarnya, ia cukup khawatir dengan Zephyr. Ada sesuatu yang berbeda darinya sejak mereka memulai pendakian, tapi Emma tak tahu pasti apa yang mengganggu pikirannya. Di sisi lain, ia juga tak ingin terlalu dekat dengan Valda. Meskipun mereka sahabat, Emma merasa ada jarak yang tak terucapkan akhir-akhir ini, terutama setelah Juniper mulai lebih sering bersama Valda.

Emma memilih untuk menjaga jarak, mencoba menyeimbangkan hubungan yang semakin rumit di antara mereka, sementara pikirannya terus menerawang, berharap ada kesempatan untuk berbicara dengan Zephyr.

Valda kemudian melirik Emma, dan terkejut mendengar bisikan dari Juniper di sampingnya.

"Apa kau tidak curiga jika Emma dan Zephyr memiliki hubungan? Secara, gadis pendiam itu tiba-tiba menjaga jarak denganmu, dan aku lihat mereka terus bersama—entah itu satu mobil, berjalan bersama, dan kini mereka juga duduk bersama."

Valda melirik Juniper di sampingnya yang tampak menyipitkan mata dengan curiga. Gadis itu mendengus kecil.

"Jangan menuduh begitu. Zephyr tidak mungkin mendua, begitu pula dengan Emma. Aku mengenalnya lebih dari siapa pun."

"Tapi, kan, Valda, siapa tahu," dengus Juniper kesal.

Valda, yang baru saja selesai membantu Asher memasang kerangka tenda, segera berdiri. Ia mengusap tangannya, lalu menepuk lengan Juniper yang masih jongkok.

"Ayo, kita bantu Jasper dan Willow menyiapkan api unggun," ajak Valda, berusaha mengalihkan pembicaraan.

Mereka berdua berjalan menuju tempat di mana Jasper dan Willow sudah mulai menyusun kayu bakar. Suara gesekan kayu dan canda tawa mereka membentuk suasana hangat di malam yang mulai gelap.

"Jasper, butuh bantuan?" tanya Valda sambil tersenyum.

"Ya, butuh bantuan untuk menyusun kayu ini agar api unggun bisa menyala dengan baik," jawab Jasper, lalu menatap ke arah Juniper. "Kau juga bisa bantu menyiapkan kayu kecil untuk nyala api yang lebih cepat."

"Hei, bukankah Asher sudah membawa beberapa? Untuk apa kita butuh lebih banyak lagi?" kata Juniper yang sedikit malas menyiapkan kayu kecil yang langsung membuat Valda mendengus.

"Ayo, Niper, kita satu tim, ingat?"

"Ah, oke, oke," Juniper mendesah dan segera menyiapkan beberapa batang kayu kecil seperti yang dikatakan Jasper.

Setelah api unggun menyala, Zephyr, Emma, Asher, dan Ava segera mendekat dengan marshmallow batangan yang ditusukkan pada tongkat kayu kecil. Mereka duduk melingkar di sekitar api unggun, suasana hangat dan ceria mulai terasa.

"Siapa yang bisa memanggang marshmallow paling sempurna?" tanya Asher sambil tersenyum, membuat semua orang tertawa. Ava mengambil posisi di dekat api, bersemangat untuk mencobanya.

"Biarkan aku yang memanggangnya! Aku sudah ahli dalam hal ini," kata Ava, mengangkat tongkatnya dengan marshmallow di atas api. Semua memandangnya dengan penuh harapan, menunggu hasilnya.

Mereka semua mulai menikmati malam yang indah, dibalut tawa dan aroma marshmallow yang dipanggang. Di tengah keceriaan, Valda merasakan kebersamaan yang mereka miliki adalah hal yang berharga, meskipun ada keraguan di dalam hatinya karena Zephyr. Namun ia tak harus terlalu mempermasalahkan itu, malam ini adalah waktu untuk bersenang-senang dan melupakan semua pikiran yang mengganggu.

 Namun ia tak harus terlalu mempermasalahkan itu, malam ini adalah waktu untuk bersenang-senang dan melupakan semua pikiran yang mengganggu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Death PeakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang