𝟑𝟑. 𝐒𝐞𝐚𝐫𝐜𝐡 𝐏𝐥𝐚𝐧

56 5 0
                                    

Well, can you say that it was a mistake?

Ada renungan ketegangan yang menggelayuti diri Alex saat ia melangkah keluar dari ruangan kepala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada renungan ketegangan yang menggelayuti diri Alex saat ia melangkah keluar dari ruangan kepala. Seiring dengan pintu yang tertutup di belakangnya, ia langsung disambut oleh tatapan tajam dari beberapa agen yang menunggu di luar, aura ketidakpuasan melingkupi mereka seperti kabut gelap. Salah satu di antara mereka adalah seorang perempuan dengan tatapan tajam yang mencerminkan ketajamannya dalam menggali informasi. Ia berdiri dengan tangan terlipat di dada, mengawasi Alex dengan mata penuh sorot nyalang, seolah-olah siap menuntut penjelasan atas segala kekacauan yang baru saja terjadi.

"Bagaimana?" tanya perempuan itu, sering di panggil Sabrina suaranya tegas namun penuh rasa ingin tahu, mengangkat alisnya dengan skeptis.

"Aku dimarahi," jawab Alex, nada suaranya cenderung datar, berusaha menahan rasa frustasi yang menyelinap ke dalam jiwanya.

"Aku tahu, bodoh. Itu bukan maksudku." Sabrina menjawab cepat, gelisah dengan sikapnya sendiri. "Apakah sang kepala menyuruh kita untuk melakukan sesuatu?"

Suasana di sekeliling mereka semakin menegang, seperti sebuah kabel yang ditarik hingga mendekati batasnya. Alex menelan ludah, merasakan ketidakpastian menjalari pikirannya. Ia tahu bahwa keputusan yang diambilnya bisa berakibat fatal, dan sorot mata agen-agen lain semakin membuatnya merasa tertekan. Dengan pikiran yang berputar, ia mengumpulkan keberanian untuk menjelaskan, berusaha mencari kata-kata yang tepat dalam menghadapi tekanan tersebut.

"Dia tidak memberikan instruksi yang jelas," lanjutnya, dengan nada yang sedikit lebih lembut. "Hanya memperingatkan kita untuk lebih berhati-hati. Ada sesuatu yang besar sedang terjadi, dan kita harus siap menghadapi segala kemungkinan."

Ketegangan masih menggelayuti ruang di antara mereka, seolah-olah segala sesuatu yang tak terucap menggantung di udara. Perempuan itu mengangguk perlahan, mempertimbangkan kata-kata Alex sambil menilai situasi dengan cermat. Di balik sikap tenangnya, ada ketegangan yang sama—sebuah pemahaman bahwa mereka berada di tepi jurang, di mana setiap langkah selanjutnya bisa berujung pada konsekuensi yang tak terbayangkan.

"Sebenarnya bukan kita, tapi aku dan dia mengatakan sesuatu yang lain." Alex melanjutkan, suaranya sedikit tertegun, merasa beban tanggung jawab sepenuhnya ada di atas pundaknya.

"Oh, kau benar-benar bodoh," perempuan itu menggelengkan kepala dengan frustrasi, tatapannya mengisyaratkan bahwa ia tidak bisa percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Astaga, bagaimana mungkin seorang wanita secerdas Vanesha harus memiliki partner sepertimu? Maksudku, kita adalah tim. Kau tahu setidaknya bagaimana cara kerja dalam FBI, Alex. Cepat, katakan apa yang dikatakan kemudian oleh sang kepala."

Death PeakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang