𝟐𝟗. 𝐅𝐮𝐥𝐟𝐢𝐥𝐥𝐞𝐝

92 7 0
                                    

Still in our hot moment

Tubuh kekar berotot Max mengangkat Vanesha dengan kekuatan yang mencengangkan, menindihnya di ranjang yang berantakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tubuh kekar berotot Max mengangkat Vanesha dengan kekuatan yang mencengangkan, menindihnya di ranjang yang berantakan. Suasana di dalam kamar terasa menegangkan, dengan lampu remang-remang yang menciptakan bayangan dramatis di dinding. Max, dengan otot-ototnya yang mengencang, bergerak brutal di atas wanita itu, setiap gerakannya memancarkan kekuasaan dan dominasi.

Vanesha, terjebak dalam keadaan tak berdaya, merasakan ketegangan yang melingkupi mereka. Dia menatap mata Max, yang dipenuhi gairah dan semangat yang membara. Dalam sekejap, ruangan itu dipenuhi dengan suara napas berat dan dentingan perabotan yang terjepit di antara mereka, menciptakan kontras yang mencolok dengan keheningan malam.

Meskipun situasinya tampak berbahaya, ada sesuatu yang magnetis di antara mereka, sebuah tarikan yang sulit dijelaskan, seolah-olah takdir mereka terjalin dalam momen yang penuh intensitas ini.

"Ah fuck!" Max mengerang saat ia menyemprotkan cairannya ke dalam kewanitaan Vanesha untuk kesekian kalinya, merasakan gelombang kepuasan dan kelelahan membanjiri dirinya setelah meniduri Vanesha secara brutal.

Vanesha yang juga terengah-engah, hanya bisa terkulai lemah saat merasakan cairan Max kembali memenuhi kewanitaannya. Pria itu kemudian terkulai di sampingnya, keduanya bernapas dengan berat.

"Kau benar-benar sialan brengsek," ujar Vanesha dengan sisa tenaganya, menatap tajam pada Max yang kini berbaring di sampingnya. Matanya meneliti wajah tampan Max, di mana senyum miring yang sinis menghiasi bibirnya, memancarkan ketidakpedulian dan tantangan.

"Sekarang kau tak akan bisa berjalan lagi," jawab Max, suaranya dingin dan tenang, seolah mengungkapkan keyakinan yang tak tergoyahkan. Dia meluruskan lengan di belakang kepala, berbaring santai namun penuh dominasi, memancarkan aura kekuasaan yang membuat suasana semakin mencekam.

Vanesha merasakan ketegangan di udara, sementara Max, yang terbaring di sampingnya, tampak tidak terburu-buru. Meskipun tubuhnya lelah, semangat Vanesha tidak padam. Dalam hatinya, dia bertekad untuk tidak menunjukkan ketakutannya.

Mata mereka bertemu kembali, dan di antara mereka terjalin pertempuran emosional yang menyakitkan, di mana satu berjuang untuk kekuatan dan kendali, sementara yang lain menolak untuk menyerah begitu saja. Ruangan itu dipenuhi dengan ketegangan, setiap detik terasa melambat, sementara senyum percaya diri Max terus menyiratkan bahwa dia memiliki kendali atas situasi ini.

"Oh ya? Dan apakah kau pikir aku tak bisa menahan rasa sakitnya meskipun kewanitaanku sangatlah perih?" ujar Vanesha, suaranya bergetar di antara kemarahan dan keteguhan. Wajahnya menyiratkan tantangan, seolah dia bertekad untuk menunjukkan bahwa dia lebih kuat daripada yang dipikirkan Max.

Death PeakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang