𝟐𝟑. 𝐅𝐞𝐚𝐫 𝐚𝐧𝐝 𝐒𝐚𝐝𝐧𝐞𝐬𝐬

216 10 0
                                    

Losing a friend is not something that is easy to accept.

Sepersekian waktu yang dirasakan oleh Valda dan teman-temannya, setelah kehadiran tiga pria dengan aura mencekam itu memberikan gelagat yang tidak mengenakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepersekian waktu yang dirasakan oleh Valda dan teman-temannya, setelah kehadiran tiga pria dengan aura mencekam itu memberikan gelagat yang tidak mengenakan. Meski mulut mereka kini bebas untuk berbicara, suasana di ruangan itu tetap dipenuhi ketegangan, seolah napas mereka terhalang oleh rasa takut yang mendalam. Tubuh mereka terikat kencang oleh tali yang kasar, menciptakan rasa sakit yang menyengat di setiap sendi. Setiap detak jantung terasa seperti guntur yang menggema, mempertegas kesan terperangkap dalam situasi yang tidak mengenakkan ini.

Meskipun ketiga pria itu telah pergi, membiarkan mereka terkurung dalam kegelapan dan ketidakpastian, kekhawatiran tak kunjung surut. Keheningan yang melingkupi ruangan semakin mencekam, dinding-dinding dingin dan keras seolah menyerap semua harapan dan menyalurkan rasa cemas yang menggigit. Valda bisa merasakan napasnya yang cepat, dada yang berdebar seolah ingin melompat keluar, sementara pikirannya terus melayang memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Di sekitar mereka, kegelapan tidak hanya menyelimuti fisik, tetapi juga menyelipkan ketakutan yang sulit untuk diungkapkan. Setiap suara kecil, setiap goresan di dinding, seolah menjadi ancaman yang mengintai, menambah beratnya suasana. Mereka semua tahu bahwa meskipun fisik mereka terkurung, pikiran mereka berputar dengan seribu kemungkinan, menciptakan skenario terburuk yang membuat rasa cemas semakin mendalam.

Valda memeriksa sekelilingnya, melihat wajah-wajah teman-temannya yang juga dipenuhi ketidakpastian. Ava tampak cemas, matanya berkilau dalam gelap, sementara Emma mencoba tetap tenang meskipun bibirnya bergetar. Jasper dan Zephyr, di sisi lain, tidak bisa menyembunyikan kekhawatiran yang menghantui mereka. Dalam hati, Valda berusaha untuk menenangkan diri dan teman-temannya, namun bayangan ancaman dari para pria itu tetap mengintai dalam pikirannya, menciptakan atmosfer yang semakin tidak nyaman.

Dalam kegelapan yang pekat itu, harapan terasa semakin tipis, seolah ditelan oleh bayang-bayang yang mengelilingi mereka. Namun di balik rasa takut yang membelenggu, ada secercah tekad yang mulai tumbuh dalam diri Valda. Meskipun mereka terikat, semangat untuk melawan dan mencari jalan keluar perlahan bangkit, memberi mereka sedikit kekuatan untuk menghadapi apa pun yang akan datang.

Apalagi mengingat bahwa kakaknya, Arnelita Vanesha—sang agen FBI yang terkenal berani dan tangguh—akan datang menyelamatkan mereka. Meskipun Valda tak tahu apakah itu benar-benar akan terjadi atau tidak, harapan akan kehadiran kakaknya menghangatkan hatinya di tengah kegelapan yang menyelimuti. Dalam situasi yang penuh ketidakpastian ini, sosok Vanesha menjadi cahaya harapan yang menyinari pikiran Valda.

Di tengah lamunan masing-masing, Ava tiba-tiba membuka suara, menyiratkan keputusasaan yang dalam.

"Apakah kakakmu akan sungguh datang kemari, Valda? Seperti ancamanmu pada pria tadi?"

Suara Ava bergetar, mencerminkan keraguan yang menggelayuti hatinya. Matanya yang sembab mencari jawaban di wajah Valda, berharap akan secercah harapan meskipun rasa putus asa menyelimuti mereka semua.

Death PeakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang