39

6.4K 767 89
                                    

Untuk waktu yang lama, Killa akan ingat bagaimana suasana kamar itu--penerangan yang redup karena lampu plafon sudah dimatikan dan tersisa hanya lampu berdiri, aroma bola kamper dan akar wangi dari lemari jati, suara penjaja makanan dari arah jalanan sepi.

Killa juga akan ingat semua kata-kata Mia sementara kakaknya itu menjatuhkan bom demi bom pengakuan. Semuanya mencengangkan. Kalau ada istilah mindblowing, maka yang terjadi sekarang sudah lebih dari itu..... ini sudah memasuki tahap berceceran. Killa butuh waktu untuk bisa menyusun kembali pikirannya.

Bukan saja Harris memutuskan untuk menceraikan kakaknya, tapi Harris juga menceraikan kakaknya saat ada kemungkinan dia sedang hamil???

Habis ini, kalaupun Mia mengaku bahwa Harris adalah siluman salamander atau bagian dari Elit Global, mungkin Killa sudah tidak akan kaget lagi.

"Kakak.... hamil? Ih, aku bakal jadi Bibi Killa dong?? Pokoknya aku nggak mau dipanggil Tante atau Aunty ya, aku mau jadi bibi aja...." cerocos Killa.

Bibit pucat Mia mengembang jadi senyum tipis. "Jangan buru-buru, kan sudah aku bilang aku belum tes juga.... Yang penting doain semoga bener aku hamil, doain semoga kehamilanku lancar dan bayiku sehat."

Tadinya telapak tangan Killa rasanya gatal ingin menghajar sesuatu, hatinya sakit oleh keadaan kakaknya.

Tapi kini, mendengar ada sedikit saja terbersit kemungkinan bahwa Mia hamil, membuat segala perasaan itu sirna. Hanya tersisa debar penuh antusias, bahwa mungkin, di masa depan, masih ada yang bisa dinantikan....

Tiga tahun. Killa tahu sendiri betapa kakaknya sudah mencoba hamil selama tiga tahun ini.

Bercerai saat hamil bukanlah hal yang lazim, tapi biasanya dikabulkan dalam karena beberapa alasan khusus; seperti kalau terjadi KDRT dan melanjutkan pernikahan akan mengancam nyawa ibu dan bayi. Atau, kalau terjadi perselingkuhan, dan anak dalam janin dicurigai bukan berasal dari hubungan pernikahan yang sah.

Killa bisa merasakan pahit di ujung tenggorokannya.

Dan bukan kepahitan yang sekadar kiasan dari perasaan kecewa. Tapi pahit benar-benar pahit.... asam lambungnya sungguh naik ke tenggorokan. Sepertinya situasi ini sudah mempengaruhinya mentalnya, dan merembet ke fisik. Padahal peran Killa di sini hanya sebagai penonton.

Tak heran Mia sampai demam seketika, dan langsung tertidur pulas seharian. Tubuh manusia memang selalu punya mekanisme untuk melindungi diri. Memberi sinyal saat lapar, saat ngantuk dan saat stres...

Jadi Killa bertekad, dia akan menyudahi pembicaraan ini, dan memutuskan tidak akan berkomentar apa pun. Pokoknya tugas dia hanya mendukung dan menemani Mia, apa pun keputusannya. Kalau perlu, dia akan cuti kuliah dan menemani Mia terus sampai kakaknya melahirkan. Selama ini biaya kuliahnya berasal dari Harris, tapi klo Mia bilang agar Killa berhenti menerimanya, juga tidak masalah. Killa yakin dia bisa bertahan tanpa melibatkan calon mantan kakak iparnya itu.

"Iya Kak, pasti Killa doain terus. Kakak jangan banyak mikirin yang berat berat ya, sekarang yang paling penting kesehatan Kakak. Kakak juga yang sabar ya.... Kayak kita kalau puasa, kita bisa sabar menahan haus dan lapar karena kita tahu persis kapan Maghribnya, kita tahu sampai ke menit-menitnya... Sekarang masa depan kayaknya gelap dan nggak dibisa diraba, tapi kita harus yakin pertolongan Allah dekat, harus tetap semangat dan bekerja keras.... ya Kak? Killa selalu akan ada nemenin Kakak...."

Ada lapisan tipis air mata di pelupuk Mia. Tapi Mia tidak menangis, dia tersenyum dan mengangguk, lalu merentangkan tangan. Killa mendekati Mia dan memeluk kakaknya sembari memejamkan mata.

***

Mia sedang tidak ingin makan nasi, jadi Killa memasukkan makanan di meja makan ke kulkas lebih cepat, seperti yang diinstruksikan Puji.

Luka SegarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang