Mia seperti mengalami dejavu; perasaan bahwa hari ini sudah dia lalui sebelumnya.
Sepanjang perjalanan pulang, Killa berusaha mengajaknya bicara, tapi Mia hanya menjawab pendek-pendek dan secukupnya. Hingga akhirnya Killa menyerah dan berakhir menghabiskan sisa perjalanan dengan mengajak Ray ngobrol.
Mia menatap keluar jendela, melihat truk-truk tronton dan truk berdimensi ekstra besar berjalan di trotoar.
Mia merasa pernah mengalami hari ini sebelumnya; ketika dia harus menyetir pulang sendirian saat dia menerima kabar soal ayahnya, hampir empat tahun yang lalu.
Hidup berubah dalam semalam.... Betapa Mia membenci kalimat itu.
Mia menelepon ARTnya, tapi dari tiga orang pekerja dan dua supir, semua orang bilang mereka diberi libur mendadak, selama seminggu ini tidak perlu masuk kerja.
Mia menelepon asisten pribadi Harris, karena kadang bekerja berpindah-pindah sesuai kebutuhan, dan asisten Harris bilang Harris tadi datang ke kantor Hegar Pawitra untuk ketemu klien dan menandatangi beberapa dokumen sebelum pulang.
Ray dan Killa mengantarnya ke rumah, tapi saat Mia melihat lampu rumah sepenuhnya padam, dia meminta Ray mengantarnya ke rumah Melki.
Hanya itu yang terpikir oleh Mia. Harris sudah memblok nomernya jadi Mia tidak bisa meneleponnya untuk menanyakan keberadaannya.
Mia hanya bisa menebak di mana keberadaan Harris dan berharap dia cukup kenal Harris menebaknya secara akurat.
Mia sempat berpikir untuk menelepon Melki, tapi kalau memang Harris ada di rumah Melki, Mia tidak ingin membuat suaminya itu waspada.
Di gerbang perumahan Melki, Mia harus menukar KTPnya dengan kartu akses, sebelum bisa masuk ke perumahan. Mia memberi petunjuk arah pada Ray jalan menuju rumah Melki. Ketika mereka sudah memasuki belokan terakhir, rumah Melki terlihat dan Mia bersandar lega di kursinya, tak menyadari betapa tegangnya dia dari tadi.
SUV Harris terparkir di bahu jalan depan rumah Melki.
Harris ada di sini.
***
Mia tidak tahu mana yang lebih mengagetkan; melihat Melki dengan wajah memar-memar seperti habis kena pukul atau melihat Melki membanting pintu di depannya.
"Bener ini rumahnya, Kak?" bisik Killa dari belakangnya. Reaksi Melki tadi memang tidak seperi orang yang kenal Mia, Killa mungkin takut Mia salah rumah.
"Harusnya benar," Ray yang menimpali. "Orang yang tadi kelihatannya kenal Kak Mia."
Seperti biasa, Mia tidak berkata apa-apa. Dia hanya menarik napas panjang sebelum menekankan ujung telunjuknya ke tombol bel di samping pintu.
Kini, Mia tidak tahu yang mana lebih mengaggetkan; melihat pintu rumah mendadak terbuka dan melihat wajah Harris, dengan luka yang jauh lebih parah dari luka Melki, atau menyadari ada tinju Harris yang mengarah tepat ke wajahnya, diayunkan dengan sekuat tenaga.
Mia masih punya waktu untuk menghindar, tentu saja.
Tapi kalau Mia menghindar, ada dua kemungkinan; a). Killa, yang berdiri di belakangnya akan terluka, atau b). Harris yang hampir menggunakan seluruh bobot tubuhnya untuk membangun momentum akan terluka.
Jadi Mia, dengan mata terbuka dan dengan kesadaran penuh, tetap berdiri tegak.
Tinju Harris mengenai pipinya. Tangan yang biasanya menjamahnya dengan penuh cinta, sayang dan gairah, kali ini menyentuhnya dengan penuh amarah.
Buku-buku jemari Harris terasa amat tajam dan rasa sakit yang tidak pernah Mia rasakan sebelumnya, terasa membuncah seperti bunga yang mekar, berpusat dari tulang di pipinya lalu menyebar hingga ke seluruh tengkoraknya.
Pandangan Mia memutih dan teriakan Killa jadi hal terakhir yang didengarnya.
***
Kalau bukan karena Harris yang merengkuhnya, Mia mungkin sudah jatuh terlentang.
Tapi Harris menarik Mia ke arahnya, dan Mia jatuh ke dalam pelukan Harris seperti boneka rusak.
Killa yang panik melihat kejadian di depannya memukuli Harris, sementara Harris makin memeluk Mia, takut pukulan Killa salah sasaran.
Killa tidak mengerti apa yang sedang terjadi.
Kakaknya yang bilang kalau Harris mengatakan hal yang membuatnya resah--saking resahnya sampai Mia pulang tanpa mau menunda-nunda. Kill melihat teman Harris membanting pintu di depan mereka dan kini melihat Harris mendadak menghajar Mia.
Killa tak mengerti apa yang terjadi tapi ini rasanya menghitung satu ditambah satu sama dengan dua.
Tidak perlu banyak tafsir, yang kelihatan yang sudah jelas terlihat. Tidak ada orang yang mengusir istri teman mereka. Tidak ada orang yang memukul orang yang mereka sayangi.
Mungkin kepedulian yang ditunjukkan Harris selama ini hanya sekadar topeng yang dia pakai untuk menutupi kebusukannya yang lain.
Harris jelas membenci Mia, karena tidak ada orang yang akan menyakiti orang yang mereka cintai. Pikiran itu membuat Killa amat marah, tapi sekaligus Killa juga merasa tak berdaya.
Jadi kemarahan Killa berubah jadi tangisan. Ingin rasanya Killa melucuti pemberian Harris dan melemparnya ke wajah Harris saat itu juga. Ingin rasanya dia mengambil Mia dari pelukan Harris saat itu juga.
"Lepasin Kakak, lepasin Kakak," Killa memukuli bahu Harris sambil menangis.
Harris menolak melihat ke arah Killa, dia juga tidak menghindar saat Killa memukulinya.
Ray melingkarkan tangannya ke pinggang Killa dan menarik Killa mundur. "Killa, Killa... " bisik Ray di telinga Killa. "Tenang dulu, tenang dulu...."
Harris menoleh dari balik bahunya saat dia menyadari pukulan Killa berhenti. Harris lalu jongkok sedikit, meletakkan satu tangannya ke bagian belakang lutut Mia dan tangan lainnya ke bagian bawah leher Mia, lalu menggendong Mia memasuki rumah Melki.
Melki menahan pintu untuk Harris, dan setelah Harris masuk, Melki menatap ke arah Ray dan Killa.
"Masuklah," kata Melki dengan nada suara yang teramat lelah. "Kita bisa bicara di dalam.... Percayalah, ini tidak seperti kelihatannya."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Segar
RomanceSelepas kematian ayahnya yang mendadak, Artemia Mudita memilih menerima pinangan Harris Teguh Prawira. Menjadi istri Harris membuat Mia bisa memastikan Killa, adiknya, tetap berkuliah karena harta keluarga sudah dia rencanakan untuk membayar hu...