34

6.1K 692 60
                                    

Tempat hiburan malam itu menyambung dengan hotel bintang tiga setinggi empat lantai. Meski tak berada jauh dari Jakarta, tapi bisnis klub dan lounge di kota ini ketinggalan zaman sepuluh tahun lebih kuno. Baik dari segi fasilitas, penataan cahaya maupun teknologinya.

Harris memutari gedung hotel lalu memarkirkan mobilnya di lapangan parkir dekat pintu masuk. Lukas bukan orang yang mudah ditemui dan dari informasi yang dengan susah payah Harris dapatkan, tempat ini merupakan salah satu yang sering didatangi Lukas. Konon karena mantan pacar Lukas bekerja di sini sebagai manajer.

Harris menurunkan menurunkan kaca mobilnya, mendengar sayup-sayup suara musik yang berdentum dari dalam bangunan bercat hitam pekat itu. Lapangan parkir ini tidak banyak terisi mobil. Kalau untuk sekalian mendengarkan musik sambil minum alkohol, anak-anak muda kota ini jauh lebih suka pergi sekalian ke Jakarta untuk mencicipi kehidupan malam di sana. Dari Melki, Harris tahu untuk bertahan di kota ini, tempat hiburan malam harus rebranding sebagai tempat nongkrong sambil mendengarkan musik berisik, karokean, dan minum soda.

Kalau masih ada yang bahwa memiliki tempat usaha hiburan malam seperti yang dimiliki Lukas ini, alasannya jelas bukan untuk mencari uang.

Harris menaikkan kembali jendela mobil setelah dia mengawasi sekeliling parkiran. Mesin mobilnya masih menyala. Dia bisa langsung mundur dan keluar balik dari sini kalau memang dia ingin berubah pikiran. Dengan tangan yang masih menggenggam kemudi, dia menoleh ke tongkat panjang besi berat yang dia letakkan di kursi sampingnya.

Harris mengambilnya dengan satu tangan. Merasakan di tangannya.

Berat.

Harris menggertakkan rahang dan mengembalikan tongkat besi itu ke kursi mobil. Dia hampir bisa membayangkannya, memukul sisi tengkorak Lukas dengan besi ini. Suaranya mungkin akan terdengar memekakkan dan menyenangkan. Mungkin dengan begitu dia akan bisa menghilangkan suara jeritan dan pekikkan teman-temannya di malam laknat itu dari pikirannya.

Jeritan dan pekikan, yang kadang sayup-sayup terdengar seperti ada suara Mia juga di sana. Membuat Harris hampir gila karena dia tidak tahu harus berbuat apa.

Pertemuan antara dia dan teman-temannya dengan Lukas masih akan berlangsung beberapa hari lagi, tapi Harris sudah tidak tahan. Kedatangannya ke sini dia ambil secara impulsif, begitu menyadari kalau Mia malam ini tidak akan ada di rumah.

Dia akan mendahului menemui Lukas sebelum teman-temannya.

Besok dia sudah berjanji menemani Mia untuk periksa ke dokter kandungan. Kalau selama ini kehamilan Mia hanya kemungkinan yang membayang, maka besok benar atau tidaknya akan jadi kenyataan.

Harris tidak tahu bagaimana lelaki lain mempersiapkan kehamilan istri mereka, tapi dia tahu bagaimana dia akan menyambut kehamilan Mia.

Dia akan memastikan Mia cukup aman untuk berada bersamanya.

Harris mengambil napas panjang. Dia mengambil ponselnya dari kantung celana dan mengirimkan pesan pendek pada Melki.

Aku sedang di Topaz, mau menemui Lukas. Satu jam lagi aku kabari. Kalau dalam satu jam tidak ada kabar, datang kesini dan entah bagaimana caranya, bawa aku keluar dari sini.

Begitu pesan terkirim, seperti yang sudah diduga, Melki langsung meneleponnya.

Tapi Harris memilih untuk mematikan ponselnya.

***

Harris turun dari mobil dengan pikiran berkecamuk. Langkahnya menuju pintu masuk klub malam itu terasa makin berat.

Sekarang, dia masih bisa balik badan.... Sekarang, dia masih bisa kembali dan mengurungkan niatnya...

Tapi lalu apa?

Luka SegarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang