38

3.3K 652 253
                                    

Mia baru benar-benar bangun pukul sepuluh malam. 

Sebelumnya, Puji dan Sonya juga ikut menunggui Mia di kamar sembari mengobrol dengan Killa. Sebagai keluarga, mereka tidak terlalu sering bertemu jadi kesempatan itu digunakan untuk memutakhirkan kabar satu sama lain.

Tapi sekitar pukul sembilan malam, Puji dan Sonya pamit untuk beristirahat di kamar mereka masing-masing, hanya tersisa Killa yang menunggui Mia dengan setia. 

Sambil duduk berselonjor di samping Mia yang tertidur, Killa menghabiskan waktu membuka tabletnya untuk mempelajari materi kuliah, mengecek ponselnya, dan menelepon Ray. Di luar, suara motor dan mobil sesekali terdengar melewati jalan kompleks sepi di depan rumah. Kadang terdengar bunyi penjaja nasi goreng menabuh wajan dan suara penjual pempek mendentingkan botol-botol cuko menggunakan sendok. Perasaan Milla jadi agak sendu, karena suasana rumah di sini mirip rumahnya dulu.

Ketika Mia bangun, Killa sedang mengusap-usap layar ponselnya, berusaha menyelesaikan game yang sedang dia mainkan.

Begitu melihat Mia berusaha bangkit sendiri, Killa segera menghamburkan ponselnya dan turun dari ranjang, membantu Mia duduk.

Mia menarik pelan kain waslap yang sedikit lembab di dahinya. Oleh Killa, kain itu tadinya dia basahi dengan air hangat.

"Sekarang jam berapa?" tanya Mia, menyerahkan kain waslap itu pada Killa. 

"Jam sepuluh lebih," kata Killa. "Kamu mau makan sesuatu, Kak? Kan belum makan malam? Di meja masih ada bistik daging kentang sama capcai sayur, kata Uwa kalau sampai jam sebelas belum dimakan tinggak aku masukin kulkas."

"Aku nggak terlalu laper sih," kata Mia pelan. Dia menurunkan kakinya, duduk di tepi ranjang. Killa menggenggam tangan kakaknya sejenak, dan hatinya sedikit lega karena demam Mia sudah turun.

"Kamu rencananya kapan balik lagi Bandung?" tanya Mia. 

"Dua hari lagi, tapi habis itu, di Bandung tiga hari, aku bisa balik lagi ke sini lagi dan tinggal seminggu di sini temenin Kakak," kata Killa mengangguk mantap.

Kantong mata Mia cekung, bibirnya pucat, tapi melihat Killa perempuan itu tertawa. "Lagi senggang emang?"

Killa nyengir. "Kalau sekarang lagi sibuk sih soalnya persiapan ujian. Balik buat ujian, selesai ujian ada jeda seminggu. Jadi seminggu itu aku bisa temenin Kakak di sini," kata Mia sambil mengangguk yakin.

Suara dering ponsel tiba-tiba terdengar. Baik Mia maupun Killa sama-sama menoleh ke arah sumber suara.

Killa bangkit, mengambil ponselnya, ada telepon dari Ray, menanyakan soal tempat ngopi yang dulu pernah mereka datangi tapi Ray lupa nama tempatnya. Killa menjawab pertanyaan itu, dan segera menyudahi panggilan telepon.

Killa menyadari Mia sedang menatap ke arahnya, dan dia menoleh ke arah Mia. "Kakak... ponsel Kakak tadi aku matikan. Soalnya Mas Harris telepon terus, aku ga kuat, rasanya kayak diteror."

Mia mengangguk. "Oh..." katanya pelan. Killa mendekati kakaknya dan kembali duduk di samping Mia. Tadi sore ketika dia datang, Mia tak banyak bicara karena terlihat amat mengantuk dan capek. Mia hanya bangun sebentar dan kembali tidur setelah makan, sholat dan minum. 

"Mungkin dia mau bilang tasku ketinggalan, isinya hapeku yang satunya dan dompet, " kata Mia. "Aku juga baru menyadarinya pas sudah di taksi, tapi aku tidak sanggup kalau balik lagi dan bertemu Harris lagi hari ini."

Killa terdiam. Dia menunggu Mia bercerita lebih jauh, kenapa tepatnya kakaknya itu sampai tak sanggup menemui suaminya sendiri.

Mia menoleh ke arah Killa. "Sebenarnya dari semua yang ada di tas itu Kakak cuma butuh KTPnya aja sih... sama mungkin paspor... dan NPWP. Nanti kalau kamu balik ke sini lagi, yang kamu bilang satu minggu bisa stay di sini, kamu mau kan bantuin kakak ambilin KTP?"

Luka SegarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang