16. Sakit Sekali

439 52 12
                                    

Dua jemari yang saling menggenggam erat sejak memasuki kediaman Kim itu semakin basah. Debaran yang terasa di dada mengingatkan detik-detik memasuki wahana rumah hantu di taman bermain. Namun, situasi kali ini tidak seremeh itu.

Dua sejoli itu kontan melakukan ancang-ancang kala pemilik rumah yang meninggalkan mereka masuk kamar setelah Taehyung dan Jennie mengutarakan keinginan untuk mempertahankan bayi dalam perut Jennie baru saja kembali. Dengan sebuah senapan angin di tangannya.

"Ayah ..." Anak gadis itu merengek. Air matanya sudah keluar. Isakannya mulai terdengar.

Entah apakah Tuan Kim sungguhan atau hanya gertak sambal. Yang Taehyung tahu dengan pasti, Jennie mungkin saja akan berlutut di bawah kaki pria itu memohon, sementara Taehyung sadar pandangan membunuh juga moncong senapan itu mengarah hanya padanya sehingga ia hanya berusaha menarik tangan Jennie. Menahannya sekuat tenaga karena sejak ayahnya muncul gadis itu hanya terus berusaha mendekat pada ayahnya dengan mulut meracau. Segala permintaan maaf juga penjelasan keluar dari mulutnya terabaikan.

"Ayah, kumohon .... Tidak harus ada yang mati. Janin ini juga berhak hidup ..."

"Kalau kau merasa bisa membesarkan bayi itu, lahirkan! Tapi jangan harap Ayah akan mengeluarkan uang sepeser pun untuknya. Jika kau tetap ingin melahirkan anak itu ... kau bukan putriku lagi."

Petir serasa menyambar di siang bolong. Jennie yang semula berpikir bisa meluluhkan hati ayahnya dengan memohon tiba-tiba terdiam tak katakan apa-apa lagi. Tak melakukan apa-apa lagi. Karena ia memperhatikan tatapan kedua orang tuanya, mereka sama sekali tidak peduli. Mereka sama sekali tidak kasihan padanya. Bahkan sang ibu sudah memalingkan muka. Sang ayah hanya semakin murka.

Apa sungguh kesalahannya sefatal itu? Apa sungguh tak ada yang bisa diperbaiki?

Sedetik, mulut Jennie nyaris terbuka. Mungkin hendak mengiba lagi. Namun, genggaman Taehyung di pergelangan tangan kembali menyentaknya. Kali ini pemuda itu setengah menyeret karena sang ayah kembali mengangkat senjatanya dan mengejar mereka. Seandainya Taehyung dan Jennie tidak lari, kepala mereka mungkin akan meledak.

Tujuh belas tahun hidup di dunia, selama itu Jennie hanya memiliki ayah dan ibunya. Tapi sekarang mereka tidak mau lagi ada untuknya hanya karena ia hamil di luar nikah.

Hina. Jennie merasa hina.

"Minum dulu."

Terpaksa pergi setelah diusir dan nyaris mati seperti burung, Taehyung kembali membawa Jennie menyusuri aspal dengan motor besarnya. Hanya terus merayap hingga bensin habis. Setelah penat, pemuda itu mengajak Jennie ke sebuah taman. Hanya duduk melepas lelah pada awalnya. Namun, suasana taman yang kontras dengan keadaan mereka tiba-tiba menyakiti hati Jennie dan gadis itu kembali menangis.

Pagi yang indah di akhir pekan. Untuk orang lain. Sejak beberapa hari terakhir, hari milik Jennie hanya seperti perang. Banyak yang terluka. Banyak menangis. Jennie iri melihat sepasang kakek nenek masih rukun bersama hingga usia senja. Mereka mungkin bisa seharmonis itu karena semua anak mereka berbakti padanya. Berolahraga di taman. Saling membantu dan nampak mengasihi satu sama lain. Ada juga pasangan yang lebih muda. Mereka memiliki senyum yang ingin Jennie curi karena sekarang ia merasa tak lagi bisa melengkungkan bibirnya. Mereka terlihat normal karena yang aneh hanya Jennie dan Taehyung. Bahkan anjing piaraan yang dibawa sebuah keluarga dengan anak kecil yang menuntunnya pun nampak bahagia.

"Setelah ini kita mau ke mana?" tanya Jennie sembari menerima botol minum yang Taehyung ulurkan setelah pemuda itu buka tutupnya. Jennie minum seteguk dan ini pertama kalinya ia tidak bisa mensyukuri nikmatnya air minum pelepas dahaganya.

Biasanya terasa hambar. Hari ini terasa hampa seperti tak minum apa-apa.

Kim Taehyung terdengar mendesah setelah mendengar pertanyaan Jennie. Ia juga nampak mengamati sekitar. Namun, tak ada keirian di matanya. Dia justru nampak sedang berpikir. Berpikir dengan keras.

REDUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang