20. Benang Kusut

177 42 23
                                    

"Hyung ... tolong aku."

Pemuda itu nyaris hanya mengeluarkan cicitan yang memilukan. Tubuhnya bergetar. Air matanya nyaris membuncah keluar. Bukan hanya karena rasa sedih yang tak tertahankan. Namun, lebih dari itu ia putus asa.

Siapa yang tidak nyaris gila jika ada seseorang mencoba bunuh diri setelah sebelumnya sempat ia buat kecewa? Jennie menenggak cairan pembersih lantai. Gadis itu keracunan. Dia mencoba bunuh diri meski usahanya gagal total. Dia jelas ragu-ragu. Dia penakut. Namun, cairan itu sudah terlanjur masuk ke dalam perutnya. Bersyukur, bayinya masih bisa diselamatkan. Keduanya selamat!

Meski sekarang Jennie telah melewati masa kritis karena penanganan yang cepat, gadis itu tidak bisa mendapatkan obat untuk pemulihan. Karena Taehyung tidak memiliki uang untuk menebusnya. Bahkan untuk tagihan perawatan yang akan datang, Taehyung benar-benar tak punya uang dalam dompetnya selain untuk makan.

"Kau meminta tolong padaku setelah semua kekacauan yang kau buat? Kau akan menjanjikan apa padaku?" sahut Seokjin dingin dari balik meja kerjanya.

Taehyung tidak memiliki kata-kata. Ia hanya menunduk. Malu. Meski ia sudah memohon, Seokjin tetap tidak tersentuh. Padahal, uang yang ingin ia pinjam tidaklah besar.

"Datanglah pada Ayah dan berlutut padanya. Dia pasti punya penawaran menarik untukmu."

Taehyung tidak mencoba memohon lagi setelah kalimat itu. Sebelumnya ia bahkan sudah mencoba berlutut pada Seokjin. Namun, pria itu malah menendangnya, jadi mungkin benar tak ada pilihan lain untuk saat ini. Taehyung akan pulang dan menemui sang ayah.

Belum ada satu bulan meninggalkan rumah setelah kalimat sombongnya, apa kiranya yang akan ia dapat ketika pulang? Lagi pula ia sesungguhnya tidak menyesali apa pun saat pergi. Ia tidak mungkin menuruti perintah ayahnya yang jahat. Seperti mencuci tangan setelah menyentuh kejahatan, Taehyung bukan seseorang yang bisa tidur tenang setelah menciptakan masalah.

Namun, Taehyung akhirnya pulang meski terlambat. Ia memasuki rumah itu tanpa kendala. Para pelayan masih menyapanya dengan ramah dan penuh hormat. Menanyakan keadaannya yang menyedihkan. Bahkan kepala pelayan menawarinya makan, sementara Taehyung berusaha tersenyum dan menolak dengan sopan meski perutnya terasa perih karena belum makan siang.

Kebaikan-kebaikan itu membuatTaehyung merasa sangat malu. Sepanjang kakinya melangkah, ia seperti tengah memungut kembali ludahnya yang berceceran dan menjilatnya kembali masuk tenggorokan. Masih ada waktu jika ia ingin mempertahankan harga diri. Namun, kesehatan Jennie untuk saat ini adalah yang terpenting sehingga Taehyung merasa harga dirinya tidak cukup penting dibanding nyawa seseorang.

Tuan Kim bersedia ditemui seolah ia selalu menunggu kapan Taehyung akan datang. Meski sambutan darinya menjadi satu-satunya yang tidak hangat, setidaknya pria itu tidak memukul ataupun memberinya tatapan meremehkan. Taehyung tidak melihat wajah pria itu berlama-lama. Ia terus menunduk dan mengepalkan tangan. Tak ada kata-kata hingga beberapa saat membuat Taehyung masih berdiri setelah masuk ke ruangan ayahnya. Hanya seperti itu hingga pemuda itu menangis karena merasa tidak berguna. Kelemahannya sedang menjadi tontonan ayahnya.

"Sial ..." Pemuda itu mengumpat dengan lirihnya.

Tautan jemari yang menopang dagu itu akhirnya terurai. Dilihatnya pria yang mewariskan ketampanan kepada dua putranya yang semula duduk dengan gagah di meja kerjanya itu bangkit berdiri. Ia mendekati Taehyung dengan langkah lambat sehingga pemuda itu sedikit mengangkat pandangan. Mulai bersiap-siap jikalau ia akan dipukul dan ditertawakan. Namun, begitu Tuan Kim sampai di hadapannya, pria itu menyentil dahinya sehingga Taehyung mengaduh. Setelahnya, Tuan Kim mengelus kepala Taehyung. Keduanya bertatapan. Taehyung melihat kesedihan dalam sorot mata ayahnya.

REDUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang