6. Perlukah Aku Menodaimu?

159 20 12
                                    

“Kau bisa datang lewat pintu atau menelepon lebih dulu, ‘kan? Kau masih saja bertindak seperti maling.”

“Kalau aku ketuk pintu rumahmu, adikmu akan mengusirku. Lagi pula apa yang kau ceritakan padanya sampai menuduhku menindasmu?”

Selalu memiliki alasan. Kim Taehyung sesungguhnya punya otak yang lumayan. Tukang bohong, maksudnya. Selain itu dia juga memiliki sisi mengganggu yang lucu, juga mengundang serangan jantung.

Masih belum terlalu malam ketika Namjoon menemukan pemuda itu mengetuk-ngetuk jendela kamarnya dari balkon. Entah bagaimana caranya datang, yang pasti dia mengandalkan keterampilan melarikan dirinya dari sekolah untuk masuk rumah Namjoon sehingga pemuda itu pikir ia perlu ngobrol serius dengan sang ayah tentang keamanan rumah yang perlu diperketat lagi. Preman ini saja masuk dengan mudah. Untungnya tidak punya niat jahat.

Meski sesungguhnya Namjoon memiliki banyak petuah untuk pemuda ini, mengajarinya bagaimana bersikap sopan meski ucapannya hanya akan dianggap angin lalu, Namjoon tidak melanjutkannya kali ini, sebab dengan melihat ekspresi wajah Taehyung saat ini ia tahu pemuda itu tengah memiliki masalah. Meski dia pembuat onar, jika masalahnya tidak terlalu serius, dia tak akan mendatangi Namjoon. Pun, wajahnya saat ini nampak sedih sekali.

Setelah menyuruh Taehyung tetap di balkon dan meninggalkannya sebentar, Namjoon kembali menemui pemuda itu bersama dua minuman kaleng dan sebungkus besar keripik. Hari ini pasti Taehyung akan bercerita panjang kali lebar, jadi kudapan diperlukan agar tetap fokus dan tak mengantuk.

Taehyung menawari Namjoon rokok, tapi pemuda berambut plontos itu menolak. “Aku sedang diet asap,” katanya membuat Taehyung tertawa kecil.

Sedikit menghibur.

“Hentikan sebelum kecanduan. Lagi pula gadis-gadis kebanyakan tidak menyukai pria yang merokok.”

“Setidaknya aku bukan playboy.”

“Kau sedang menyindir seseorang?”

Tak langsung dijawab. Namjoon tebak masalah kali ini seputar cinta. Kentara sekali. Heran. Mengapa pemuda sebadung Taehyung pun masih lemah akan cinta?

“Kenapa aku tidak bisa menyukai gadis lajang saja? Apa ini semacam kutukan karena aku membenci Ayah dan Kakak? Kenapa? Kenapa percintaan orang lain mudah sekali?”

Sesi curhat dimulai. Namjoon menyimak. Setengah mengamati perubahan-perubahan gestur yang Taehyung tunjukkan. Meski dia bukan ahlinya dalam soal gadis dan cinta, dalam hal ini ia perlu memberi ide dan saran-saran positif, ‘kan?

“Kalau kau benar-benar membenci mereka, mengapa kau tidak memutuskan mengibarkan bendera perang saja? Jika masalahnya adalah gadis itu tidak menyukaimu, bukankah berarti menyerah saja? Kata orang, cinta tak bisa dipaksakan.”

“Tapi dia mau kucium?”

Namjoon mengumpat lirih. Berengsek! Memang berengsek yang namanya Kim Taehyung. Datang seperti korban yang putus asa, tapi diam-diam sudah mencuri start?

“Jadi?”

“Apa?”

“Kau sudah menciumnya dan tidak ditolak, lalu kenapa tak kau lanjutkan saja? Coba peruntunganmu, dasar bodoh! Kalau ternyata dia menyukaimu tapi terpaksa mengikuti alurnya karena kau yang tak juga bertindak, kau akan sangat menyesal.”

“Tapi mereka akan bertunangan Sabtu ini.”

“Bukankah itu artinya kau harus bergegas?”

Taehyung memandang Namjoon lama, mencari keyakinan. Pemuda itu terus menyemangati lewat bahasa mata dan tahu-tahu Kim Taehyung langsung melompat dari balkonnya.

REDUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang