"gue nggak bisa milikin lo, tapi gue berhasil jaga lo."
-Jehnam kajendra
"Tidak ku sangka satu hari sebelum aku melamarmu, kamu lebih dulu menikah dengan sahabat ku sendiri."
-Samudra
"Aku terpaksa sebelum mengetahui kenyataannya."
-Azmeal Az-ziyad...
Ning Karlota melihat sekilas celosia lalu kembali pada bunga-bunga. "Kan mbak mau jadi kakak ipar aku," terang ning Karlota.
Celsoia terdiam tersenyum kecut. Menyadari perubahan celosia Ning Karlota mengelus bahunya lembut. "Aku tau posisi mbak, tapi... Semua pasti baik-baik aja. Kalo mabk celsoia butuh cerita kapanpun itu aku siap dengerin," terang ning Karlota membuat celsoia melihat kearahnya, rasanya ada yang memahaminya.
Ning Karlota menampilkan senyum yang menenangkan.
"Iya Ning, terimakasih. Em... Boleh saya peluk?" Cicit ragu celsoia membuat Ning Karlota kembali terkekeh lalu merentangkan tangannya. Ia senang memiliki saudara perempuan dan akhirnya.
"Boleh."
Mereka saling berpelukan menenangkan. Celsoia rasa tidak terlalu buruk menikah dengan Lelaki itu.
☆゚.*・。゚🦋☆゚.*・。゚
"Ummi nggak habis pikir sama Abi, kenapa Abi malah jodohin Azmeal sama anak itu? Kenapa bukan Ning? Dan Ummi denger-denger dia juga nakal, gimana sih?" Cerca Ning Hasna memijat pelipisnya pening.
Kyai Azreal memejamkan matanya sejenak. "Semua tidak yang seperti ummi tau."
Ning Hasna menoleh kearah kyai Abi. "Iya nggak papa Abi jodohin Azmeal, tapi, minimal yang setara Abi."
"Tidak selalu begitu ummi, Azmeal akan tetap menjadi Gus, dan anaknya juga begitu."
"Tapi ummi tidak suka Abi." Tekan Ning Hasna.
"Waktu berputar ummi." Setelah mengatakan itu kyai Azreal beranjak keluar dari kamarnya.
Ning Hasna kembali memijat pelipisnya pening, sebenarnya kenapa?
Di pendopo sepeti biasa selepas sholat isya'.
Gus Carel menatap Gus Azmeal malas sungguh dirinya benar-benar kesal setelah mengetahui bahwa besok ia akan menikah. Besok! Besok! Ingat itu.
Mas sam membenarkan letak kacamatanya. "Kenapa begitu dadak Gus?" Tanyanya. Ia juga sama terkejut mungkin ini alasan mengapa para asatid tidak di perbolehkan pulang terlebih dahulu.
Gus Azmeal menunduk memainkan tasbih yang senantiasa ia bawa. "Nggak tau."
"Emang siapa istrinya Gus?" Tanya Gus Carel di angguki mas sam.
"Besok juga tau."
Gus Carel memberengut Gus Azmeal tidak asik ia sudah antusias. Gus Carel beralih melihat lalu lalang orang-orang yang sedikit menyiapkan acara kecil-kecilan.
"Semoga Gus Carel cepat menyusul." Goda mas sam tersenyum kearah Gus Carel.
Gus Carel malah melirik pada Gus Azmeal yang telah menatapnya tajam. "Gimana Gus? Mau yah jadi Abang ipar."
"Dalam mimpi sampean."
"Emphm." Mas menahan tawa karena mendengar jawaban Gus Azmeal. Kenapa rumit sekali cinta Gus Carel.
"Huh, Gus, saya kurang apa coba?" Ucap Gus Carel menjatuhkan bahunya lesu.
"Kurang waras."
"Emphh." Mas rasanya tidak tahan tapi sangat tidak sopan tertawa ketika mereka dingin seperti ini.
Gus Azmeal yang jengah bangkit berlaku meninggal keduanya.
"Saya sudah bilang, pawangnya serem Gus." Peringat mas sam lagi terkekeh.
"Hufh."
☆゚.*・。゚🦋☆゚.*・。゚
Celsoia berlajan di kesunyian malam tanpa arah. Rasanya damai, tapi untuk tinggal di tanah yang ia pijak rasanya sangat tidak ingin.
Besok hari ter brengsek menurut celsoia. Rasanya kacau. Ini jauh di luar list hidupnya.
"Assalamualaikum."
Celsoia mendongak melihat siapa yang memberinya salam.
"Waalaikumsalam."
"Kamu masih belum pulang celsoia?" Tanya mas Sam.
Celsoia mengangguk singkat. "Ya begitu."
"Apa semua baik-baik saja?" Tanya lagi mas sam melihat raut berbeda pada celsoia.
Celsoia tersenyum walau itu terlihat seperti paksaan karena ya memang begitu. "Iya."
"Celsoia permisi mas, assalamualaikum."
Mas sam menjawab salam celsoia lirih, melihatnya hingga tak terlihat. Ada apa dengannya? Itulah yang mas sam pikirkan.
Celsoia yang tadinya ingin menghirup udara malam diluar kini kembali lagi kedalam kamar. Entahlah ia badmood.
Celosia mengambil novel yang kemarin diberikan oleh mas Sam dan novel yang lalu sudah lama sekali ia tamatkan dan itu sangat bagus menurut celosia.
Celsoia menyerngit heran, kenapa nama penulisnya sama dengan novel yang lalu?
"Zyd," gumam celsoia membaca nama penulis itu.
"Kenapa mas sam ngasih novel dengan penulis yang sama? Apa mas sam juga suka novel ya?"
Celsoia menggelengkan kepalanya terserah mau bagaimana pun itu kepalanya pening sekali.