05.

35 3 0
                                    

"tumben keluarnya hari lain?" Tanya Nazi sambil memasangkan gia helm

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"tumben keluarnya hari lain?" Tanya Nazi sambil memasangkan gia helm.

"Nggak tau celosia"

Jehnam beralih menatap celosia yang memakai helm setelah mendengar ucapan gia. "mau kemana?"

"Rumah gue"

Sebelum jehnam kembali bertanya celosia sudah lebih dulu menaiki motornya. "Ayo cepet" titah celosia dengan tatapan datar, walau sering jehnam dapati tapi dari nerta celosia ia bisa tau ini berbeda dari biasanya.

Segera ia menaiki motornya dan melaju lebih dulu di ikuti gia dan nazi dari belakang.

"Lebih cepet ini mendesak!" Celosia mengeraskan suaranya agar bisa didengar jehnam.

"Pegangan"

Celosia melilitkan kedua tangannya pada perut jehnam mengikis jarak antara mereka celosia bersandar pada punggung tegap jehnam disitu ia merasa sedikit tenang.

Bibir jehnam menyetak senyum tipis tidak biasanya celosia akan sedekat ini Dengannya.

Sedangkan gia dan nazi sedikit tertinggal dibelakang karena jehnam melaju sangat cepat. "Pegangan sayang"

Gia langsung memeluk erat nazi sebenarnya ia takut. Tapi celosia yang mengajak mati. Dasar teman biadab.

Setelah perjalanan dengan kecepatan tinggi dan tidak ada kemacetan akhirnya mereka sampai di komplek perumahan celosia mereka berhenti didepan gerbang rumah celosia.

Tanpa sepatah kata apapun celosia turun melepas helm lalu masuk kerumahnya.

Gia dan dua lelaki itu saling melempar tatapan merasa ada yang tidak beres pada celosia, masalah apa yang sedang menimpa gadis itu?

"Jehnam gue mau keluar sama gia, Lo ikut?" Karena tidak mungkin mereka hanya menunggu disini dan mungkin ini lumayan lama.

"Nggak, gue nungguin celosia takut ada apa-apa"

Mereka bertiga tentu tau siapa Om Daniel-papa celosia dan hubungan mereka berdua yang tidak baik bahkan bukan cuma berdua tetapi bertiga, yakni Lucia adik celosia. Keluarga berantakan.

"Oke gue tinggal"

"Iya hati-hati" nazi menancap gas nya dan berlalu menyisakan jehnam yang mengawasi rumah celosia dari depan dengan perasaan was-was.

Sedangkan celosia membuka keras pintu rumah hingga membuat dua manusia yang bersantai menonton tv terkejut.

"HEH BRENGSEK!" sentak celosia berdiri dihadapan dua manusia tak berhati.

Daniel bangkit menatap dingin celosia. "Apa yang kau lakukan disini HAH?!"

Celosia berdecih. "Apa kata Lo?"

"Lo yang APA!" Celosia menaikkan satu oktaf suaranya diakhir kalimat.

"Maksud Lo apaan jodohin gue hah? Nggak puas Lo nyiksa gue? Kenapa nggak jalang ini yang Lo jodohin?!"

Rahang Lucia mengeras berani sekaligus dia mengatakan dirinya seorang jalang.

"Jaga mulut Lo ya, gue bukan jalang!" Balas Lucia tidak terima.

Celosia kembali menatap Daniel yang tak bergeming. "jawab brengsek! Mau Lo apa hah?!"

Katakan jika celosia durhaka tetapi tidak ada seorang anak yang ingin membentak, melawan orang tuanya mereka hanya tertekan dengan emosional mereka sendiri dan itu karena orang tuanya.

"Kau tidak berguna buat apa kembali kesini lebih baik kau pergi nanti bersama suami mu!"

Celosia berusaha untuk tidak meneteskan air matanya. Se benci itukah papanya?

"Kenapa harus gue?! Gue bisa nyari pilihan sendiri bajingan, dan gue juga nggak Sudi tinggal disini apalagi sama kalian berdua. Brengsek!"

"Siapa kau berani memerintah ku?!".

Celosia menyeringai. "Dan siapa Lo berani mutusin masa depan gue hah?!"

Plak.

Wajah celosia berpaling karena tamparan keras Daniel bahkan mungkin sudut bibir celosia bisa sobek. Celosia kembali menatap Daniel penuh emosi.

"BRENGSEK!"

Setelah mengatakan itu celosia segera berlari keluar air matanya sudah tidak bisa ia bendung rasa sakit karena tamparan tadi tidak sebanding dengan kalbunya yang koyak.

Celosia masih menerima jika dulu ia dibuang dipesantren setelah kematian mendiang ibunya tetapi ini sudah keterlaluan. Celosia sangat murka saat tadi ia mendapat pesan dari lucia bahwa Daniel menjodohkannya dengan seseorang sebagai penebusan hutang ini benar-benar keterlaluan ia merasa sangat rendah dan murah.

Jehnam dibuat panik saat melihat mata sembab celosia yang masih mengaliri air mata gadis itu berjalan mendekat.

"Hei, kenapa?"

Mereka saling melempar tatapan air mata celosia tidak bisa berhenti.

Jehnam tidak tau apa-apa tetapi dia tau gadisnya kacau. Jehnam merentangkan kedua tangannya. "Sini"

Celosia berhambur kedalam pelukan jehnam ia menumpahkan semua air matanya mencengkram kuat jaket jehnam.

Jehnam mengelus lembut punggung celosia berusaha menangkan.

Dan pada saat itu juga gia dan nazi datang.
Gia turun melihat mereka berdua yang berpelukan jehnam memberi isyarat lewat tatapan dan itu dimengerti oleh mereka.

Setelah merasa puas celosia menjauhkan dirinya dari jehnam menyeka sia-sia air mata.

"Ayo balik"

Celosia memasang helm nya sendiri dan langsung menaiki motor jehnam disusul oleh sang empu.

☆゚⁠.⁠*⁠・⁠。゚🦋☆゚⁠.⁠*⁠・⁠。゚


Brak.

"Gawat celosia!"

Gia dan celosia sontak menoleh pada pintu yang dibuka kasar oleh azza.

Celosia menaikan satu alisnya mengapa azza membawa-bawa namanya? "Apa sih?".

Azza melangkah mendekat pada mereka berdua. "Gawat"

"Ya apaan anjing gawat muluk astaghfirullah"

Gia hanya menyermati tanpa berniat menyambung.

"Barusan aku dipanggil sama mbak pengurus dan mereka bilang kamu nanti malem disuruh ke dhalem sama Ning Hasna!" Jelas azza.

Gia membulatkan kedua matanya menatap bergantian azza dan celosia yang masih diam.

Gia menunggu respon dari celosia yang tampak datar sejak semalam.

"Iiiih kok celosia nggak kaget sih" azza menekuk wajahnya padahal ia sudah sangat syok dan berharap celosia akan bum!.

"Bodo amat, dikeluarin juga bodo amat" enteng celosia.

Gia menganga dengan jawaban celosia padahal hal yang paling mengerikan adalah terkena kasus hingga dipanggil ke dhalem tapi ini? Celosia?.

Ck, jika celosia mendapatkan hukuman pasti gia juga sama.

Bersambung•

 CelosiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang