28

38 3 0
                                    

"Beneran mau balik mas?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Beneran mau balik mas?"

Mas sam mengangguk. "Iya. Saya nggak mungkin boyong tanpa pamit dan persetujuan dari kyai sama Ning."

Abizar -sepupu mas Sam yang menjemput mengantarnya ke pesantren itu mengangguk mengerti. "Mas yakin bisa bertahan lama ngeliatin wanita yang mas cinta sama orang lain? Secara terang-terangan lagi," tanya Abizar sesekali menoleh pada mas Sam yang duduk di kursi penumpang disebelahnya.

Terdengar helaan nafas lemah dari mas sam. "Nggak tau, mungkin perlahan saya harus nerima. Sebagai titik terakhir mencintai mengikhlaskan."

Tersirat luka yang teramat perih dari setiap kata yang sam ucapkan bahkan Abizar yang mendengarnya juga merasakan sakitnya.

Namun apalah daya jika takdir tidak menghendaki keinginan kita. Barangkali ada ganti yang jauh lebih indah hingga kita lupa akan kekecewaan sebelumnya.

Mobil yang mereka tumpangi telah tiba dipesantren Al-ikhsan memasuki gerbangnya karena Abizar ingin sowan pada Kyai Azreal.

☆゚⁠.⁠*⁠・⁠。゚🦋☆゚⁠.⁠*⁠・⁠。゚

Celosia merasa begitu jengah dan rindu akan teman-temannya sudah lama tak berjumpa sekali berjumpa malah ada masalahnya. Kini celosia berniat untuk menghampiri mereka ke asrama.

"Gus, gue mau ke asrama ya?" Izin celosia pada Gus Azmeal yang duduk memang ku laptop.

Gus Azmeal mengalihkan atensi nya pada celosia memperhatikan penampilannya lalu mengangguk. "Iya, nanti kembali kesini. Dan jangan aneh-aneh," ujarnya lembut.

Celosia memutar bola matanya. "Iya, ya udah assalamualaikum." Celosia berjalan menuju pintu namun sebelum ia sepenuhnya keluar gus Azmeal kembali memanggilnya. "Salim."

Celosia memutar tubuhnya, tetap kembali untuk Salim walau geram karena tidak dari tadi mengingatkan.

Setelah Salim lelaki itu kembali fokus pada laptopnya tanpa mengatakan sepatah katapun.

Dih.

Celosia segera menuju asrama. Dan berniat kembali nanti siang saat Dzuhur.

Saat celosia hendak berbelok dari halaman dhalem kejalan menunju asrama sebuah mobil masuk menuju dhalem namun mobil itu berhenti didepan dhalem setelah celosia sampai di asrama, ia hanya mengabaikan itu pasti tamu.

Disisi lain.

"Bangsa tertua yang dikenal di yaman dari kalangan arab Aribah adalah kaum Saba'. Mereka bisa diketahui melalui penemuan fosil Aur, yang hidup 25 abad sebelum Masehi (SM). puncak peradaban dan pengaruh kekuasaan mereka dimulai saat 11 tahun (SM)-"

"Azza!"

Bacaan azza terpotong karena teriakan gia diambang pintu padahal suana disini sunyi lalu kenapa gia berteriak? "Kenapa gia?" Tanya azza.

Gia berdecak kesal. "Celsoia belum dateng juga?" Tangannya karena sedari tadi sudah menunggu di koperasi namun tak kunjung datang.

Azza menggeleng. "Belum."

"Ish, tuh anak kapan kesini nya?"

"Siapa?" Suara seseorang di belakang punggung gia mematung kan mereka karena mereka jelas tau itu siapa. Gia berbalik slowmo.

Berkacak pinggang. "Lo!" Sergahnya menunjuk celosia yang menatap aneh gia.

"Napa Lo?" Heran celosia menaikan satu alisnya.

Gia rasanya ingin membanting pintu lalu melemparkan pada wajah tak bersalah celosia sekarang juga.

"Ayo masuk." Celosia menarik tangan gia menutup pintu lalu duduk di kasurnya yang sudah lama tak ia peluk, huh. Rasanya sangat rindu.

Gia menyentak kasar cekalan celosia. "Gila lo, bisa-bisanya setega itu sama jehnam. Gus kecewa sama lo." Gia susah payah mengatakan itu bahkan diakhir kalimat ia melirih membayangkan kisah manis mereka sejak SMP.

Celosia terkesiap atas perkataan gia yang begitu tersirat kekecewaan disana, celosia rasanya ingin kembali menangis.

Celosia kembali meraih kedua tangan gia menggenggam nya dengan hatinya yang ikut terasa nyilu. Celosia sadar atas kesalahannya yang entah sejak kapan ia buat.

Azza yang memerhatikan suasana kian mencekam, menutup buku yang ia baca lalu bergabung disela-sela keduanya.

"Gue tau lo pasti kecewa bahkan semua orang mungkin, maaf gue nggak ngasih tau lo semua ini. Tapi gue juga nggak suka rela Nerima ini, gue dipaksa dan gue nggak punya celah buat nolak. Lo pasti ngerti maksud gue."

Celosia meraih nafas pelan, dadanya naik turun. "Dan soal jehnam. Gue sama sekali nggak sadar, gue kira dia cuma nganggep hubungan kita sebatas adik kakak atau sahabat pada umumnya. Sorry." Sambungnya menatap manik gia yang sayu.

Mereka masih diam mencoba mencerna masing-masing. Setiap isi kepala mereka sungguh berisik terkecuali azza yang menatap polos keduanya.

"Gue nggak tau setelah ini apa yang bakal dilakuin jehnam. Tapi kita harus segera temuin dia dan jelasin segalanya," ucap gia akhirnya setelah berusaha mendinginkan pikiran nya.

"Gimana?" Tanya celosia mulai curiga.

"Nanti malem kita kabur buat nemuin jehnam, kita harus berhasil tanpa ketahuan malam ini."

Seketika bayangan Gus Azmeal terlintas dibenaknya, mengingat nasihat Gus Azmeal bahwa seorang istri tidak boleh keluar rumahnya selain izin suami. Semua menjadi bimbang namun jika ia menolak semua akan semakin rumit.

Celosia mengangguk. "Oke, gue setuju."

"Kamu nikah kapan celosia?" Celetuk azza.

Keduanya melempar tatapan tajam pada azza yang mengerjapkan matanya bingung.

Kayaknya salah deh. Batin celosia meringis.

"Aku mau keluar dulu ya." Azza segera bangkit keluar bahkan sampai ia keluar pun mereka masih menatap tajam padanya.

Celosia menghela nafas lega setelah keluar dan terlepas dari tatapan mereka.

Ia melangkahkan keluar sambil merenung, jika dipikir-pikir rasanya merindukan seseorang yang belum miliknya, atau tidak akan pernah? Sekali lagi celosia tersakiti oleh kenyataan mereka berbeda. Gus Varel.

Mereka tentu berbeda tetapi perjodohan antara celosia dan Gus Azmeal seolah memberi ia celah walau tak tentu arah.

Azza mengerutkan kening saat indranya menangkap aroma yang sangat ia kenali dan ia ingat walau bertemu bisa dihitung jari.

Ia mendongak hingga tatapannya bertubrukan dengan manik hitam pekat milik Gus Varel. Azza segera menunduk menggelengkan kepalanya. Sepertinya azza harus berhenti berhayal akannya agar bisa sadar hingga membayangkan lelaki itu disini.

Tetapi aroma Teh yang sangat ia senangi itu benar-benar terasa nyata.

Ia kembali mendongak. Gus Varel berlalu melewatinya begitu saja. Azza menatap kepergian Gus Varel hingga benar-benar tak terlihat. "Ini bukan hayalan," celetuk nya setelah sadar.

"Akan aku ingin manik itu, karena mungkin ini terakhir ketemu," kata azza masih menatap tempat terakhir Gus Varel terlihat.

Memang keluarga dhalem sangat jarang ditemui selain Ning.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 24, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

 CelosiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang