"gue nggak bisa milikin lo, tapi gue berhasil jaga lo."
-Jehnam kajendra
"Tidak ku sangka satu hari sebelum aku melamarmu, kamu lebih dulu menikah dengan sahabat ku sendiri."
-Samudra
"Aku terpaksa sebelum mengetahui kenyataannya."
-Azmeal Az-ziyad...
Ia bangkit perutnya terasa lapar setelah seharian hanya makan sekali hingga sore. Ia keluar menuju dapur langkahnya terhenti karena melihat Ning Hasna disana ralat umminya. Ia membatin apakah ia kembali atau lanjut? Karena terlewat lapar ia melangkahkan lebih dalam.
Celosia duduk di meja makan sedangkan Ning Hasna berada di wastafel membasuh buah. Celosia menyentong saja nasi toh bukankah ia juga sebagian keluarga disini?
"Masuk tidak salam, langsung nyomot, masak tidak membantu, menantu macam apa!"
Deg
Celosia menurunkan kembali nasi yang hendak ia suap menoleh perlahan kearah Ning Hasna. Ia tidak tahu harus berkata apa? Jika menjawab melawan, jika diam, dia yang sakit.
Ning Hasna berlalu dengan buah yang ia bawa tanpa menawari menantunya bahkan tak melirik sedikit pada celosia. Wajahnya hanya tampak raut sinis. "Baru sehari disini sudah malas-malasan, tidak tahu diri sekali."
Celosia mengekori dengan matanya langkah Ning Hasna sampai tidak terlihat lagi.
Ia menghela nafas lelah. "Kenapa malah begini? Semua orang disini nggak suka gue gitu? Jadi nggak mood makan, tapi kalo nggak makan sakit perut. Ya udah lah capek." Celosia terpaksa menyuapkan kembali nasi kedalam mulutnya walau rasanya ingin ia muntahkan saja.
Setelah tandas ia mencuci piringnya sendiri lalu kembali menuju kamar Gus Azmeal.
Celosia meraih ponselnya melihat pesan dari gia dan jehnam yang menanyakan apakah dia baik-baik saja? Mungkin karena tidak biasa ia tidak ikut berkumpul semalam. Celosia membalas sekenanya saja karena moodnya sedikit tak baik.
Ceklek
"Assalamualaikum."
Celosia menaruh ponselnya kembali menatap kearah Gus Azmeal yang juga sama menatap kearahnya.
"Kenapa tidak di jawab?"
"Waalaikumsalam."
Gus Azmeal menaruh kunci mobilnya di nakas berlalu menuju kamar mandi. Setelah itu ia merebahkan dirinya diatas ranjang karena merasa penat.
Celosia duduk di bibir ranjang menatap kearah Gus Azmeal dengan tatapan yang tak bisa diartikan membuat sang empu mengerutkan kening bingung. "Kenapa?"
"Iya. Eh." Celosia membekap mulutnya sendiri karena keceplosan. Karena disini santri tidak di perbolehkan membawa novel karena akan di bakar. Celosia menyengir kuda kala Gus Azmeal menggelengkan kepalanya.
"Coba saya lihat."
Kini celosia yang menautkan alisnya, seharusnya Gus Azmeal memberinya wewenang atau memarahinya tapi kenapa ia ingin melihat novel celosia. Atau... Jangan-jangan dia ingin membakarnya?
"Tapi jangan di bakar ya," ucap celosia memincingkan matanya.
Gus Azmeal mengangguk.
Celosia bangkit mengambil novel yang ia selipkan dibalik bajunya di lemari.
Saat celosia mengangkat dua novel yang dibelikan oleh mas Sam Gus Azmeal memincingkan matanya juga, celsoia ikut terheran. "Kenapa? Gus tau novel ini?"
Gus Azmeal mengambil alih dua novel itu. "Ini saya yang buat," Lontar ringan Gus Azmeal.
Celosia membulatkan netranya dengan mulut menganggap. "APA!"
"Lo serius, jangan ngadi-ngadi lah!" Celosia bahkan tak sadar meremas lengan baju Gus Azmeal saking terkejutnya.
Gus Azmeal hanya mengangguk ringan. "Ini nama pena saya, singkatan dari Azmeal Az-ziyad." Tunjuk Gus Azmeal pada nama pena yang tulisan (Zyd)
Celosia mengambil novel berjudul 36.40 "Lah." Celosia memandangi keduanya bergantian antara novel dan Gus Azmeal. Lama-lama ia bersyukur menikah dengan Gus Azmeal. eh.
"Gila lo, gue nggak nyangka!" Pekik celosia lagi.
"Jangan berteriak," peringat Gus Azmeal.
Celosia kembali mengingat awal-awal ia memiliki novel ini dimana ia bingung atas nama dari judulnya. "Eh arti dari 36.40 itu apaan?" Tanya celosia.
"36 itu surah Yasin, 40 itu ayatnya. Dimana artinya itu adalah Tidak lah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan tidak mungkin pula malam mendahului siang, masing-masing beredar pada garis edarnya," jelas Gus Azmeal.
Celosia beberapa kali mengedipkan bola matanya terkejut, atau kagum?
"Gus, ini beneran? Gue nggak mimpi kan nikah sama penulis?" Celosia masih cengo dengan keadaan ini, sungguh.
Siapa yang mengira seorang Gus ini bisa menulis novel? Dan siapa juga yang menyangka celosia yang sangat suka membaca novel karena ia merasa memiliki dua dunia malah berjodoh dengan penulisnya?
"Awwss!" Celosia meringis kala dengan sengaja Gus Azmeal sedikit mencubitnya. "Kok dicubit!" Seru celosia tidak terima.
Gus Azmeal masih sama ekspresinya semenjak tadi pulang, Datar. Kemana mereka yang selalu bertengkar?
"Berarti kamu tidak mimpi."
Celosia dengan cepat balik mencubit Gus Azmeal masih tidak terima. "Setimpal."
"Awss." Ringis Gus Azmeal walau cubitan celosia tidak terasa, sedikit pun tidak.
"Nggak nyangka gue bisa nikah sama penulis, mimpi apa gue?" Gumam celosia meletakkan tangannya di kedua sisi pipinya.
Gus Azmeal sedikit menelengkan kepalanya melihat celosia dengan sedikit senyum mengejek. "Kamu bangga punya suami saya?" Tanyanya narsis, menaikkan turunkan kedua alisnya.
Celosia mengatupkan rapat bibir berusaha tidak tersenyum walau pipinya sudah tersipu dan memanas. "Ih nggak ya!" Elak celosia sedikit memekik ketara sekali bahwa ia tersipu dan gugup.
"Tapi pipi kamu merah."
Uhuk! Celosia rasanya tersedak air liurnya sendiri bahkan sekarang bukan hanya pipinya yang memanas, seluruh wajahnya! Siapa pun bawa celosia menghilang.
Dengan cepat celosia berpaling bibirnya tidak tahan untuk tidak tersenyum dan rasanya ingin menjerit saja.
"Dih, ketahuan," ejek lagi Gus Azmeal lelaki itu sengaja mengoda celosia yang biasanya judes sekarang malah tersipu.
"Diem!" Sentak celosia kelewat malu.
"Bersyukurlah menikah dengan saya ini, idaman gadis-gadis." Sejak kapan Gus Azmeal senarsis ini? Ataukah ini sisilain dari lelaki itu yang baru?
"Pede banget!"
"Kenyataan."
Merasa sangat lama tidak up padahal belum sepekan girl.
Jangan lupa tinggalkan jejak. Dan kalian tau cerita ini dari mana?